#17 : You
There's no way that it's not going there
With the way that we're looking at each other
There's no way that it's not going there
Every second with you I want another
(Julia Michaels ft Lauv - There's No Way)
***
Dalam keheningan malam, mata Btari terpejam erat-erat. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Terus seperti itu sampai bosan hingga mata pun terpaksa terbuka dan kegelapan seantero unitnya kembali menyergap.
Di kejauhan pintu balkon terbuka lebar. Semilir angin pun berembus kencang memasuki seantero unit. Anehnya, Btari merasa hangat terlebih setiap kali memejamkan mata. Sosok Alaska yang memeluknya berjam-jam tadi seolah tetap bisa dia rasakan.
"Ini gila," bisik Btari. Dia mengeluh.
Segera saja wanita itu meraih ponsel di meja kopi. Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Namun, bukan itu yang Btari ingin lihat di ponsel, melainkan foto yang dia pasang sebagai latar ponselnya, Damar. Dalam potret itu tampak mendiang suaminya tengah mengenakkan beskap lengkap saat pesta pernikahan mereka. Ada senyum lebar sambil memamerkan cincin pernikahan mereka.
Btari sengaja memasang foto ini untuk mengingatkan dirinya bahwa dia adalah istri Damar. Hanya saja beberapa bulannya yang kesepian, lalu sosok Alaska yang muncul membuat wanita itu kebingungan. Alaska jadi lebih dominan dia pikirkan, sementara Damar semakin hari semakin tidak lagi menetap dalam kepalanya.
"Nggak boleh, Btari! Nggak boleh!" Btari memarahi dirinya sendiri. Alaska orang baik. Pria itu bosnya dan seharusnya tidak dipikirkan lebih dari hubungan rekan kerja dan teman seberang rumah.
TIba-tiba saja perut Btari berbunyi keras. Sontak dia mengusap perut buncinya. Dengan senyum kecil, dia berbisik, "Kamu lapar ya, Sayang?" tanyanya pada bayi. "Kita cek dapur ya."
Perlahan Btari beranjak dari sofa, lalu bergerak menuju dapur. Dinyalakan lampu bagian itu sebelum akhirnya membuka satu per satu kabinet serta kulkas. Banyak sekali bahan makanan mengingat seringnya memasakan Alaska. Namun, tidak satu pun yang menggugah selera.
"Nasi goreng abang-abang enak sih," gumam Btari sambil menutup kabinet terakhirnya.
Sesaat dia bingung. Di satu sisi ngeri untuk keluar tengah malam seorang diri hanya untuk membeli nasi goreng, sekalipun langganannya berada di seberang area apartemen. Sedangkan di sisi lain, Btari ngidam berat.
"Beli pake ojek online!" putus Btari.
Diraihnya ponsel untuk diutak-atik. Hanya saja karena sudah malam, pilihannya pun sedikit. Dan sekali lagi, tidak ada satu pun makanan yang bisa membuatnya ingin memesan. Btari ingin nasi goreng langganannya di bawah apartemen. Titik.
"Aku bisa pergi sendiri!" Btari mencoba menguatkan dirinya sendiri.
Bermenit-menit menguatkan mental akhirnya Btari membarikan dirinya untuk masuk kamar. Diraihnya jaket tebal sekaligus dompet. Tidak lupa juga mengenakan masker. Kemudian, bergegas keluar unit.
Hanya saja ketika melihat pintu unit seber untuk sesaat Btari mematung. Sebagian hatinya tergelitik untuk mengetuk dan minta ditemani Alaska. Namun, sebagian besar merasa itu bukan hal yang baik untuk dilakukan seorang tetangga beda jenis kelamin.
Pada akhirnya, Btari memilih pergi sendiri. Baru akan bergerak tahu-tahu saja pintu unit Alaska terbuka. Pria itu dengan pakaian itdur serba abu-abunya muncul. Rambut acak-acakan dan sedikit lingkar hitam di bawah mata.
"Kamu ... nggak tidur?"
Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Btari. Alaska sendiri langsung menyetujui dengan anggukan kepala. Pria itu meringis. "Kalau besok minggu saya punya kebiasaan begadang sampai pagi buat selesaikan misi gim, Mbak. Terus saya nggak sengaja denger suara pintu terbuka karena satu-satunya tetanggaku hanya kamu, jadi aku langsung keluar. Kamu ... ngapain? Dan kenapa pakai masker?"
Bukannya langsung menjawab Btari malah asyik menatap Alaska. Tanpa sadar wanita itu membandingkan pria di depannya ini dengan mendiang suaminya. Damar orang yang serius. Hiburannya bukanlah gim, tapi video-video penting mengenai ekonomi global. Sedangkan Alaska, pria itu hanya serius jika menyangkut pekerjaan sisanya penuh dengan canda dan tawa.
"Halo, Mbak!"
Btari tersentak. "Saya mau beli nasi goreng abang-abang di bawah, Pak."
Mata Alaska mendelik. "Sendirian banget?"
"Mau sama siapa lagi?"
"Sama saya kan bisa!" Alaska mendengkus sambil geleng-geleng. "Mbak, kita kan tetangga. Wajar kok kalau saling tolong-menolong. Ketuk aja pintu unit saya kalau emang mau ditemenin makan toh saya suka makan. Bentar ya, saya ambil dompet dan juga sandal."
Belum juga Btari merespons, Alaska sudah kembali masuk unitnya tanpa menutup pintu. Untuk sesaat wanita itu terdiam lama sekali sambil mencerna perasaannya sekarang. Ada setitik euforia yang meletup-letup di sudut hatinya.
***
Selama perjalanan turun dari unit menuju bawah apartemen, satu-satunya yang menemani Btari dan Alaska adalah keheningan. Tidak ada seorang pun yang berusaha membuka percakapan. Anehnya, tidak ada rasa canggung melainkan hal yang wajar.
Btari sendiri lelah fisik, tapi perutnya merontah-rontah ingin diberi makan. Sedangkan Alaska, entah apa yang pria itu pikirkan.
"Nasi goreng yang itu, Mbak?"
Alaska akhirnya bersuara begitu mereka sudah berdiri di depan pos sekuriti apartemen. Tangannya menunjuk sebuah gerobak biru yang terlihat sepi. Namun, bagian kacanya masih ada sisa bahan makanan yang belum habis dimasak.
"Itu langganan saya dan ... Damar. Kami sering makan di situ," terang Btari. "Enak."
"Jadi penasaran, seenak itukah sampai kamu rela keluar unit malam-malam kayak gini." Alaska terkekeh. "Kalau gitu kita nyebrang bareng-bareng ya, Mbak. Makin malam biasanya emang makin sepi jalanan, tapi pengemudi kadang makin menaikan kecepatan di jalanan. Jadi ... bahaya, apalagi ini masih masuk jalanan utama."
Tidak ada balasan Btari. Wanita itu bergerak begitu saja. Namun, baru beberapa langkah tiba-tiba tangannya ditarik keras. Tak lama sebuah motor melewati depan matanya dengan kencang.
"Gila!" omel Btari dengan mata melotot.
"Hampir aja, Mbak." Alaska geleng-geleng kepala. Tangan pria itu tahu-tahu saja menggenggam kuat tangan Btari. "Maaf ya, Mbak, saya gandeng bentar."
Tanpa bisa menolak, Btari membiarkan Alaska menuntutnya untuk menyebrangi jalan. Bukannya menatap ke depan, wanita itu malah asyik menatap tangannya yang digenggam Alaska. Sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa sudah sampai di seberang.
Gue kenapa sih? Rengek Btari pada dirinya sendiri.
"Nasi gorengnya dua ya, Pak. Dibawa pulang."
"Makan di sini!" timpal Btari cepat. Wanita itu tidak akan membiarkan dirinya tahu-tahu berada dalam ruangan tertutup bersama Alaska atau perasaannya makin tak keruan. "Lebih ringkas makan di sini daripada dibawa pulang."
Alaska mengerutkan kening. "Mbak, ini pandemi lho. Bukannya kamu nggak suka—"
"Nggak apa-apa sepi ini," jawab Btari cepat sebelum Alaska terlalu jujur masalah sikap higenisnya. "Udah jangan debat lagi, Pak, saya lapar. Lagian saya ngidamnya makan di sini."
Setelahnya Alaska hanya mengangguk. Pria itu langsung berdiri di samping penjual nasi goreng. Sedangkan Btari duduk di salah satu kursi plastik. Tatapannya harusnya tercurah pada jalanan sepi atau ponsel. Namun, sosok Alaska malah membuatnya tertarik.
"Istrinya hamil bulang, Pak?" Penjual nasi goreng yang sejak tadi diam mulai bersuara.
Alaska tidak langsung menjawab. Pria itu melirik sekilas ke arah Btari, baru menjawab, "Kayaknya lima atau enam bulan, Pak. Mbaknya ini bukan istri saya, Pak. Dia ... kakak saya."
"Saya kira istrinya, Pak. Habisnya romantis banget nyebrang jalan pake pegangan tangan." Penjual terkekeh. "Suami mbaknya sendiri ke mana, Pak? Kok adiknya yang nemenin?"
Kali ini lirikan Alaska lebih meminta bantuan menjawab. Btari pun segera mengambil alih. "Suami saya udah meninggal, Pak. Covid. Adik saya ... dia akhirnya yang nemenin saya sekarang."
Penjual nasi goreng langsung menghentikan aktivitasnya. Ditatapnya Btari lekat-lekat dan penuh simpat. "Saya turut berduka, Mbak."
"Udah lama, Pak. Santai aja." Btari meringis. Dan harus diakui kenyataan Damar meninggal tak lagi menyedihkan untuknya.
"Untung sekarang ada adiknya. Badannya berotot pasti bisa sehat selalu buat jagain Mbaknya."
"Doain aja ya, Pak, saya sehat terus. Biar Mbak saya nggak sendirian lagi," balas Alaska.
Btari sendiri diam saja. Sosok Alaska masih membuatnya terpaku. Kalau harus jujur, dia senang Alaska tidak memberi jawaban yang membuat seseorang ambigu apalagi sampai mengira pria itu adalah suaminya. Artinya permintaan maaf waktu itu benar-benar tulus.
Namun, di satu sisi, ada kekecewaan yang hinggap di hati Btari. Karena artinya Alaska benar-benar menganggapnya seorang kakak tidak lebih.
Kenapa kecewa sih? Btari geleng-geleng kepala. Sangat bingung pada dirinya sendiri.
"Nasi goreng abang-abang siap!"
Tahu-tahu saja sepiring nasi goreng sudah berada di depan mata Btari. Wanita itu mendongak seraya mengambil makanannya. Namun, lagi dan lagi senyum lebar Alaska sukses membuat debaran jantungnya berdegup kencang.
"Makan, Mbak," ucap Alaska yang dibalas anggukan Btari.
Dalam keheningan kepala Btari seolah dipaksa berpikir. Sampai sebuah obrolan di masa lalu muncul dalam benaknya. Dan entah mengapa malam ini, mulutnya seolah ingin membahas masalah obrolan itu kembali dengan sudut pandangnya.
"Pak Alaska," panggil Btari yang hanya dibalas gumam Alaska di depannya. "Kalau saya terinfeksi covid, kamu ... jangan deket-deket sama saya ya. Apalagi kepikiran buat urusin saya."
Mata Alaska mendelik. "Kenapa gitu?"
"Sederhana aja, Pak, saya nggak mau ngerepotin. Lagian saya juga yakin bisa melewati itu seorang diri seperti yang sudah-sudah."
"Saya nggak janji," jawab Alaska. Ekspresi pria itu tampak tidak senang. "Kalau saya sakit, ada kakak saya yang punya kekuatan untuk bantu saya dari jauh. Sementara kamu, terlebih dengan kondisi kamu, Mbak, saya yang tetangga kamu nggak akan segila itu membiarkan kamu untuk seorang diri apalagi saat sakit."
"Kenapa ... kamu baik?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Btari.
Alaska mengedikkan bahu. "Karena saya baik aja. Lagian kan saya pernah bilang sama kamu, Mbak, di sini kamu satu-satunya orang terdekat saya. Kalau kamu kesusahan, saya akan berusaha keras menjadi orang pertama yang bantu kamu."
Senyum Alaska melembut, jantung Btari berdegup kencang. Harusnya sejak awal dia menolak ditemani membeli nasi goreng. Karena sekarang jantung Btari mulai porak-poranda.
***
Surabaya, 27 September 2022
hai hai, saya nggak ngedit lagi jadi moohon maaf kalau ada typo atau tata bahasa yang hadeh hehehe. Semoga suka dan ditunggu ya kisah Mbak Btari dan brondongnya.
Jangan lupa mampir ke Suddenly Marry The King ada di wattpad. Aku re-upload versi baru ya :p
Love,
Desy Miladiana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top