BEFUDDLES || 38
Anyeeeongg..
Makasih buat 16.5K komentarnya, kalian luar biasa 🥹🫶🏼
***
WINTER dan Summer, masuk menyusul Aghas ke area kolam. Hal yang mereka lihat pertama kali adalah Aghas yang sedang memberikan napas buatan pada Snowy berulang kali. Terhenyak, kaki mereka mendadak sulit bergerak.
"Tutup pintu dan lo jaga di sini." Winter menahan tangan Summer karena cowok itu hendak berlari menuju Snowy. "Tunggu di sini, gue yakin, pekakunya masih di sini."
Summer mengangguk walau sebenarnya dia agak keberatan.
Winter lalu mendekat pada Aghas bersamaan dengan Snowy yang terbatuk hebat mengeluarkan air dari mulutnya cukup banyak. Gadis yang biasanya tidak mau diam dan banyak bicara itu masih terbaring lemas, dan mata sayunya sesekali terbuka.
"Ambulance, Win." Aghas bersuara lemah, lantas membetulkan posisi Snowy yang berbaring di lantai menjadi bersandar ke dadanya. Aghas menatap pada wajah Snowy, lega rasanya melihat gadis itu bernapas normal walau wajahnya masih pucat. "Tahan, ya. Kita ke rumah sakit." Dia mengecupi pelipis gadis itu dengan air mata yang kembali berjatuhan.
Snowy hanya mampu berkedip lemah, lalu menutup mata sementara badannya mulai menggigil kedinginan.
"Ambulance on the way." Winter kembali mendekat, dia melepas jaket dan membungkus badan Snowy dengan itu. "Kita bawa dia ke UKS dulu." Berada di sisi kolam renang seperti ini pasti membuat Snowy ketakutan.
Aghas menyerahkan Snowy pada Winter. "Lo bawa dia keluar. Gue di sini dulu."
Kedua cowok itu bertatapan beberapa detik sebelum kemudian Winter mengangguk paham. "Jangan kelewatan," peringatnya. Cowok itu membopong tubuh sang adik lantas berlari keluar dari area kolam.
Wajah Aghas yang sejak tadi gusar karena khawatir dan ketakutan, berubah dalam satu detik ketika dia memperhatian jejak basah sepasang kaki. Kedua matanya berubah tajam dan dingin sementara rahangnya yang tegas mulai mengetat menahan amarah yang siap meledak.
Sebenarnya dari awal datang, Aghas sadar bahwa orang biadab yang mencelakai Snowy baru saja pergi dari sisi kolam dan kemungkinan masih di sini.
Aghas ikuti jejak langkah kaki itu, dan berhenti di ruang ganti perempuan. Cowok itu tersenyum miring, mungkin terlihat mengerikan jika ada orang yang melihatnya.
Sementara di ruang ganti, di bilik paling ujung, tiga gadis itu sedang diam menunggu keadaan tenang. Mereka hampir saja tertangkap basah sedang mengerjai Snowy, beruntung Tuhan masih melindungi mereka sehingga bisa dengan tepat waktu mengangkat Snowy kedaratan sebelum kemudian kabur dan bersembunyi.
"Gara-gara lo kita hampir ketahuan! Gue bilang udah, udah," kata Stasia kesal. Dia menatap Sahara yang tadi tidak mau berhenti menenggelamkan kepala Snowy atas perintah Sherin "Kalau aja lo nurut, kita udah keluar dan nggak kejebak di sini!"
"Gue pengen dia mati." Sherin berdesis penuh kebencian. "Gue belum puas sik—"
"Sssstt." Sahara memperingati dengan telunjuk di bibir. "Kita bisa siksa dia nanti, sekarang diam dulu atau kita yang bakal mati."
"Kita keluar, kayaknya udah tenang," usul Stasia. "Mereka nggak mungkin di sini, mereka pasti sibuk urusin Snowy."
"Tunggu lima menit lagi."
"Gimana kalau ketahuan?" tanya Stasia. Ada kecemasan di wajah gadis itu, rasa takut mulai merayapi hati, bodohnya, dia baru merasa takut sekarang setelah dengan sadis menyiksa temannya sendiri. "Sher, gimana kalau ketahuan?"
"Sesuai rencana, kalau ketahuan, kita bilang aja di suruh Liona." Mereka sudah sepakat akan mengkambing hitamkan Liona jika aksi mereka sampai ketahuan, lagipula semua orang akan percaya jika Liona lah yang menyuruh mereka.
Walaupun sebenarnya, Liona tidak terlibat apapun kecuali satu, memberitahu apa yang di takuti oleh Snowy.
Gadis itu ternyata seorang pengecut, karena saat Sherin mengajak Liona untuk ikut mengerjai Snowy, gadis itu langsung menolak dengan alasan akan pergi ke Rumah Sakit untuk menjenguk papanya.
"Gimana kalau Liona ngebantah?" Stasia lagi-lagi bertanya, tangan gadis itu tidak mau diam, terus saling meremas satu sama lain.
"Tiga banding satu, udah jelas siapa yang kalah. Asal kita kompak jawab, kalau Liona yang suruh kita. Udah, sisanya kita bisa usahain lagi biar nggak ikut terseret," sahut Sahara.
Sherin mengangguk. "Lagian di sini belum pasang CCTV baru, nggak akan ada bukti. Jadi mereka pasti percaya kalau kita di suruh Liona."
"Oke." Stasia mengangguk. "Kita keluar sekarang, gue nggak tenang diam di sini."
"Mm."
Sherin memutar kunci pintu bilik itu, membuka pintu lebih lebar. Mereka baru saja hendak keluar ketika Aghas muncul dengan seringai mengerikan.
Stasia menerobos, hendak kabur namun Aghas menjegal kakinya sampai jatuh telungkup. Aghas injak punggung Stasia sementara kedua tangannya sudah berhasil menjambak rambut Sherin juga Stasia
"G-ghas lepas, sakit!" Stasia kesusahan bicara, punggungnya di tekan begitu dalam sehingga membuatnya sesak napas. "Ghas, sakit."
Alih-alih melepas, Aghas justru menambah tekanannya, di kaki juga di kedua tangan yang menjambak rambut lepek Sherin dan Sahara. "Gue lepasin kalian kalau udah nggak bernyawa."
Aghas tendang kepala Stasia sampai gadis itu akhirnya tak sadarkan diri. "Tas!" Sherin panik, ketakutan saat melihat Stasia pingsan. "Aghas anjing lo! Banci! Beraninya mukul perempuan!"
Aghas mendengkus. "Gue nggak mukul perempuan, gue lagi mukul manusia biadab nggak tahu diri." Aghas tidak peduli bahwa kini yang dia jambak adalah seorang perempuan.
Toh, perempuan seperti mereka memang pantas di perlakukan kasar begini.
"Aghas lepas! Lo bisa gue laporin ya ke bokap gue! Bokap gue polisi!" ancam Sahara.
"Wow bokap lo pasti nyesal punya anak kayak lo." Aghas menyahut sambil menarik rambut keduanya, menyeretnya untuk keluar dari ruang ganti.
Sherin dan Sahara menjerit kesakitan, langkah mereka tergopoh-gopoh karena Aghas terlalu cepat melangkah. Sampai akhirnya mereka tidak sanggup berjalan karena badannya limbung dan terseret oleh Aghas.
Aghas begitu enteng menarik keduanya, tidak peduli bahwa kini kedua gadis itu menjerit kesakitan karena badannya di seret paksa.
Kepala Sherin dan Sahara sakit, pening mulai menyerang mengingat betapa Aghas begitu kuat mencengkeram rambutnya. Rasanya seperti kulit kepala mereka akan lepas secara paksa, perih dan sakit.
Aghas berhasil membawa mereka keluar, cowok itu sempat melirik pintu utama yang masih di jaga Summer, lanjut berjalan ke sisi kolam, Aghas berhenti disana melepas jambakannya.
Sherin hendak kabur, namun justru terjatuh ke dalam kolam setelah Aghas menendang kepalanya sementara Sahara di gulingkan oleh Aghas. keduanya berada di tengah kolam yang dalam itu, berusaha untuk menepi semampunya namun mereka gagal karena Aghas ikut bergabung masuk setelah cowok itu menyimpan ponsel di lantai.
Aghas kembali menjambak rambut kedua gadis itu, mencengkeramnya kuat lalu menuntun kepala Sherin dan Sahara agar berhadap-hadapan. Tanpa aba-aba, Aghas mengadukan dua kepala itu cukup kencang, dahi Sherin dan Sahara beradu keras, sakit, pusing, pandangan mereka sampai buram saking peningnya.
Tidak memberikan kesempatan pada dua gadis itu untuk memohon ampun, Aghas kembali menabrakkan dua kepala itu sebelum kemudian menariknya ke bawah untuk tenggelam.
Gelembung mulai terbentuk di dalam kolam, menemani riak ramai akibat pergerakan Sherin dan Sahara yang meronta minta di bebaskan.
Namun jangan harap Aghas membebaskannya, dia ingin mereka menderita sebelum mati di tangannya.
Menarik kepala mereka kepermukaan, Aghas biarkan Shrerin dan Stasia bernapas sebentar. Keduanya terbatuk hebat. Wajah keduanya sudah tidak karuan, tampak menjijikan di mata Aghas.
Cowok itu merubah cengkeraman tangan di rambut menjadi cekikan di leher, tangan Aghas memang sebesar itu sampai muat mencekik leher Sherin dengan satu tangan sementara tangan yang lain mencekik Sahara.
Kuku-kuku Aghas masuk menembus kulit leher keduanya, perih, darah mulai keluar dari kuku itu. "Gh-ghas, lepasin." Sherin bersuara di antara sesaknya napas. Air keluar dari sudut-sudut matanya, meleleh ke samping, gadis itu menangis ketakutan.
Wajah Sahara dan Sherin sudah merah padam, mereka hampir benar-benar kehabisan napas saat Aghas melonggarkan cekikannya sebentar hanya untuk mencekik lebih kuat. Dia bawa dua kepala itu untuk kembali tenggalam.
Aghas mencekik keduanya di dalam kolam. Wajahnya datar, tetapi hatinya berdenyut sakit acap kali bayangan Snowy yang kesakitan saat di tenggelamkan oleh mereka singgah di kepala.
Di dalam air sana, Sherin dan Sahara masih berusaha untuk melepaskan diri, namun usaha mereka sia-sia, tenaga Aghas amat kuat untuk mereka lawan.
Sakit, sesak, perih, mereka sudah kehabisan napas, saat coba menghirup menggunakan hidungnya, hanya ada air yang masuk membuat keadaan mereka semakin parah.
Dan Snowy baru saja merasakannya bahkan lebih sakit dari mereka. Dalam keadaan tangan dan kaki terborgol sementata mulutnya terbekap, Snowy hanya mengharapkan kematiannya di percepat tadi.
Keduanya sudah lemas, dan mereka memikirkan hal yang sama seperti Snowy tadi, berharap Aghas akan mempercepat siksaannya dan mereka mati tanpa harus merasakan sakit lebih banyak.
Mata Sherin mulai berat, pun dengan Sahara. Mereka sudah bisa di pastikan mati dalam hitungan detik kalau saja Aghas tidak menarik kepala mereka ke permukaan.
Aghas berdesis, menatap tajam pada Summer yang memohon padanya untuk berhenti. "Snowy nggak akan senang kalau lo bikin mereka mati!" teriak Summer, dia ngeri sendiri melihat Aghas kalap.
Aghas melepas cekikannya, membiarkan Sherin juga Sahara bergerak untuk menepi. "Bangsat lo!" umpatnya pada Summer.
Summer melongo, kenapa jadi dia yang di marahi?
"Cepet naik! Polisi udah datang." Beritahu Summer, cowok itu lalu melihat Sherin dan Stasia yang berusaha kabur, cepat-cepat Summer berlari dan menendang kepala mereka sampai terjatuh lagi ke kolam. "Enak aja lo mau kabur, penjara dulu lah!"
Aghas naik ke daratan, berjalan tanpa kesusahan walau kini seluruh badannya yang terbungkus jaket juga seragam basah. Dia melangkah menuju ruang ganti, menemukan Stasia baru saja sadar dari pingsannya.
Aghas menarik kaki gadis itu, menyeretnya keluar sampai di pinggir kolam. Lagi, Aghas tendang Stasia sampai gadis itu jatuh ke kolam dan tenggelam beberapa detik sebelum kemudian bergerak untuk menepi.
Ketiga gadis itu terdiam, menggigil dan ketakutan di bawah tatapan Aghas yang tajam seolah ingin menghabisi nyawa mereka. "Kalian masih beruntung bisa lolos dari gue. Tapi kalau sampai kalian lolos dari polisi, gue nggak akan segan buat bunuh kalian di kolam ini."
Aghas di tarik mundur soleh Summer saat beberapa orang berseragam polisi masuk di temani Pak Darto selaku guru BK juga Pak Sadikin sebagai kepala Sekolah. "Di sini pak, seret mereka." Summer menunjuk tiga gadis itu.
Para polisi itu mendekat lalu membantu ketiganya naik ke daratan. Sherin meronta ketika tangannya di borgol. "Saya nggak salah Pak! Saya di suruh orang!"
"Pak lepas!"
"Paak lepasin saya! Saya nggak salah!"
"Kalian bisa kasih keterangan dan penjelasan di kantor nanti." Mereka di giring oleh polisi itu keluar dari area kolam renang, di sambut oleh sorakan penuh cemooh para murid yang ternyata berkerumun di depan pintu gedung kolam renang.
Ketiganya menunduk, merasakan malu dan takut, setiap langkah mereka di temani makian kejam dan terkadang baju mereka di tarik-tarik sampai badan mereka beberapa kali oleng karena ikut tertarik.
"UDAH MISKIN JAHAT LAGI! SANA LO MASUK NERAKA JALUR VIP!"
"BENER! WAJAH PAS-PASAN, PUNYA TEMEN BAIK BUKANNYA DI SYUKURI MALAH DI SIKSA! NGGAK TAHU DIRI EMANG!"
"JEBLOSIN AJA KE PENJARA PAK! PENGGAL KEPALANYA! UDAH NGGAK WARAS MEREKA!"
"ORANG TUANYA PASTI MALU! GAGAL NGEDIDIK ANAK!"
"PASTILAH, PUNYA ANAK BAJINGAN KAYAK MEREKA TUH AIB BANGET! LEBIH BAIK NGGAK USAH DI LAHIRIN KE DUNIA SIH KALAU PUNYA PILIHAN!"
Maki-makian lainnya ikut terdengar, membuat ketiganya semakin menundukkan kepala dalam-dalam.
Di antara kerumunan itu, ada Liona yang menatap kosong pada Sherin, Sahara juga Stasia. Dia tidak menyangka, kalau ketiganya bisa berbuat sadis begitu. Perlahan, rasa takut merasuk memenuhi hati gadis itu.
Dia tidak akan ikut terseret masalah ini kan? Dia tidak terlibat apapun, jadi dia tidak mungkin ikut terse—
"Di sini, Pak. Satu lagi, dia dalang dari semuanya." Summer menunjuk Liona, menatap penuh benci pada gadis yang dulu ia cintai. Liona lemas seketika. "Bawa dia juga dan kasih hukuman seberat-beratnya karena dia berencana membunuh adik saya."
***
30 Desember 2022
5K komen buat next chapter
SPAM SNOWY DI SINI ☃️
SPAM SNOWMAN DI SINI⛄️
PAPAAAYY 😚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top