BEFUDDLES || 39

Anyeeeong....

Wih hari terakhir di tahun 2022

Selamat malam tahun baru sayang-sayangku!

Apa harapan kalian di 2023 nanti, ayok tulis di sini! 🤗

***

Di larikan ke Rumah Sakit terbesar dan terbaik di Jakarta, Snowy langsung di arahkan ke ruang inap VVIP bernama Penthouse. Ruangannya sangat besar dengan satu tempat tidur pasien dan satu tempat tidur penunggu yang bisa di pakai dua orang sekaligus.

            Di dekat pintu masuk, ada sofa bed yang muat untuk dua orang, dan di sanalah Winter duduk tenang walau hatinya gusar menanti hasil pemeriksaan Dokter.

            Snowy tidak sadarkan diri sejak di ruang UKS, untunglah ambulance cepat datang hingga gadis itu bisa segera mendapat penanganan.

            Menatap nanar adiknya yang terbaring lemah, Winter merasakan marah yang begitu besar bergumul di dada melihat kulit putih Snowy mulai kebiruan, di kedua pergelangan tangannya ada luka lecet dan memar, pun dengan kakinya. Luka bekas borgol, karena mungkin Snowy terus meronta saat di tenggelamkan di dalam air.

            Bangsat, keparat, bajingan.

            Manusia macam apa mereka sampai tega menyakiti Snowy dengan begitu sadis?

            Dokter selesai memeriksa, pria paruh baya bernama Martine itu menoleh pada Winter. "Papi sama Mami kamu belum sampai, Win?"

            Winter menggeleng.

            "Kalau mereka sudah sampai, tolong segera ke ruangan saya." Dokter Martine pamit di ikuti dua perawat di belakangnya.

            Winter berjalan mendekat ke brankar, seketika hatinya sakit seperti tersayat-sayat melihat air mata tidak berhenti keluar dari sudut mata Snowy. Gadis itu bahkan menangis saat tidak sadarkan diri.

            "Sakit?" tanya Winter, mengusap pelipis Snowy yang terkena air.

            "Ampun ... ampun ... ampun Sar." Snowy menggumam, seluruh badannya gemetar, dingin, dia menggigil. "Sar ... ampun."

            "Princess...."

            "Papi ... papi ... tolong aku."

            "Princess."

            "Sher, ampun ... sakit, Sher."

            Winter terdiam, mengepalkan tangan erat. Mendengar setiap kalimat yang Snowy gumamkan dengan begitu pilu semakin membuat hatinya nyeri. Mungkin, kalimat-kalimat itulah yang Snowy ucapkan ketika tiga manusia biadab itu menyiksanya.

            Snowy meminta ampun, meminta tolong, namun suaranya tidak pernah terdengar karena mulutnya terbekap.

            Winter merasa sesak membayangkn gadis itu ketakutan di bawah air, bertahan untuk tetap bernapas walau kesusahan. Hatinya nyeri, hanya dengan memikirkan sekeras apa usaha Snowy untuk bisa bertahan di dalam air itu.

            "Gue salah apa..." Snowy terisak, dadanya naik turun, suaranya parau nyaris hilang. "Gue ... salah apa sama kalian?"

            Tidak tahan, akhirnya Winter pelan-pelan membangunkan gadis itu. Hanya dengan usapan di kepala tetapi Snowy terbagun dengan keadaan sangat terkejut dan histeris. Gadis itu menjerit saat Winter berusaha mencekal tangannya. "Princess ini—"

            "Ampun ... ampun ... jangan, gue takut." Snowy menangis, menekuk kedua lutut sementara tangannya menutup telinga. "Gue takut .. tolong berhenti."

            "Princess, ini gue, Winter."

            "Winter?" Snowy memfokuskan pandangannya, lalu menghambur memeluk Winter erat. "Gue takut Win, gue takut. Mereka jahat."

            "Ssstt. Mereka nggak ada. Lo mimpi buruk." Winter mengusap punggung Snowy lembut, mengecupi puncak kepalanya dengan sayang. "Cuma mimpi buruk, nggak ada yang bisa jahatin lo selama ada gue di sini."

            ***

            Di gate kedatangan bandara Soetta, seorang wanita tengah berjalan dengan begitu angkuh sambil menggeret kopernya yang cukup besar. Kepalanya toleh kanan kiri, sementara tangan kirinya memegang ponsel yang ia simpan di telinga.

            "Winter! Di mana kamu? Kamu nggak lupa kan mau jemput aunty?!" Wanita itu, Seruni, yang tidak lain adalah kembaran dari Arunika Deolinda Maheswari mengkerut kening ketika mendengar jawaban dari keponakannya. "Di rumah sakit? Mami kamu sakit?!" tanyanya panik.

            "Princess, dia kenapa?" Seruni sedikit menyingkir dari keramaian agar suara Winter bisa lebih jelas terdengar. "Apa?! Terus sekarang di rumah sakit mana? Gimana keadaannya?"

            "... udah sadar, tapi masih syok berat. Bicaranya agak ngelantur, ini baru aja tenang," jawab Winter di sana. "Aunty tunggu, Summer yang jemput ke sana. Mungkin dia lagi di jalan."

            "Oke, kita bicara nanti di sana." Seruni mematikan panggilan, dia lalu mencari kontak Summer, hendak meneleponnya namun urung saat ternyata anak cowok itu sudah ada di depannya. "Sam!"

            Summer berjalan cepat, air mukanya terlihat tidak bersahabat. Suruni cukup peka, dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. "Kenapa?"

            "Mami lama, kejebak macet, belum sampai juga."

            "Mami kamu kemana memang? Nggak di rumah sakit?"

            "Masih di jalan habis dari Surabaya."

            "Pakai mobil?"

            "Heem."

            "Emang bloon dari dulu, udah gampang ada pesawat masih aja pakai mobil. Ya udah kita langsung ke rumah sakit aja. Aunty pengen cepet liat Snowy." Seruni memberikan kopernya pada Summer, wanita itu berjalan duluan, namun kemudian berhenti saat Summer tidak juga menyusul. "Sam! Ngapain bengong!"

            Summer terlihat gelisah saat menyusulnya. "Kenapa? ada apa?"

            "Aunty, kita ke kantor polisi dulu sekarang."

            "Hah? Ngapain?!"

            "Salah satu wali dari Snowy harus datang ke sana buat bikin laporan resmi."

            Seruni mendadak lemas. "Laporan polisi? Ada apa sebenarnya? Kenapa bawa-bawa polisi?"

            Summer menghela napas. "Princess tenggelam di kolam."

            "Iya tahu, makanya kita ke san—"

            "Dia sengaja di tenggelamkan," sela Summer.

            Ponsel yang Seruni pegang meluncur dan terjun bebas ke lantai saking kagetnya. "Apa?" tanyanya lemah.

            "Snowy di jebak, sama temannya. Dia di lempar kolam."

            "Liona? Anak pungut itu yang lempar dia?" tebak Seruni.

            Summer terdiam. "Bukan, tapi kayaknya dia terlibat."

            Seruni mengetatkan rahang. "Udah gue duga, anak itu cuma bawa malapetaka. Harusnya Argus buang aja, jangan mungut anak itu. Bodoh, ngapain dia urus anak wanita tukang selingkuh itu!" Seruni mengomel. "Ya udah, bawa aunty ke kantor polisi. Gue habisin si Liona hari ini."

            ***

            ".... jadi cerita yang benar itu yang mana?!" seorang pria paruh baya berseragam polisi, bernama Firman tengah menatap jengah pada empat gadis SMA di depannya. "Kamu bertiga di suruh sama dia?" tunjuknya pada Liona.

            "Pak, aku nggak pernh suruh mereka. Demi Tuhan!" Liona mengulang lagi kalimatnya.

            "Pak, kami bertiga udah jawab jujur," ujar Sherin. "Kami di suruh sama Liona."

            Polisi itu menekan pelipisnya, sudah satu jam dia duduk di antara empat orang gadis itu, dia tengah membuat laporan agar kasus ini bisa di selesaikan. "Bukti, kalian punya bukti kalau Liona yang suruh kalian?"

            "Liona bicara secara langsung," jawab Sherin lagi. "Kita emang berniat ngerjain Snowy, tapi Liona kasih tahu kalau yang di takutin Snowy itu kolam renang. Dia sama sekali nggak bilang kalau Snowy punya trauma sama kolam. Kalau bapak nggak percaya, ini saya punya chatnya. Liona yang kasih tahu kalau Snowy takut kolam renang." Sherin menyodorkan ponselnya di mana layar menampilkan ruang obrol group mereka.

            "Jadi kalian memang merencanakan pembunuhan ini," gumam Polisi itu menyimpulkan.

            "Pak, saya nggak teribat. Saya udah jawab jujur." Liona ketakutan.

            "Jujur?" Polisi itu membeo. "Saya tanya, apa benar kamu yang kasih tahu mereka soal kolam itu?"

            Liona terdiam.

            "JAWAB!"

            "I-iya, saya yang kasih tahu," cicitnya. "Tapi saya—"

            "Kamu tahu, kalau korban bernama Snowy ini punya trauma terhadap kolam renang?"

            "Pak saya—"

            "TAHU ATAU NGGAK?!"

            "T-tahu pak." Karena dia lah penyebab Snowy trauma.

            "Terus kenapa kamu kasih tahu mereka soal kolam renang itu?" tanya Polisi itu lagi. Liona hanya diam membuat pria itu mendengkus. "Kamu tahu nggak, tanpa sengaja kamu ini bikin Snowy celaka."

            "Tapi saya beneran nggak terlibat pak!" Liona menjawab ngotot. "Mereka bertiga yang merencanakannya, saya nolak pas mereka ajak saya buat ikut terlibat."

            "Ahh got it! Jadi selain kamu yang usulkan kolam renang, kamu juga udah tahu rencana jahat mereka?"

            "Pak bukan—"

            "DIAM! SAYA SEDANG TANYA LIONA!" Polisi itu menyela ucapan Stasia.

            "Jawab, kamu sudah tahu rencana jahat mereka?"

            Liona diam, gelagapan. Ya, dia memang tahu semuanya. Dia sudah tahu bahwa Sherin dan yang lain akan membawa Snowy ke kolam renang. Di sudah tahu kalu Snowy akan di tenggelamkan. Dia memang sengaja memberitahu ketiga orang itu, dia ingin Snowy menderita setelah menolak kata maafnya. Dan dia ... merasa senang diam-diam saat tahu Snowy benar-benar di tenggelamkan.

            "Kenapa kamu diam padahal kamu tahu?" todong si Polisi. "Kamu tahu Liona, kalau aja kamu kasih peringatan sama korban Snowy ini, mungkin rencana mereka bakal gagal."

            Liona menunduk. Tidak, dia tidak sudi memberitahu Snowy. Jika ada kesempatan untuk melenyapkan gadis itu tanpa harus ikut campur tangan, maka Liona tidak akan mencegahnya.

            Dia tidak perlu repot-repot turun tangan untuk menyakiti Snowy, dia hanya perlu diam. Membiarkan Sherin dan yang lain menghabisi Snowy. Tetapi sialnya, ke tiga gadis itu malah menyeretnya begini.

            Ini jelas tidak sesuai dengan keinginan Liona.

            "LIONA, JAWAB!"

            "Saya nggak tahu mereka bakal separah itu mengerjai Snowy, Pak. Saya kira hanya bercandaan biasa, makanya saya biarkan aja dan saya nggak sempat kasih tahu Snowy," jelas Liona. "Saya benar-benar nggak terlibat Pak. Saya hanya kasih tahu soal kolam renang aja."

            "Bohong Pak! Liona dalang dari semuanya!" sambar Sherin. "Dia yang nyuruh kita, pak! Kita emang nggak punya bukti kuat karena Liona bicara secara langsung, tapi kami bertiga nggak bohong."

            "Betul, pak. Kami di suruh Liona." Sahara menimpali. "Liona memang punya dendam pribadi sama Snowy Pak!"

            Polisi itu menghela napas. "Saya akan buat dua keterangan. Siapa yang salah dan yang benar, akan saya selidiki," katanya. "Sekarang, kalian masuk kembali ke sel tahanan. Saya belum bisa membebaskan kalian sebelum ada wali yang datang. Dan kamu Liona, segera hubungi orang tua kamu."

            "PAK!" Keempat orang itu serempak memprotes. Terselip nada enggan, juga takut, tetapi tidak satupun nada penyesalan yang keluar dari mulut mereka.

            "Toto, Cepi! Bawa mereka ke sel!"

            "Siap, Dan!" Kedua polisi muda tinggi gagah sudah siap menyeret empat gadis itu, namun keributan dari seseorang yang baru saja hadir membuat mereka terdiam.

            "Mana! Mana anak si jalang itu!" Seruni, datang dengan kehebohannya. Wanita berpakaian glamour itu masuk ke area dalam dan menemukan empat orang gadis yang dia hapal salah satunya. "Ini rupanya!"

            Seruni maju dengan langkah tenang, tidak ada yang menyangka bahwa wanita itu akan menendang kaki kursi sampai kursi itu jatuh dan Liona yang duduk di sana ikut limbung juga. "You are such an asshole!" umpatnya pada Liona.

            Liona syok, begitu juga tiga gadis yang lain. Mereka mengerjap, sempat mengira itu adalah Arunika, ibu Snowy namun kemudian sadar itu adalah Seruni. Liona cepat-cepat berdiri, belum sempurna kakinya menginjak, dia sudah hampir terjatuh lagi ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. "Anak nggak tahu di untung!"

            Kepala Liona tertoleh ke kanan, perlahan gadis itu mendongak, "Tante aku—"

            PLAK!

            Satu tamparan lagi Seruni berikan di pipi Liona yang lain. Sangat keras sampai tangan Seruni merasa kebas. "ARUNIKA TERLALU LEMBEK NGADEPIN IBLIS KECIL KAYAK LO!"

            "Bu, harap tenang Bu!"

            "DIAM! MANA BISA SAYA TENANG SAAT ANAK SAYA MENDERITA GARA-GARA MEREKA!" Seruni menggulung lengan kemejanya, lalu mentap geram keempat gadis yang hanya diam ketakutan bersembunyi di balik badan dua polisi. "SINI KALIAN EMPAT BABI! MAJU! LAWAN GUE! GUE HABISIN SEKARANG JUGA!"

            Seruni maju, coba menarik keempat gadis itu namun polisi di sana menghalanginya membuat Seruni kesal. "AWAS BANGSAT! JANGAN HALANGIN GUE!"

            "Bu tenang bu!"

            "TENANG TENANG LO PIKIR KITA LAGI UJIAN HARUS TENANG SEGALA!" Seruni mengomel. "AWAS KALIAN BADUT ATAU GUE BOM INI KANTOR!"

            Melihat tantenya sudah tidak terkendali, Summer menghela napas."Aunty, udah. Biar polisi yang kasih mereka hukuman."

            "NGGAK! SINI LO ANJING JANGAN NGUMPET! PENGECUT!" Seruni masih mencoba meraih keempat gadis itu.

            "Aunty, kasihan Snowy. Dia butuh kita di sana."

            Barulah Seruni berhenti, dada wanita itu naik turun, emosinya sangat tinggi. Dia ingin mencabik-cabik empat gadis itu dengan tangannya sendiri sampai hanya menyisakan tulang saja. "LO TUNGGU AJA YA! BAKAL ADA HARI DI MANA GUE JOROKIN KALIAN KE KOLAM YANG PENUH PIRANHA!"

            "Udah aunty, duduk, kita buat laporan resmi dulu," bujuk Summer.

            Seruni akhirnya mau di bujuk, wanita itu di tarik Summer untuk menjauh, namun baru saja dua langkah mereka berjalan, Seruni kembali berbalik badan sambil melepas satu sepatunya dan melempar sepatu itu tepat mengenai wajah Liona.

"ANAK PUNGUT NGGAK TAHU DIRI LO! ANAK TUKANG SELINGKUH! ANAK JALANG! SEGIMANA BAIKPUN ARGUS NGERAWAT LO! DARAH BAJINGAN DI BADAN LO NGGAK AKAN HILANG! FUCK YOU BITCH!" Seruni mengacungkan dua jari tengahnya sebelum kemudian wanita itu di seret paksa oleh Summer untuk pergi.

***

            "Gimana keadannya?" dengan sorot mata teduh yang menyimpan banyak kekhwatiran, Aghas menatap Snowy yang tertidur pulas di brankarnya. "Dia sempat bangun?"

            Winter mengangguk. "Dia mimpi buruk terus, tidurnya nggak nyenyak. Beberapa kali nangis terus kebangun ketakutan. Makanya Dokter kasih obat penenang, baru dia bisa tidur nyenyak," jelas cowok itu.

            "Hasil pemeriksaan Dokter?"

            Winter menghela napas, dia menyakui dua tangannya di saku celana lalu melirik Aghas. "Buruk. Trauma dia kambuh, berkali-kali lipat dari sebelumnya."

            Tangan Aghas terkepal mendengar itu. "Harusnya mereka bisa mati di tangan gue," desisnya penuh dendam. "Dua detik lagi, mereka bisa mati tadi. Sialan Summer!"

            Winter mendengkus mendengar itu.

            Aghas lantas berdeham, melirik cowok itu. "Jangan kasih tahu Snowy kalau gue siksa mereka," pintanya pada Winter.

            "Kenapa? Lo juga nggak mau Snowy tahu waktu Adit sekarat dan tangannya patah karena lo. Lo juga nggak mau kasih tahu kalau lo dorong Liona ke kolam di rumah. Kenapa?"

            Aghas menghela napas, dia menatap Snowy lembut. "Gue khawatir, Snowy jadi takut sama gue," ucapnya lirih.

            Winter tak tahan untuk terkekeh. "Mana ada. Paling dia makin ngebet minta nikah sama lo," ejeknya.

            "Gitu?" Aghas bertanya sangsi. "Pokoknya jangan kasih tahu."

            "Mm."

            Aghas merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dari sana dan memberikannya pada Winter setelah membuka file rekaman. "Liona nggak terlibat," ucapnya. Itu adalah rekaman saat Sherin, Stasia dan Sahra berbicara di ruang ganti. Aghas sengaja merekamnya sebagai bukti. "Liona nolak saat dia di ajak kerja sama buat celakain Snowy, tapi dia tahu kalau Sherin dan yang lain punya rencana jahat."

            "Dan dia nggak bilang sama kita." Winter mendesah kecewa. "Andai dia kasih tahu kita lebih awal, mungkin Snowy nggak akan kayak gini."

            Aghas mendengkus. "Kalau nggak gue cekik, mungkin dia nggak akan bilang kalau Snowy ada di kolam renang," katanya geram. "Liona emang nggak terlibat, tapi dia mendukung karena diam."

            Winter mengangguk. "Dia nggak akan lewatin kesempatan ini gitu aja, kalau ada orang yang mau celakai Snowy, dia akan diam dan mungkin dia senang. Kenapa? karena dia bisa lihat Snowy menderita tanpa mengotori tangannya sendiri."

            "Dia bisa bebas kalau gue kasih rekaman ini," ucap Aghas. "Tapi nggak dengan Sherin dan yang lain."

            "Simpan aja dulu." Winter memberikan ponselnya pada Aghas lagi.

            Gerakan dari Snowy di brankar sana menarik perhatian kedua cowok itu, Aghas mendekat lebih dulu, dan membungkuk untuk memastikan Snowy membuka mata. "Salju."

            "H-haus...." Snowy bersuara lemah.

            Aghas segera menaikan brankar Snowy agar gadis itu bisa setengah berbaring sementara Winter menuangkan air ke dalam gelas dan memberikannya pada Snowy.

            Gadis itu meminumnya sedikit, lalu dia mengerjap-ngerjap menatap ruangan putih yang terlihat asing di matanya.

            "Kita di rumah sakit," jelas Aghas. Cowok itu duduk di sisi Snowy, hendak meraba wajah pucat gadis itu tetapi Snowy menghindar.

            Snowy terdiam, menatap Aghas dengan asing. "Lo ... siapa?"

***

31 Desember 2022

Aku bakal update lagi BESOK kalau bab 02 sampai bab 35 votenya sampai 4.5K

Karena bab2 di atas jomplang banget votenya sama bab 36,37, dan 38.

Pasti ada yang lupa vote atau sengaja ga kasih vote. Tolong kerja samanya buat cek bab 02-35 yaa, penuhi target votenya sampai 4.5K, baru aku update yaa 🥰

Nggak sanggup?

Ganti sama 25K komen.

No protes-protes! Semangat!

SPAM SNOWY DI SINI ☃️

SPAM SNOWMAN DI SINI⛄️

SPAM PENGABDI SNOWY DI SINI 🤣

PAPAAAYY 😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top