#15 : Because of Covid
Maybe I came on too strong
Maybe I waited too long
Maybe I played my cards wrong
Oh, just a little bit wrong
Baby I apologize for it
(Ed Sheeran - Dive)
***
"Mbak Btari, saya minta tolong bilang anak-anak kalau kita rapat sekarang ya. Saya duluan," ucap Alaska begitu keluar ruang kerjanya.
Btari yang memiliki kubikel tepat di depan pintu masuk Alaska langsung berdiri. Dia mengangguk sopan seraya menggiring kepergian Alaska menuju ruang rapat.
Sesampainya di ruang rapat, Alaska langsung menduduki kursi yang berada paling jauh dari layar presentasi. Sambil menunggu, pria itu merenungi apa yang terjadi beberapa hari terakhir. Lebih tepatnya pasca usaha minta maaf pada Btari siang itu.
Ucapan minta maaf itu cukup berhasil karena Btari tidak lagi terlalu menghindarinya. Masih ada saling lempar senyum walaupun canggung. Meski begitu tidak ada lagi makan bersama karena setiap mendekati jam makan tahu-tahu saja sudah ada kotak makanan di depan apartemen Alaska.
Berkat itu juga, Aileen mengomel karena Btari masih bersikeras mundur menjadi juru masak Alaska. Karena sudah berjanji untuk tidak memaksa seniornya itu, jadi Alaska hanya bisa minta maaf pada Aileen karena dia belum berhasil mengembalikan sosok Btari seperti sebelum kekacauan pria itu buat.
Bunyi banyaknya derap langkah kaki menarik Alaska kembali ke dunia. Satu per satu anak keuangan menduduki kursi mereka. Anya dengan laptop di tangan langsung menduduki sisi kiri Alaska. Jalannya agak lemas menjadikan pria itu berkerut sesaat.
Namun, sosok Btari yang muncul setelahnya membuat Alaska mengabaikan sosok sekretaris barunya itu. Pelan, tapi pasti Btari bergerak menduduki sisi kanan Alaska. Kali ini hanya ada sebuah buku agenda yang wanita itu bawa.
Semua orang sesaat terdiam. Alaska memperhatikan kanan dan kiri, memastikan semua orang berhenti beraktivitas dan fokus padanya. Sebelum akhirnya, pria itu berdehem pelan memberi sambutan, "Selamat siang semuanya, Saya tahu kita baru selesai makan siang dan tahu-tahu aja ada rapat mendadak, jadi—"
Kata-kata Alaska seketika terhenti saat mendengar suara batuk kencang di sisi kirinya. Sontak pria itu mendorong kursinya mundur. Agak ngeri dan menuduh, dia berkata, "Kamu kena covid, Anya?"
Agak panik Alaska meraba kantong-kantong bajunya untuk mencari keberadaan hand sanitizer semprot yang selalu dibawa ke mana-mana. Sialnya, benda itu tidak ditemukan dan kepalanya memunculkan ingatan bahwa benda itu tengah terduduk manis di dekat keyboard ruang kerjanya.
Sial! Pake acara ketinggalan, maki Alaska.
Anya mendongakan kepala. Batuk yang kembali datang membuat tatapan wanita itu tampak sayu saat membalas, "Kemarin ... negatif, Pak."
"Negatif itu waktu swab massal tiga hari yang lalu, Anya?" Btari ikut bersuara dan dibalas anggukan lemah Anya.
"Tapi kan masa inkubasi covid itu 14 hari, Pak, Bu. Apalagi kan swab nggak akurat. Bisa aja kemarin negatif karena daya tahan tubuh Anya lagi bagus, tapi sekarang udah enggak."
Celetukan salah satu pegawainya sukses membuat Alaska kembali memundurkan kursinya. Tahu-tahu saja benda itu bertabrakan dengan kursi lain. Sontak dia menoleh dan wajah Btari sudah sangat dekat.
"Sori, Mbak," bisik Alaska. Jantung pria itu berdebar, tapi harus mati-matian dia sembunyikan. "Saya ... nggak tahu."
Btari hanya mengangguk. Matanya melirik Anya meminta Alaska untuk fokus pada anak buahnya.
Sekali lagi Alaska berdehem. Otaknya berusaha dengan cepat mencari solusi untuk Anya dan juga para pegawainya saat ini,
"Karena saat ini kita belum pasti dengan kondisi Anya apakah hanya flu biasa atau covid, jadi saya minta Anya untuk pulang lebih dulu. Kamu ambil tes PCR buat pastiin apakah kamu positif atau tidak, apa pun hasilnya langsung kabarin Bu Btari," putus Alaska pada Anya.
Tanpa penolakan Anya langsung beranjak, lalu perhatian Alaska tertuju pada semua pegawainya termasuk Btari di sisinya. "Ruangan ini lebih baik kita sterilkan dulu. Untung rapat mendadak ini kita pending sampai saya kabarin lagi. Semuanya juga boleh pulang dan pastikan untuk cek ulang kondisi kalian. Kita udah pernah kehilangan manajer keuangan karena covid, jadi saya nggak mau ada kabar kehilangan anggota lagi di sini. Mengerti?"
"Siap, Pak!"
Begitu para pegawai keuangan menghilang, giliran Alaska dan Btari yang menyusul. Sebelum benar-benar keluar ruangan, Alaska berbicara dengan suara pelan, "Kita juga pulang, Mbak. Dan saya sangat menyarankan kamu pulang sama saya karena jika kita berdua terkena virus dari Anya, kita nggak menularkan ke orang lain lagi."
Sesaat Btari terdiam. Namun pada akhirnya, wanita itu mengangguk. Alaska sendiri tanpa sadar menghela napas lega. Setelah sekian lama mereka berjarak, ternyata covid lah yang menyatukan mereka.
***
Btari mendadak jadi super sibuk dengan menelepon banyak orang selama perjalanan pulang. Bukan hanya karena Anya yang mendadak sakit, tapi juga keberadaannya bersama Alaska memaksanya untuk langsung mengeksekusi apa yang atasannya itu perintahkan.
"Lantai divisi kita akan didesinfektan sore ini, Pak, setidaknya sampai semua orang di kantor pulang," terang Btari begitu menutup telepon terakhirnya. "Pak Fathir juga bilang keuangan bisa work from home sampai hasil tes Anya keluar. Kalau positif lanjut work from home selama dua minggu, kalau negatif bisa langsung kerja keesokan harinya."
Alaska manggut-manggut. "Makasih, Mbak."
Keheningan langsung menyelubungi seantero mobil. Btari sendiri memilih untuk memperhatikan luar atau mana saja selama bukan Alaska. Kejadian beberapa hari dan pernyataan cinta pria itu sukses mengacaukan tatanan hidup Btari.
Terlebih saat ini fokus Btari hanyalah bagaimana dia bertahan hidup dengan kehamilannya. Hatinya juga masih cukup pedih ditinggal Damar meninggal secara mendadak. Namun, wanita itu tidak menampik bahwa Alaska mampu membuatnya nyaman dan menghilangkan rasa kesepiannya.
"Mbak, jangan ngelamun."
Suara Alaska menarik Btari kembali ke dunia. Wanita itu meringis.
"Saya ... mikirin pekerjaan, Pak," dustanya. Dia tidak mungkin mengaku bahwa sedang memikirkan Alaska.
"Kenapa dengan pekerjaan?"
Pertanyaan Alaska sukses membuat Btari memaki dirinya sendiri. Alasannya memang cukup bodoh karena sekarang wanita itu mendadak mulai memikirkan alasan yang cukup logis mengenai pekerjaan untuk dibahas dengan Alaska.
"Faktur-faktur anak purchasing...," jawab Btari begitu saja. Kening Alaska yang berkerut membuat pria itu menuntut penjelasan lebih lanjut. "Ya kan ... kebanyakan faktur-faktur itu masih dalam bentuk fisik, Pak, dan diarsipkan di kantor. Kita memang selama ini menerapkan 50% work from home dan 50% work from office, tapi belum pernah 100% work from home, kan? Jadi saya lagi mikir ... gimana bisa susun laporan kalau faktur-fakturnya di kantor sedangkan kita di rumah?"
Alaska termenung sesaat. Kening pria itu berkerut. Dan kali ini Btari tidak bisa menutupi bahwa atasannya ini cukup menarik dengan ekspresi seriusnya.
"Gudang arsip kita ada agak jauh kan dari area divisi keuangan?" Alaska akhirnya kembali bersuara dan Btari mengangguk. "Gampang, Mbak, nanti kita undi saja siapa yang bertugas ke kantor untuk ubah faktur fisik ke bentuk soft file. Ini juga bisa jadi evaluasi ke depannya kalau semua faktur-faktur purchasing wajib diarsipkan dalam bentuk file komputer. Jadi kalau keadaan darurat gini nggak bingung. Oke?"
Btari mengangguk. Kemudian dengan cepat mengetikkan masalah pekerjaan itu di ponselnya.
Hingga panggilan lain Alaska membuat Btari kembali mendongak. Tahu-tahu saja mata mereka bertemu dan tidak bisa dihindari ada debaran konyol yang Btari rasakan.
Segera Btari membuang muka. Dia bertanya, "Kenapa, Pak?"
"Mbak, kalau semisal Anya positif, kita harus langsung ikut periksa ya. Soalnya kita yang lebih intens berinteraksi dengan Anya," jelas Alaska yang langsung disetujui Btari. "Terus kalau kita sudah periksa dan ternyata saya positif, kamu jauh-jauh ya, Mbak. Nggak usah kirim-kirim makanan ke saya dulu apalagi punya inisiatif urus saya yang lagi isolasi mandiri."
Btari mengerutkan kening. "Pak, walaupun hubungan kita ... profesional, tapi saya nggak akan setega itu biarin kamu sendirian di apartemen kamu. Nanti saya bisa dikatain orang sebagai tetangga super jahat atau juga rekan kerja yang kurang simpati."
"Abaikan aja, Mbak, kata orang-orang itu." Alaska mendengkus geli. "Saya hanya nggak mau aja kalau saya positif dan kamu malah ketularan soalnya karena kalau saya tularin kamu, nanti anak kamu juga kena. Janji ya, Mbak, jangan peduli sama saya kalau saya positif covid nantinya?"
Sayangnya, Btari tidak bisa membalas permintaan Alaska karena mereka tahu-tahu saja sudah sampai di apartemen mereka. Hanya satu yang pasti, ada debaran yang muncul karena Alaska. Seandainya saja tidak ada Damar, belum ada kehamilan saat ini, mungkin sangat mudah bagi Btari untuk menyukai Alaska.
***
Surabaya, 19 September 2022
Hai hai, sudah pada kangen Alaska dan Btari nggak nih? Maaf ya minggu lalu hanya update sekali karena sibuk ngurus nikahan saudara dan lagi pengen aja update cerita baru, dibaca ya cerita baruku judulnya Suddenly Marry The King! Cerita ala-ala harlequin terjemahan dengan setting kerajaan, super gemes dengan konflik ringan lol.
Terima kasih untuk kamu yang sudah sabar menunggu kisah Alaska dan Btari, semoga nggak bosa ya ges! Kira-kira apakah Anya positif atau tidak? Atau Alaska dan Btari yang justru positif? haha
Love,
Desy Miladiana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top