BEFUDDLES || 41
Baru aja libur update sehari, udah di teror 😭👍🏻
Baca sampai bawah! Awas aja kalau ga di baca! Aku nggak akan jawab kalau nanti kalian tanya2!!! 😠
***
MENGELUARKAN mobil Rush merah marun dari garasinya, Aghas mendelik begitu dia melihat Shaga menyeringai sambil memutar-mutar kunci mobil Lexus milik Aghas. pria itu tidak memberikan ijin pada Aghas untuk membawa mobil tersebut, Shaga bahkan menyita kuncinya.
Alasannya? Shaga dendam karena Aghas meminta Winter mengeluarkannya dari Group bernama PENGABDI SNOWY. Group itu didirikan Oleh Summer tadi subuh, anggotanya cowok semua. Radhit, Shaga, Aghas, Winter, Summer, Erfan dan Erhan.
Baru saja Shaga menimbrung di group itu, tetapi Aghas sudah meminta Winter untuk mengeluarkannya. Dan kampretnya, dia betul-betul di keluarkan dari group chat itu.
"Berangkat!" Aghas berpamitan ketus pada Shaga.
"Hati-hati, ya! By the way, Papa sama Mama mau jengkuk Snowy sekarang."
Di dalam mobil Aghas mengangguk. "Lantai teratas, Penthouse satu. Telepon Om Radhit aja kalau nggak di kasih ijin masuk."
Shaga mengacungkan jempol, pria itu lalu masuk sementara Aghas memajukan mobilnya keluar dari gerbang.
"Katanya mau bawa lexus," decak Erfan begitu Aghas menghampiri keempat saudara Snowy itu.
"Lexus sempit, nggak muat." Kalau di pikir-pikir itu bukan alasan. Lexus milik Aghas hanya bisa menampung empat orang sedangkan mereka berlima. "Masuk!"
Keempat cowok itu masuk. Winter di samping kemudi, sementara tiga sisanya di belakang.
"Bang mau lamar ke Papi nggak?" tanya Erfan pada Aghas setelah menutup pintu di ikuti oleh suara kunci.
Aghas mengejap. "Lamar siapa? Snow—"
"Lamar jadi supir. Ke Papi," sela Erfan serius.
Summer sontak tertawa. "Gantiin Om Argus, Ghas. Jadi supir pribadi Snowy."
Aghas memutar bola mata menanggapinya, dia kemudian menyimpan ponsel di phone holder yang tertanam di dashboard mobilnya. Baru saja dia hendak tancap gas, namun urung ketika benda pipih itu berdering.
Ada panggilan video dari Snowy yang langsung Winter reject. "Di larang memainkan ponsel, telefonan apalagi video call saat mengendarai mobil."
Aghas berdecak. "Bentar, dia ngambek nanti kalau nggak di angkat."
"Ehm bucin." Summer berdeham.
"Emang," sahut Aghas. cowok itu menelepon balik Snowy, namun sampai dering terakhir, gadis itu tidak menjawabnya juga padahal Snowy sedang online. "Tuh, kan. Ngambek."
Aghas membuka kamera ponsel, mengarahkannya pada Winter menggunakan tangan kanan sementara tangan kirinya mengacungkan jari tengah tepat di depan wajah Winter lalu
Klik.
Satu foto berhasil Aghas ambil, langsung mengirimkannya pada Snowy lengkap dengan keterangan. Di reject sama Winter barusan, angkat telepon gue.
Winter mendengkus tidak peduli dan memilih diam menatap lurus ke depan.
Tidak lama kemudian, ponsel Aghas kembali berdering. Panggilan video dari Snowy menerbitkan senyum Aghas yang tidak pernah terumbar pada siapapun.
Detik di mana Aghas menekan jawab, detik itu juga Winter, Summer Erfan dan Erhan mendekat. Dan berembut tempat agar wajah mereka muat di layar. "Halo princess."
Di sana Snowy memutar bola mata. "Awas kalian kurcaci! Gue mau lihat wajah ganteng ayang gue!"
Aghas menatap saudara Snowy dengan senyum sombong sebelum kemudian menjauhkan ponselnya dari mereka dan mengarahkan benda pipih itu pada wajahnya sendiri dengan jarak yang cukup dekat sampai hanya hidung dan bibir Aghas saja yang terlihat.
Snowy membasahi bibirnya sendiri melihat bibir ranum Aghas yang merah alami.
"Jangan ke bibir kameranya."
"Kenapa? Lo kangen di cipok?" Bukan, bukan Aghas yang bertanya melainkan si Summer yang kini terkekeh.
"Gue mau berangkat ini, nanti istirahat video call," kata Aghas.
"Ya udah mana lihat wajah gantengnyaaaaaa, gue nggak semangat kalau belum lihat wajah lo."
Aghas berdeham, melirik empat orang cowok yang menatapnya jijik. Tetapi dia abaikan saja, pura-pura tidak melihat itu dan menjauhkan ponsel agar wajahnya terlihat di seluruh layar.
"Hsdjejdjdk ganteng banget woy! Will you marry me?!" todong Snowy.
Aghas memutar bola mata lalu mematikan panggilan video itu setelah mengatakan bahwa Shaga dan Hazel akan menjenguk ke sana.
"Will you marry, apaan." Aghas tidak sanggup menahan senyum bodohnya lebih lama.
Cowok itu tidak sadar, wajah sampai telinganya merah. Membuat Summer dan Erhan menganga tak percaya. Ternyata cowok sesangar dan sesadis Aghas bisa blushing juga.
"Bang." Erhan menatap Summer.
"Apaan?"
"Cipok itu apa?" tanyanya. "Tadi abang bilang cipok."
Bibir Summer berkedut, dia melirik kembarannya lewat spion tengah. Jadi kaget sendiri ketika ternyata Winter sedang menatap tajam penuh peringatan padanya. Summer berdeham. "Cipok itu cilok Pin. Kayak jagung, kalau bahasa sundanya jagong. Nah kayak begitu."
Erhan mengangguk paham. "Abang cilok di luar gerbang sekolahku juga orang sunda."
"Mm. Bagus. Kasep si mang na pasti." Summer menanggapi cuek sambil bermain ponsel.
Dia tidak tahu, bahwa setelah Erhan dan Erfan di turunkan dari mobil saat sampai sekolah. Erhan langsung berjalan menuju gerobak cilok yang kebetulan sedang di kerumuni oleh beberapa cewek.
"Han! Buru!" Erfan berteriak tidak sabaran.
"Kamu duluan. Aku jajan dulu," jawab Erhan. Anak cowok itu mendekat ke sisi mang cilok, dengan senyum lebar dia berujar. "Mang! Aku pengen cipok kayak biasa ya."
Mang cilok menatap horor. "Den, saya nggak homo. Jelek-jelek gini saya masih laku ke perempuan."
***
Argus masuk ICU karena serangan jantung.
Itu kabar yang mengejutkan bagi Snowy yang baru saja bangun. Di beri kabar buruk itu, langsung saja Snowy merasa bersalah. Argus pasti terlalu kaget karena Liona di laporkan polisi.
"Sekarang keadaannya gimana, Pi?"
Radhit menatap Arunika sebentar lalu tersenyum pada Snowy. "Baik. Nanti siang udah bisa kembali ke kamar inap."
Bohong.
Keadaan Argus justru memburuk. Tetapi Radhit dan Arunika sudah sepakat untuk tidak memberitahukan keadaan Argus sebenarnya kepada Snowy.
Alasannya?
Mereka tidak ingin Snowy khawatir. Mereka juga tidak ingin gadis itu goyah karena rasa kasihan dan bersalah. Walaupun di luar tampak kasar sebenarnya Snowy berhati lembut. Gadis itu tidak tegaan, mudah memaafkan orang yang dia sayang, dan mereka takut Argus membujuk Snowy agar melepaskan Liona dari jeratan hukum.
Apalagi dalam keadaan Argus yang lemah dan memburuk, Snowy pasti akan mengabulkan apapun permintaan pria itu.
"Aku mau jenguk, dong." Snowy menegakkan badan sambil berusaha melepas selang oksigen di hidungnya.
Arunika langsung menahan. "Princess, kamu bisa jenguk Om Argus nanti. Sekarang pulihkan dulu badan kamu," cegahnya. "Please, nurut sama Mami sekali aja," imbuhnya lagi saat sang Putri hendak menolak.
Melihat kekhawatiran di mata Ibunya, akhirnya Snowy kembali merebahkan badan. "Aku bosan Mi, mau sekolah," adu Snowy.
Aghas, Winter, Summer, para cowok itu pergi ke sekolah sementara Snowy di tinggal sendiri. Dia bosan. Ingin ikut pergi sekolah juga tetapi Radhit melarang.
Tentu melarang, kondisi Snowy belum stabil. Meskipun gadis itu terlihat ceria saat bangun, tetapi saat tidur Snowy banyak menangis. Tanpa di sadari tentu saja.
Selain menangis, gadis itu juga mengigau. Mungkin bermimpi buruk. Seperti malam kemarin, Snowy beberapa kali menangis. Radhit dan Winter yang berjaga sontak mendekat namun ternyata Snowy menangis dalam tidurnya.
Radhit rasa, trauma Snowy memang bertambah parah. Cukup parah, sampai-sampai saat mendengar suara air dari kamar mandi saja gadis itu langsung bangun dan menangis ketakutan.
"Minggu depan baru kembali sekolah," kata Radhit.
"Lama Pi!" Snowy memprotes. "Hari kamis ada pensi."
"Udah di undur. Papi yang minta."
"Hah?!" Snowy tercengang. "Jangan bercanda Pi."
"Papi kamu serius. Kejadian kemarin di kolam renang tersebar ke sekolah lain. Kepala Sekolah putusin buat undur acara pensi nya." Arunika menyahut sambil berjalan mendekat dan menaruh buah mangga yang sudah dia potong kecil.
"Jadi aku masih bisa ikutan pensi."
"Sembuh dulu."
"Iya Mami iyaa."
Snowy berdecak, kesal karena Arunika dan Radhit memperlakukannya seperti orang sekarat. Tidak boleh ini tidak boleh itu. Hanya boleh tidur makan, tidur makan.
"Habis makan mangga, tidur ya Nak. Istirahat."
Tuh kan!
***
Liona mendongak begitu seorang polisi memberikan jatah makannya. Gadis itu berdiri, sambil memegangi jeruji dia bertanya. "Pak, Papa saya belum ada ke sini?"
"Kalau beliau sudah datang, mungkin kamu sudah pulang sekarang."
"Kalau orang tua saya gimana?" Sherin ikut berdiri di ikuti Stasia juga Sahara. Ketiga gadis itu tampak kacau dengan mata sembab karena banyak menangis.
Polisi itu menggeleng kepala. "Belum ada yang ke sini," beritahunya.
Liona, Sherin, Stasia dan Sahara belum resmi menjadi tersangka karena laporan dari Arunika belum di sertai bukti kuat. Mereka masih bisa di pulangkan kalau ada orang tua atau wali yang datang ke sini.
Sementara besok adalah hari terakhir untuk Arunika memberikan bukti, jika bukti itu sudah ada, maka laporan wanita itu bisa di ajukan dan di bawa ke meja hijau. Dan keempat gadis itu bisa berubah status menjadi tersangka atau pelaku.
Polisi itu menatap Liona."Saya dengar Papa kamu sakit. Tadi pagi Ibu Arunika ke sini, saya sempat tanyakan kondisi Papa kamu karena gimanapun kamu masih bisa di bebaskan kalau Papa kamu bawa pengacara. Tapi katanya, Papa kamu kena serangan jantung, dan sekarang belum sadar."
Liona lemas seketika, "Papaku serangan jantung?" mata gadis itu sayu, tatapannya kosong, ada air yang menggenang di pelupuk mata yang bisa saja turun kalau Liona berkedip.
Polisi muda itu menghela napas. "Orang tua mana yang nggak kaget saat dengar anaknya terlibat kasus perundungan? Apalagi perundungan ini hampir mengancam nyawa. Kamu tahu? Kasus ini bisa jadi pembunuhan berencana. Orang tua kamu pasti kaget," katanya tak habis pikir. "Ck, saya nggak paham, kenapa anak SMA jaman sekarang seram-seram. Apa yang kalian dapatkan setelah ngebully teman sendiri?"
Liona menunduk. Tidak ada. Tidak ada yang dia dapatkan selain sedikit lega melihat Snowy merasakan derita.
Tetapi apa yang dia dapatkan tidak sebanding dengan kehilangan yang dia rasakan.
Kehilangan Argus.
Kehilangan masa depan.
Kehilangan kesempatan untuk bisa berubah.
Kini rasanya, semua yang Liona lakukan berujung sia-sia. Alih-alih Snowy yang menderita, malah dia sendiri yang tersiksa.
Liona menghela napas gusar. Bisakah dia mendapatkan kesempatan untuk meminta maaf dan keluar dari sini?
"Pak, boleh saya pinjam telepon sebentar?"
"Kamu mau telepon siapa?"
"Ada di kontak saya pak, namanya Snowy."
Liona akan mencobanya, dia akan memohon dan meminta maaf pada Snowy walau mungkin sangat terlambat.
***
Snowy menendang-nendang selimut dengan kesal. Dia bosan. Dan sedang mencari perhatian Radhit yang kini duduk sibuk dengan laptop.
Pria itu akhirnya menoleh. "Kenapa princess?"
"Mau pulang!" Snowy mencebikan bibir.
"Belum boleh. Kondisi kamu masih lemah, kamu masih harus di awasi Dokter Martine."
"Ish! Dokter Martine aja suruh kerja di rumah!"
Radhit menghela napas. "Udah Papi tawarin tapi dia nggak mau. Udah deh, jangan banyak protes. Kamu di sini biar sembuh, princess." Pria itu akhirnya bicara sedikit keras, namun melihat Snowy yang langsung terdiam dan menatapnya sedih, Radhit jadi merasa bersalah.
Ya Tuhan kenapa anaknya yang satu ini sangat menguras kesabaran?!
"Nanti Papi bicarain lagi sama Dokter Martine ya?" bujuknya.
Snowy mengangguk, lalu menatap televisi lagi. Namun kepala gadis itu tertoleh ketika pintu di buka dan kepala Shaga nongol dari sana. "Princess Snowy, calon mertua mu dataang yuhuuuu." Pria itu masuk membawa banyak makanan di ikuti Hazel di belakangnya.
Bagaikan mendapatkan angin segar, raut wajah Snowy seketika cerah dan senyumnya merekah sempurna. "Sugar Daddy!"
"Heh!" Radhit memperingati.
"Nggak apa-apa, Mas Adhit." Hazel tersenyum, wanita itu masuk lanjut duduk di brankar Snowy dan meraba wajah pucat gadis itu. "Gimana kabarnya hari ini?"
"Bosan," adu Snowy. "Giselle mana tante? Bukannya masuk siang? Nggak ikut?"
"Giselle ada latihan marching band," jelas Shaga. Pria itu mendekat pada Snowy, memberikan dua tangannya yang terkepal. "Pilih kanan apa kiri?"
Snowy memicing mata. "Kok perasaan aku nggak enak, ya? Ada zonk nya nggak?"
"Ayookk pilih aja." Shaga berujar tidak sabaran.
Terdiam beberapa detik, akhirnya Snowy memilih tangan kanan. Shaga membukanya, ada kertas yang terlipat kecil di sana. "Buka," titah pria itu.
Snowy mengambil kertas tersebut, lantas membukanya. "Jalan-jalan ke pantai kalau udah sembuh.Yeaaayy! Janji ya om?"
"Oke! Makanya cepet sembuh!" Shaga mengacak puncak kepala Snowy sebentar.
"Oke! Bentar lagi juga sembuh!" Snowy mengangguk. "Kalau yang kiri apa?" Gadis itu membuka telapak tangan Shaga dan menemukan kertas juga. Dia buka lipatan kertas tersebut dan membaca isinya. "Nikah sama Aghas sekarang juga." Gadis itu langsung manyun. "Aaaaahh ulangi lagi om, ulangiiiiiii. Mau nikah sama Aghaaasssss."
"Tidak bisa, cuma berlaku sekali." Shaga terkekeh, lalu bibirnya berkedut saat melihat Radhit menatapnya tajam. "Untung Snowy pilih yang kanan hehe."
"Kalau pilih yang kiri?" Radhit mengangkat dua alis.
"Ya gimana lagi, nikahin aja mereka."
"Nggak dulu ya." Radhit mendelik. "Ga, kamu kira-kira bisa lama nggak di sini?"
"Rencananya memang mau lama sih."
Radhit mengangguk. "Saya titip Snowy sebentar, saya ada perlu ke sekolahnya buat kumpulin saksi."
"Perlu saya temani nggak?" Shaga menawarkan diri.
"Nggak usah, biar saya sama Arunika aja."
Hazel mengangguk. "Snowy biar kami yang jaga. Mas sama Mbak fokus aja urus semua bukti biar kasusnya cepet beres."
"Oke." Radhit membereskan laptop dan semua barang bawaannya, memasukannya ke ransel lalu mencangklongnya di punggung. "Princess, Papi sama Mami keluar sebentar. Nanti sore kita ke sini lagi, ya?"
Snowy mengangguk. "Hati-hati, Pi."
Selepas kepergian Radhit, Snowy sibuk memakan nasi dan sayur ayam yang Hazel bawa. Wanita itu menyuapi Snowy yang makan dengan lahap. "Eh, ponsel kamu kayaknya bunyi," beritahu Hazel.
Snowy meraih ponsel di nakas, dia mengkerut kening melihat nomor telepon rumah yang tidak dia simpan. "Dari siapa?" gumamnya.
"Jangan di angkat kalau nomor asing," kata Shaga memperingatkan.
"Takutnya penting." Snowy minum air sedikit lantas berdeham. "Halo?" sapanya.
"Snowy?" Suara lemah dan parau di seberang sana membuat Snowy terdiam. "Snow—"
"Kenapa?"
"Ini ... Liona." Suara di seberang sana terdengar oleh Hazel karena volume di handphone Snowy cukup keras.
"Gue nggak kenal lo—"
"Jangan di matiin, please. Ini soal papaku."
Snowy yang hendak mematikan panggilan itu sontak tertahan.
"Papa masuk ICU kamu udah tahu?" tanya Liona.
Snowy diam.
"Papaku serangan jantung, mungkin karena dengar kabar aku di tahan," ungkap Liona. "Keadaannya buruk, dia nggak sadar." Snowy meremas handphonenya saat mendengar suara Liona gemetar. "Snowy, Papaku kritis sekarang."
"Apa?" Snowy terkejut. Bukankah Radhit mengatakan Argus membaik?
"Papaku kritis, dan aku nggak ada di sana." Liona menahan isak tangis di sana, tangannya meremas gagang telepon dengan kuat. "Aku minta maaf Snowy, maaf udah jahat sama kamu. Aku minta tolong, apa kamu bisa keluarin aku dari sini? Aku pengen lihat Papa. Papa nggak punya siapa-siapa selain aku. Nggak ada yang jagain dia, aku khawatir, Snowy."
Entah kenapa, Snowy merasa kasihan.
"Aku—"
Hazel rebut handphone gadis itu. "Jangan manfaatin kondisi Papa kamu buat keluar dari sana! Argus orang baik, tanpa kamu, Argus baik-baik aja dan banyak yang jaga. Kamu khawatir sama Papa kamu? Kamu yang buat dia kristis Liona! Kamu ingin jaga Papa kamu? Selama ini ke mana aja?! Kamu sibuk dengan rasa benci dan iri kamu sampai lupa ada orang tua yang musti kamu rawat! Kamu sibuk menyakiti Snowy sampai lupa, akibat fatal perbuatanmu itu bisa menyakiti papa kamu juga!" Wanita itu mendesis marah. "Jangan hubungi Snowy lagi, atau saya akan minta Arunika buat tambah tuntutan kamu karena coba mempengaruhi korban."
Hazel tutup telepon itu lalu melirik Snowy yang terdiam. "Snowy jangan mau—"
"Tante, aku ... mau cabut tuntutan Liona."
***
03 Januari 2023
Liona maapin jangan sih? 🥹 wkwk
Btw, aku mau bikin AU Pengabdi Snowy. Isinya random aja kayak chat di atas. Menurut kalian aku Up di mana ya enaknya?
Twitter?
Instagram?
Kalian udah follow blm twitter dan ig aku? kalau belum, yuk follow @destharan karena aku sering bikin chat random kayak di atas di ig akuuuu 🥰
Next?
Komen yang banyak di siniiiii🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top