#23 : Berbagi Ranjang
Hidup memang tentang bagaimana kita diuji, lalu lolos untuk mendapatkan sebuah pembelajaran. Namun saat ini, Btari tidak menyangka bahwa dia sekali lagi mendapatkan ujian kehidupan yang sama seperti beberapa bulan lalu. Hanya objek penderitanya berbeda, tapi sama-sama orang yang penting di hati Btari.
Hal itu menyebabkan air mata Btari meleleh terus-menerus. Tangannya sampai membungkam mulut demi tidak mengeluarkan isakan. Sedangkan tatapannya fokus pada Alaska yang tengah terlelap nyaman di ranjang.
Ingatan Btari seolah ditarik kembali ke beberapa bulan lalu, saat Damar yang ada di tempat tidur itu. Bedanya mendiang sang suami kesusahan napas karena covid dan asma. Hanya butuh tiga hari hingga akhirnya Damar meninggal.
Dan sekalipun Alaska tidak separah sang suami, tapi tetap saja rasa takut tetap hinggap di hati Btari. Dia tidak mau kehilangan lagi apalagi wanita itu baru mengakui bahwa dirinya menyukai Alaska.
Bunyi bel rumah sukses menarik Btari kembali ke dunia. Buru-buru wanita itu menghapus air mata, sebelum bergerak lambat-lambat menuju pintu. Diintipnya sejenak lubang pintu untuk memastikan tidak ada orang yang dia temui di depan sana barulah membukanya.
"Makan siang," gumam Btari. Di lain depan pintu sudah ada beberapa kotak makan yang ditaruh, pesanan dari ojek daring yang diantar sekuriti.
Dengan kondisi Alaska yang mulai parah pagi ini, lalu Btari sendiri yang masih sedikit sesak napas, lemah, dan belum bisa membau, memasak sendiri bukanlah pilihan. Ditambah keharusan makanan yang sehat, bukan sesederhana nasi dengan telur goreng yang cepat.
Baru saja Btari menaruh pesanan di meja makanan, deringan ponsel mengalihkan perhatiannya. Sontak wanita itu mengikuti sumber suara. Keningnya berkerut menemukan suara itu berasal dari arah meja kopi di ruang tamu.
"Siapa?" tanya Btari lebih pada dirinya sendiri.
Segera ditinggalkan makanan, lalu bergerak cepat menuju meja kopi. Keningnya semakin berkerut saat menemukan ponsel Alaska yang berbunyi. Ketika meraih benda itu dan menemukan nama panggilan Sugar Mommy di sana, suasana hati Btari semakin kacau.
"Alaska punya sugar mommy?" Btari kembali bergumam dan bertanya-tanya.
Harusnya wanita itu mengabaikan panggilan ini, tapi tangannya malah dengan seenaknya menekan tombol terima. Btari seperti merasa dirinya harus tahu siapa wanita yang menelepon Alaska. Lagi pula pria itu juga tidak dalam kondisi bisa menjawab panggilan.
"Halo," sapa Btari.
"Kok suara cewek?" Suara wanita di ujung sana terdengar bingung. Keheningan menyelimuti selama sepersekian detik sampai kembali terdengar pertanyaan. "Ini Btari?'
Selama beberapa detik Btari termenung. Dia mencerna suara wanita di ujung panggilan. Familier, tapi cukup lama sekali sampai ada sesosok bayangan muncul dalam benaknya.
"Bu ... Aileen?" tanya Btari lambat-lambat. Antara yakin dan tidak yakin.
"Iya, Btari. Ini saya Aileen. Alaska baik-baik aja, kan? Tadi suami saya bilang kalau di kantor cabang Surabaya heboh karena Alaska tiba-tiba pingsan waktu rapat daring." Nada suara Aileen sedikit bergetar. "Bisa saya bicara sama adik saya, Btari?"
Bukannya langsung menjawab, Btari melirik sejenak Alaska. Kemudian, dia berkata dengan berat hati, "Alaska, dia masih tidur, Bu. Saya nggak tega bangunin karena sejam yang lalu baru aja dokter datang buat periksa dia dan disuntik."
"Begitu ...."
Seketika ada rasa bersalah yang hinggap di hati Btari. Kalau saja Alaska tidak mengurusnya, pria itu pasti masih baik-baik saja dalam unit apartemennya sambil bermain gim ataupun bekerja.
"Bu Aileen, saya ... minta maaf." Btari kembali bersuara, memecahkan keheningan. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya lambat-lambat. "Kalau saja Pak Alaska nggak merawat saya yang sudah lebih dulu tertular Covid, dia pasti nggak akan sampai pingsan tadi."
"Astaga, Btari, Btari." Aileen mendengkus geli di ujung sana. "Serius saya nggak salahin kamu karena Alaska mengurus kamu, Btari. Justru saya bakal marahin dia kalau dia diem aja padahal tahu ada seorang wanita hamil yang berjuang sendirian melawan covid. Itu pria kejam namanya."
Aileen menghela napas dalam. "Btari, maaf ya saya telepon bukan mau marahin kamu kok. Justru saya mau mastiin kabar adik saya. Alaska itu kesayangan saya, walaupun kita sering pisah jarak, tapi saya selalu memastikan segala yang terbaik buat dia. Dan pas tahu Alaska nggak sakit sendirian dan ada kamu yang jagain, saya lega, Btari."
Senyum di wajah Btari terukir. Ada rasa senang karena artis idolanya sangat baik padanya. Apalagi artis idolanya itu juga kakak kandung dari pria yang sedang dia sukai.
"Saya ... nggak akan biarin Alaska sendirian, Bu Aileen." Btari berjanji, seperti janji Alaska padanya tempo hari.
"Syukurlah." Aileen menghela napas lega. "Oya, saya mau minta izin ke kamu, boleh nggak saya kirimin kamu dan Alaska katering makanan sehat setiap hari? Terus juga panggil dokter secara berkala ke rumah untuk periksa kamu dan Alaska. Keberatan nggak, Btari? Karena Alaska pernah bilang kalau kamu nggak suka orang asing buat masakin kamu makanan."
"Eh? Saya juga, Bu?"
"Iya dong kamu juga, Btari!" Sekali lagi terdengar dengkusan geli Aileen. Hal yang sukses membuat hati Btari menghangat. "Btari, di mata saya kamu dan Alaska sekarang itu satu paket. Kalau saya kirimin Alaska makanan, berarti kamu juga. Kalau kamu izinin, saya langsung urus segalanya dan kamu sama Alaska tinggal fokus menyembuhkan diri. Gimana?"
Senyum Btari mengembang. Kepalanya mengangguk cepat. "Saya izinin kok, Bu."
"Baguslah. Cepet sembuh ya, Btari. Saya titip Alaska. Terima kasih."
Setelahnya panggilan pun berakhir. Btari menatap penuh takjub kontak nama Aileen di ponsel Alaska. Kini wanita itu tahu kenapa Alaska memanggil Aileen sugar mommy. Kakaknya itu benar-benar sangat memberi dukungan apa pun demi kenyaman sang adik. Persis seperti seorang mama gula yang bergelimang harta dan menghambur-hamburkan uang untuk menyenangkan sugar baby-nya.
***
Surabaya, 18 Oktober 2022
Baca kelanjutan kisah Alaska dan Btari hanya di KaryaKarsa. Link akan saya bagikan di beranda wattpad ya!
Love,
Desy Miladiana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top