BEFUDDLES || 42

Anyeeoongggg

***

PUKUL enam pagi, Aghas sudah berada di lift yang sedang naik ke atas membawanya menuju lantai di mana kamar inap Snowy berada. Masing-masing tangan cowok itu membawa  paperbag, satu berisi tupperware yang menjadi wadah masakan buatan Hazel, sementara paperbag lain berisi boneka manusia salju yang Snowy minta untuk di bawa.

            Cowok itu mengetuk pintu sekali, langsung di buka oleh Summer yang terlihat suntuk. "Gue mandi dulu," ucap cowok itu, kemudian berlalu ke kamar mandi.

            Aghas mendekat, tersenyum kecil melihat Snowy yang masih tidur pulas. Dia menyimpan bawaannya di cabinet dan kemudian memilih duduk di sisi brankar memerhatikan Putri Salju tertidur.

            Lucu, Aghas ingin membantingnya.

            Sumpah.

            Melihat Snowy yang sepertinya masih belum bangun, Aghas bangkit dari duduknya. Hendak melangkah saat justru Snowy terbangun dengan jeritan keras bersusulan dengan suara air kran di kamar mandi.

            "Ampun, Sher ... lepasin." Snowy terduduk dengan lutut tertekuk sementara wajahnya tenggelam di lutut. "Ampun...."

            "Salju." Aghas mendekat, meraba bahu Snowy tetapi gadis itu terlonjak kaget dan menjerit semakin histeris. "Hei, ini gue, Aghas."

            "Aghas?" Barulah Snowy mendongak, langsung memeluk Aghas begitu cowok itu membungkukan badan ke arahnya. "Gue takut." Pelukan Snowy sangat erat, tubuh mereka menempel sempurna membuat Aghas sadar bahwa badan Snowy gemetar hebat.

            Sepertinya gadis itu ketakutan mendengar suara air.

            "Ada gue nggak usah takut." Aghas mengelus punggung gadis itu. "Sam! Matiin kran air!"

            "Hah?"

            "MATIIN KRAN AIR?!" ulang Aghas berteriak lebih keras.

            "Hah tukeran traktir apa bangsat yang jelas ngomongnya!" omel Summer

            "Matiin kran air anjing!" Aghas jadi emosi.

            Summer yang tidak begitu mendengar akhirnya memilih keluar dengan handuk terlilit di pinggang. "Apa?"

            "Matiin kran air babi!"

            "Oh ngomong dong." Summer kembali ke kamar mandi, mematikan kran airnya. "Udah Ghas. Ghas udah gua matiin."

            "Ghas!"

            "Iya dugong, gue tahu!" Aghas menyahut kesal membuat Snowy yang ada di dekapannya tertawa renyah. "Kenapa?"

            "Kamu lucu."

            Aghas terdiam.

            Bukan karena di sebut lucu. Aghas tidak lucu, dia bukan badut.

            Tapi....

            "Aku?" Aghas membeo menahan salah tingkah.

            Snowy mendongak, mempertemukan ujung hidungnya dengan dagu Aghas yang terbelah samar. "Mm, kenapa nggak suka aku kamu an?"

            Suka.

            Banget.

            "Nggak, geli. Alay."

            Snowy mendengkus, lantas melerai pelukan dan kembali berbaring. "Morning snowman."

            Aghas diam tidak menjawab, memilih membawakan segelas air untuk kekasihnya yang langsung Snowy minum dalam sekali teguk. "Makan sekarang?"

            "Mama lo bikinin apa?"

            "Bubur sumsum, lo katanya mau." Aghas buka tupperware yang di siapkan Hazel.

            Nafsu makan Snowy naik pesat melihat bubur putih yang di atasnya penuh oleh lelehan gulan merah. Bau santan dan pandan juga semakin membuat perut gadis itu keroncongan.

            "Suapin."

            Aghas mengangguk, cowok itu duduk di kursi, dengan telaten menyuapi Snowy yang asyik menonton televisi. Aghas perhatikan gadis itu, meneliti setiap inci dari wajahnya, samar ada peluh yang masih tertinggal di pelipis Snowy.

            Meski berusaha tertawa, tetapi Aghas tahu, gadis itu tidak baik-baik saja. Beberap menit yang lalu Snowy masih ketakutan dalam pelukannya, hanya karena suara air. Dan kini, gadis itu sudah tertawa sangat keras.

            Sungguh mencurigakan.

            "Kenapa? Lo, kok, lihatin gue gitu banget?"

            Aghas menggeleng. "Makan yang banyak, biar cepet sembuh."

            "Ish! Gue nggak sakit kali!" Snowy mendengkus sebal, dia makan banyak sesuai keinginan Aghas sampai bubur itu habis tanpa sisa.

            Summer yang baru saja keluar sontak memprotes. "Anjir, abis? Gue belum sarapan cok!"

            "Beli ke bawah." Aghas memberikan ung lima puluh dua lembar.

            Summer berdecak namun tak urung menerima uang itu lalu pergi keluar setelah memakai seragam lengkap dengan dasinya.

            Aghas menoleh lagi pada Snowy, mendapati gadis itu menatap lurus ke televisi, tetapi tatapannya kosong.

            "Mikirin apa?" tegur Aghas seraya menyentuh lutut gadis itu lembut.

            "Gue ... mau cabut tuntutan Liona." Snowy menggumam.

            Gerakan tangan Aghas di lutut Snowy sontak berhenti.

            "Gimana menurut lo Ghas?" Ada kegamangan di nada suara gadis itu yang cukup terdengar jelas telinga Aghas.

            "Kalau menurut gue, jangan."

            "Tapi ... gue kasihan sama Om Argus. Om Argus lagi kritis dia kena serangan jantung karena—"

            "Karena tingkah anaknya. Bukan karena lo," sela Aghas. Cowok itu berusaha menahan emosi yang bergumul di dadanya. "Bukan karena lo, Salju. Nggak seharusnya lo ngerasa bersalah."

            Snowy terdiam beberapa detik. "Lo nggak ngerti perasaan gue, Ghas."

            "Kita semua ngerti perasaan lo. Lo yang nggak ngerti perasaan kita." Aghas mengatupkan rahang. Wajahnya mendadak dingin.

            "Setelah semua kesakitan yang Liona kasih ke lo, dan setelah semua usaha kita buat jeblosin dia ke penjara. Lo seenaknya mau cabut tuntutan? What a joke."

            "Ghas."

            "Nggak akan ada yang setuju sama lo. Mami Papi lo, abang kembar lo, tante lo, Seruni. Bahkan bokap nyokap gue aja nggak akan setuju kalau di tanyain pendapatnya," kata Aghas. "Gue pun nggak setuju. Setelah semua hal buruk yang Liona kasih ke lo, lo pikir kita semua bisa maafin dia dengan mudah?"

            Snowy terdiam. Enggan menatap Aghas. Karena mata Aghas terasa asing baginya. "Gue cuma nggak mau kehilangan Om Argus," ucapnya lirih.

            "Emang lo pikir dengan cara bebasin Liona dari penjara, bisa bikin Om Argus sembuh?"

            "Bisa. Seenggaknya kondisi Om Argus membaik. Om Argus kena serangan jantung karena dengar anaknya di penjara. Dia kaget dan khawatir. Kalau Liona bisa bebas, mungkin Om Argus bakal membaik. Liona bisa rawat Om Argus sampai sehat."

            "Terus? Lo nggak mikirin perasaan bokap nyokap lo?"

            "Memang Mami Papi gue kenapa?"

            "Lo trauma berat Snowy! Lo nggak baik-baik aja! Dan lo minta pelakunya buat di bebasin? Lo nyuruh kita semua lihat Liona bebas dan hidup dengan sedangkan lo menderita sendirian?" cecar Aghas. "Lo nggak waras!"

            "Gue baik-baik aja, Ghas. Gue nggak kenapa-napa." Snowy meyakinkan.

            "Terserah." Aghas bangkit dari duduknya. "Capek gue peduli sama orang kayak lo. Lo mau lepas tuntutan Liona? Silakan. Jangan minta pendapat gue. Perasaan gue, rasa marah gue, rasa khawatir gue, nggak penting buat lo. Pengorbanan gue buat lindungi lo ternayata sia-sia."

            "Ghas."

            "Lo nggak mau kehilangan Om Argus? Lo nggak mau Liona di penjara? Just do it. Cabut tuntutannya. I don't give a fuck about it." Aghas menatap Snowy dengan semua kekecewaan yang terpancar di dua bola matanya. "Gue balik. Jangan pernah cari gue lagi."

            Snowy tertegun tiga detik sebelum kemudian tangannya coba meraih tangan Aghas namun cowok itu lebih dulu menjauh. "Ghas!"

            Aghas tidak peduli.

            Dia selesai dengan Snowy.

            Dan dia tidak mau peduli lagi.

            Cowok itu keluar dari kamar inap, benar-benar mengacuhkan Snowy walau gadis itu beberapa kali memanggil namanya sambil menangis.

            Gadis itu melepas selang oksigen, mencoba turun sambil mengatur tiang infus. Kakinya baru saja menyentuh lantai namun badan Snowy ambruk begitu saja. Dia terlalu lemas, badannya gemetar sampai tidak mampu menahan bebannya sendiri.

            Snowy menjerit. Menangisi dirinya sendiri, menangisi keadaanya yang tidak berpihak kepadanya. Bukan ini yang Snowy inginkan. Snowy benci jika di hadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama penting baginya.

             Suara pintu yang di buka kembali membuat Snowy menoleh. "Ghas?"

            "Ini gue." Summer masuk lebih dalam, menghela napas saat melihat Snowy terduduk lemas di lantai. Cowok itu menyimpan bungkus plastik makanannya. Lanjut menbantu Snowy bangkit dan merebahkan gadis itu di brankar.

            "Aghas pergi." Snowy mengatakannya di antara sesaknya dada. Dia menangis sesenggukan "Dia ninggalin gue, Sam."

            "Lo yang ninggalin dia, Snow. Lo ninggalin kita semua." Summer menatap nanar. "Demi Argus lo nyakitin banyak orang. Mami, Papi. Winter, Gue, Aghas. Adek kita. Aunty Seruni."

            Snowy terdiam.

            "Lo ingin Om Argus sembuh? Lo ingin Om Argus sehat? Lo mau keluarin Liona dari penjar—"

            "Gue nggak mau Om Argus kenapa-napa! Dia pernah nyelamatin nyawa gue dua kali, Sam! Dua kali! Dan sekarang dia kritis! Dia butuh Liona! Dan gue nggak mungkin diam aja!" Snowy menjerit kesal, tidak ada yang paham dengan kondisinya. Tidak ada yang mengerti perasaan dan pikirannya.

            "Gue cuma nggak mau kehilangan Om Argus! Dia salah satu orang yang penting di hidup gue!"

            Summer terkekeh parau. "Terserah. Semua keputusan ada di tangan lo. Kalau lo mau keluarin Liona dari penjara demi Om Argus, itu artinya lo harus siap kehilangan semua orang yang sayang sama lo. Bukan hanya Aghas, tapi Mami Papi juga."

            ***

            Menggunakan kursi roda yang di dorong oleh perawat, Snowy menyusuri selasar rumah sakit yang sepi karena penguhin penthouse hanya sedikit.

            Dia masuk ke lift yang membawanya turun ke lantai lima, di mana ruangan VIP berada. "Belok kiri Sus, ke ruang ICU."

            Snowy keluar diam-diam. Summer sudah berangkat, dan Arunika yang kini giliran menjaganya sedang terjebak macet. Snowy gunakan waktu itu untuk keluar menemui Argus.

            "Non Snowy, nggak bisa lama. Cuma lima menit." Perawat itu mengingatkan.

            Snowy mengangguk, dia sudah memakai APD di bantu perawat tadi. Gadis itu masik ke dalam dan menemukan Argus terbaring lemah dengan berbagai macam alat penunjang hidup terletak di dadanya.

            Snowy mendekat, mengambil tangan Argus untuk dia pegang erat. "Om...." Bisiknya parau. "Om Argus."

            Tidak ada sahutan atau respons apapun, hanya ada suara EKG yang terdengar di ruangan itu. Snowy terdiam, bingung harus mengatakan apa. Dia hanya mampu menundukkan kepala dalam-dalam sementara tangannya semakin erat mengenggam tangan Argus.

            Dua menit terlewati dalam hening, sampai akhirnya Snowy tersentak ketika jari Argus bergerak. Gadis itu mendongak, mendapati mata Argus mengerjap. "Om!"

            Argus tersenyum lemah di balik masker oksigennya. Ada uap di sana yang menandakan Agus membuka mulut hendak bicara.

            "Aku panggil Dokter dul—" ucapan Snowy terjeda ketika tangan Argus menahannya. Pria itu menggeleng lemah. "Nggak mau panggil Dokter?" Argus mengangguk.

            "Tapi—"

            "Princess." Argus berseru parau nyaris hilang, pria itu tampak kesusahan untuk bicara. "Liona ... Li...."

            "Liona?" Snowy memperjelas. "Om nanyain Liona?" Argus mengangguk. "Mm Liona sebentar lagi bebas. Aku bakal cabut tuntutannya, Om tenang—" Argus mencekal pergelangan tangan Snowy lalu menggeleng keras. "Om?"

            "Jang ... jangan, Li...." Argus semakin kesusahan bicara. "Dia...."

            "Iya, bentar lagi Liona keluar. Dia bisa rawat dan temani om di sini." Tapi Argus menggeleng membuat Snowy bingung. "Om ... om mau Liona bebas?" Argus kembali menggeleng. "Om mau Liona di penjara?" tanyanya, Snowy terkejut ketika Argus mengangguk.

            "Om istirahat dulu. Aku panggil Dokter." Snowy memutar kursi rodanya bertepatan dengan suara mesin EKG berdenging keras. Grafik di layar berubah, ritme jantung Argus tercatat cepat dan tidak teratur.

            Dalam keadaan panik, Snowy menekan bel darurat. Tiga kali dia menekan bel itu sampai akhirnya Dokter datang terburu-buru dan Snowy di singkirkan dari sana.

            Tangis Snowy pecah. Khawatir dan ketakutan. Dia menunggu dengan hati tidak nyaman. Sesak, ada sesuatu yang membuat perasaannya tidak enak. Snowy hanya berharap itu sekedar perasaannya saja. Argus akan baik-baik saja.

            Namun seakan ingin menghancurkan harapan yang baru Snowy lambungkan, dokter itu keluar dengan keadaan lunglai. Dari sorot matanya Snowy bisa tahu apa yan terjadi sekarang.

            Argus tidak bisa di selamatkan.

***

            Liona terbangun dengan jantung berdebar cepat sementara dahinya berkeringat. Gadis itu membuang napas melalui mulut lalu menatap sekitar dan mengebuskan napas lega ketika ternyata dia tidak di rumah sakit.

            Dia baru saja bermimpi buruk, tampak sekali nyata di ingatannya. Argus meninggal. Dan itu adalah mimpi terburuk yang pernah Liona alami.

            Gadis itu merangkak ke depan, dia memegang jeruji sel lalu berteriak memanggil petugas yang berjaga.

            "Kenapa?" seorang polisi wanita datang mendekat.

            "Bu, saya boleh ikut telepon?"

            "Ke mana?"

            "Saya mau telepon ke—"

            "Liona! Atas nama Liona!" suara lantang yang memanggil namanya membuat ucapan Liona terjeda. "Liona!"

            "Di sini Pak!" Liona berdiri. Gadis yang memakai baju oranye khas tahanan itu menatap pada pria gagah yang menghampirinya.

            "Ada telepon buat kamu, keluarin dia." Pria itu menyuruh bawahannya untuk membuka pintu bagi Liona.

            Gadis itu di giring keluar, dengan tangan di pegangi di belakang punggung Liona berjalan menuju meja telepon khusus tahanan.

            Liona duduk, dia mengambil gagang telepon yang tergeletak. Menarik napas panjang Liona lalu menyapa. "Halo?"

            "Liona."

            Liona hapal suara itu. Meski berbisik parau, tetapi Liona tahu itu adalah suara Snowy. "Snowy, kenapa?" tanyanya.

            "Om Argus....."

            Liona refleks berdiri dari duduknya. "Papaku kenapa?!" tanyanya namun hanya di balas isak tangis dari sana. "S-snowy jangan bikin aku takut. Papaku kenapa?"

            "Papa lo tunggu lo di sini." Suara Snowy gemetar, membuat perasaan Liona tidak enak. "Mami udah minta ijin supaya lo keluar. Ke rumah sakit."

            Liona lemas seketika. Dia sudah bisa menebak apa yang terjadi tetapi tetap saja bibirnya dengan lirih bertanya. "Papaku ... masih ada kan?"

            Hening.

            Dan Liona mendapatkan jawabannya dari keheningan itu.

            Tubuh ringkihnya melorot, terduduk lemas di sisi meja. Sementara gagang telepon yang dia pegang sudah telepas. Menggantung di udara dengan panggilan yang masih terhubung.

            Liona menangis keras, meraung beberapa kali memanggil Papa.

            Dan raungan itu terdengar jelas oleh Snowy yang terduduk lemas di depan ruang ICU.

            Gadis itu menatap kosong ke depan. Pada Arunika dan Radhit yang terlihat dari jendela tengah menangisi jasad Argus yang sudah tertutup kain.

            Snowy menangis lagi.

            Hari ini dia kehilangan dua orang penting dalam hidupnya. Aghas dan Argus.

            Aghas.

            Satu nama yang membuat hati gadis itu berdenyut sakit.

            Jika Argus tidak bisa dia tahan lagi kepergiaanya.

            Maka Aghas masih bisa dia perjuangkan untuk tetap di sisinya.

            Snowy mengambil ponsel di saku kemeja rumah sakitnya. Dia mencari nomor Aghas lalu menekan pilihan telepon.

            Dering pertama terdengar bersamaan dengan suara nyaring telepon dari satu ponsel. Snowy menoleh ke samping, mendapati Aghas berdiri di lorong sana dengan tatapan lurus kearahnya.

            Snowy menunduk, merasakan debar jantungnya yang begitu nyeri. Dengan tenaga yang dia punya, Snowy memutar oda kursi yang dia duduki. Menggerakannya untuk maju menuju Aghas.

            Tidak tega melihat gadis mungil itu kesusahan, Aghas memutuskan untuk berjalan mendekat. Dia melangkah lebar, lalu membungkukkan badannya agar Snowy mudah untuk memeluk lehernya.

            Snowy eratkan pelukan itu, menghirup rakus harum dari leher dan rambut Aghas. "Jangan tinggalin gue, Ghas," pintanya lemah. "Maaf kalau gue egois dan mikirin perasaan gue sendiri."

            "Mm."

            "Ya? Jangan tinggalin gue?"

            Aghas diam.

            "Ghaaaasss."

            "Apa?"

            "Jangan ninggalin gue. Lo nggak akan dapat lagi cewek cabul kayak gue lagi di dunia ini."

            Bibir Aghas berkedut geli. "Janji satu hal dulu."

            "Apa?"

            Aghas berbisik pelan, sangat pelan sampai hanya Snowy yang hanya bisa mendengarnya. Gadis itu melotot dengan wajah merah, dia berikan tamparan keras di punggung Aghas saat mendengar janji yang Aghas inginkan. "Apaan sih," dengkusnya menahan blushing dengan usaha keras.

***

04 Januari 2023.

10K komen buat update besok 🥰🫶🏼

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top