BEFUDDLES || 36
Anyeoong,
Sehari nggak update kalian pasti nyari-nyari wkwk
Sebenarnya vote nya masih kurang, tapi karena nggak tega sama yang lain yang udah berusaha, jadi aku udpate aja deh 😍
Kalian suka target vote atau target komen?
Kalau target vote, aku target bab ini 3.3K votes buat up bab 37 besok 🤗
Kalau sukanya target komen, aku target 5K komen buat up bab 37 besok🤗
Kalau dua-duanya nggak nyampe, aku update besok lusa 🥰
Kalian yang pilih yaa
Btw udah baca Winter dan Ruby belum?
Kalau belum baca skrg ya karena nanti malam bab 1 meluncur! 😍
Happy reading!
***
SETELAH pernah berjuang keras, melakukan dan memberikan yang terbaik, mengorbankan waktu juga merelakan sejumlah uang untuk membuat Club dance bersinar, Snowy kini rasanya sedikit geram ketika mendengar bahwa team yang pernah dia ketuai itu kalah.
Tidak terlalu mengejutkan sebenarnya karena dia sudah memperkirakan kekalahan itu, namun yang membuat Snoy geram adalah, team dance itu sama sekali tidak masuk tiga besar. "Tolol!" Dia mengumpat saat melihat beberapa kesalahan anggota tampak jelas di video yang Summer ambil.
Ya, Summer memang datang ke sana, katanya sambil kencan dengan seorang adik kelas yang berhasil dia dekati dalam semalam. Siapa namanya gadis itu tadi, Snowy lupa. Dan ternyata tanpa di suruh, abangnya itu mengambil Video lalu mengirimkannya pada Snowy.
"Siapa yang tolol?"
Winter masuk membawa irisan apel di mangkuk, beserta botol obat di tangannya. Snowy baru saja selesai sarapan di atas kasur, badannya terlalu lemas untuk turun. Dan dia sungguh beruntung mempunyai Winter yang begitu peduli padanya.
"Ini anak dance, malu banget gue lihat videonya," jelas Snowy. Dia kemudian membuka mulut saat Winter memberikan obat satu satu sendok penuh sesuai takaran, gadis itu merengut, walau sirup itu manis tapi tetap saja ada rasa pahit sedikit, Snowy cepat-cepat minum lalu mengambil satu potong apel dan melahapnya.
Winter mengecek suhu tubuh gadis itu, hasilnya sudah nomal, 37 derajat celsius. "Udah nggak demam."
Snowy mengangguk. "Perut gue keram," beritahunya.
"Mau datang bulan."
Ah benar, terlalu sibuk mengejar Aghas, Snowy sampai lupa dengan urusannya sendiri. "Pembalut gue habis."
Winter menghela napas. "Pakai punya Mami."
"Nggak, yang Mami nggak ada sayapnya."
Winter bangkit dari duduknya, dia keluar kamar tanpa mengatakan apapun tapi Snowy tahu, cowok itu pasti pergi ke minimarket untuk membelikannya pembalut.
Dan tebakkan Snowy memang benar, Winter pergi keluar dari rumah, hendak mengeluarkan motor namun dia urungkan ketika mendengar gerbang di buka.
Aghas muncul dari sana, sepertinya sudah mandi karena keadaannya lebih segar juga wangi. Cowok itu membawa satu kantung plastik berisi banyak susu coklat juga makanan ringan, pasti punya Snowy pikirnya.
"Snowy datang bulan," ucap Winter.
Aghas mengkerut kening, tetapi sesama manusia jenis es kutub, Winter tahu cowok itu sedang bertanya seperti terus kenapa? lewat mata.
"Pembalutnya habis," jelas Winter.
"Gih, beli." Aghas malah merogoh saku celana, mengeluarkan uang pecahan seratus dua lembar dari sana.
"Lo, yang beli. Yang ada...." Winter mengepakkan tangan seperti burung terbang. "35 centi meter."
"Nggak, lo aja." Aghas menolak tanpa sungkan.
Winter mendengkus. "Nggak guna," celetuknya dingin. "Kalau Reifan past—"
"GUE BELIIN!" sela Aghas tajam, dia menjejalkan kantung plastik yang dia bawa sambil merebut kunci motor Winter. Cowok itu pergi setelah memberikan jari tengah yang di balas Winter oleh putaran bola mata.
Winter buka kantung plastik di tangannya, dia mengambil satu susu coklat dan meminumnya sampai habis. Setelah melemparnya ke tong sampah, Winter berniat masuk, namun langkahnya tertahan saat suara gerbang kembali terbuka dan muncul Liona dari sana.
***
Karena Argus masih dalam tahap pemulihan di rumah sakit, maka Liona datang sendirian ke kediaman Hengkara di pagi hari. Gadis itu sudah di ijinkan masuk oleh Winter, Arunika dan Radhit ternyata tidak ada. Di rumah mewah itu hanya ada Winter juga Erhan dan Erfan yang kini menatapnya tajam tanpa sedikitpun raut hangat di wajah mereka.
Liona berdiri tepat di pintu kamar Snowy, dia menundukkan kepala karena tatapan Erhan dan Erfan cukup mengganggunya. Winter sedang meminta ijin pada Snowy agar dia bisa masuk, entah apa yang mereka bicarakan di dalam, karena sudah hampir lima menit, Winter tidak kunjung keluar.
Dalam kepala yang tertunduk, ingatan Liona melayang ketika sepasang kaki terbalut sepatu pantopel putih berhias manik-manik kristal melewatinya di ikuti oleh sepasang kaki yang memakai sendal jepit. Itu adalah Snowy kecil dan anak pembantunya, Liona.
Liona mendongak, mengikuti bayangan dua anak kecil itu. Snowy kecil membawa Liona masuk ke kamarnya, sebelum kemudian tawa senang terdengar dari kamar bernuansa ungu pastel itu. Liona tersenyum getir, merasa ada sesuatu yang menghujam hatinya membuat sesak.
Dulu, mereka pernah berteman baik dan bahagia bersama. Dulu, sebelum mereka saling menyakiti, mereka pernah saling menyayangi. Ya, itu dulu....
Sementara di dalam kamar, Snowy sedang sibuk memoles wajahnya dengan make up tipis. Sialan! Mengapa Liona datang saat dia sedang sakit begini?! Snowy tidak mau menampilkan wajah pucatnya di depan musuh terbesar, dia harus tetap cantik walaupun sedang sakit.
"Aaaww!" Snowy meringis, melotot tajam sata kupingnya terasa panas tersentuh catokan yang di pegang Winter. "Yang bener nyatoknya!"
Iya, Winter si batu bernapas sedang mencatok rambut adik kesayangannya.
Winter menghela napas, menjauhkan catokan yang dia pegang. "Ngapain dandan?"
"Ini ... lihat, ini keliatan natural nggak?" Snowy menunjuk wajahnya.
Winter perhatikan dengan saksama. "Natural gimana?"
"Ya natural, kayak nggak make up an," decak Snowy gemas.
"Tapi lo kan, pakai make up."
"Iya gue tahu! Makanya gue nanya, ini kelihatan natural nggak? gue pengen wajah gue kelihatan cantik alami!"
"Lo udah cantik."
Snowy memukul paha Winter gemas. "Dah lah capek ngomong sama lo, lo lanjutin nyatoknya."
Winter mengangguk, meneruskan kerjaannya. Mencatok rambut Snowy dan sesekali mengernyit saat ada asap keluar dari rambut adiknya itu.
Sementara Snowy masih berusaha memoles wajahnya dengan make up senatural mungkin agar tidak terlihat bermakeup.
"Catok yang bener bangwin, rambut adalah mahkota, wajah gue bakal terlihat cantik kalau rambut gue cantik," titah Snowy.
"Iya."
Lima belas menit berlalu, kaki Liona mulai pegal, dia ingin duduk namun melihat dua algojo masih memelototinya tajam, Liona tidak punya pilihan selain berdiri.
Kedatangan seseorang membuat ketiganya menoleh, Aghas datang di ikuti Summer yang mendumel di bawahnya. ".... buru Ghas, gue mau nembak cewek, gimana caranya?" mereka berjalan ke arah kamar Snowy, Aghas sudah sadar dengan sosok Liona tetapi tidak dengan Summer, karena cowok itu asik menjilati sendok Kinder Joy yang masih menyisakan sedikit coklat.
Jarak tangga dengan kamar Snowy memang jauh mengingat masing-masing kamar sangatlah luas sementara kamar Snowy ada di paling ujung.
"Gue belum pernah ajak cewek pacaran, Winter juga. Gue bingung nembaknya gimana, lo kan, pernah ajak Snowy pacaran. Gimana ngajaknya?" Summer masih saja bertanya.
Aghas enggan menjawab, dia gengsi kalau harus mengatakan bahwa dia juga bertanya pada asisten seluruh orang di dunia. Si Google.
"Ghas, anjir lo beneran nggak mau ngasih tau, gue mau nembak si Siska, eh, siapa anjir namanya tadi. Rosa, Cantika, siapa ya?"
Liona terdiam mendengar itu. Summer, menyukai perempuan?
"Aghas bangsat, gue nanya Si Reifan aja—"
"GUE NANYA GOOGLE!" Aghas menjawab kesal. "Google google, lo tanya aja sama dia bangsat!"
Summer menganga, berkedip polos. "Dih anjir, memalukan sekali nembak cewek googling."
"Bodo."
Summer mendengkus, hendak mengatakan sesuatu namun kalimatnya tertelan lagi ketika dia melihat Liona di depan kamar Snowy. Tanpa bisa di cegah, hatinya merasakan sesuatu. Nyeri. Hati Summer terasa tertusuk sesuatu saat melihat mata hitam Liona yang menatapnya lurus-lurus.
Sadar dengan keterdiaman Summer, Aghas langsung menendang lutut cowok itu. "Sekali lo nyapa dia, gue robek mulut lo."
Summer mengedikkan bahu, lanjut berjalan mengikuti Aghas. Cowok itu berusaha untuk abai pada Liona walau kini suara gadis itu terdengar memanggil namanya. "Summer, aku mau bicara sebentar setelah selesai sama Snowy, bisa?"
Alih-alih Summer, malah Aghas yang menoleh, cowok berwajah tanpa ekspresi itu menatap Liona penuh peringatan. Liona yang hendak buka suara lagi, menjadi terdiam, mengingat Aghas pernah mengatai mulutnya bau kotoran anjing.
Aghas menekan handle kamar Snowy, dia masuk di ikuti Summer. Jadi melongo melihat Snowy yang sibuk dandan.
"Ke mana?" tanya Aghas sambil menaruh kantung belanjaannya di meja rias.
"Nggak ke mana-mana, mau ketemu musuh, gue harus cantik maksimal."
Aghas mentap Winter, cowok itu sepertinya sudah menikmati perannya sebagai penata rias rambut, Winter tampak lihai melengkungkan ujung rambut Snowy menggunakan catok di tangannya.
Summer tidak bisa menahan tawa melihat kembarannya itu. "Win, aura dingin lo lenyap seketika anjir!"
"Bacot lo! terusin!" Winter memberikan catokan itu pada Summer namun Snowy menahannya.
"Nggak usah, udah cukup gini." Snowy menggerak-gerakkan kepalanya agar rambutnya terurai alami. "Mana pembalutnya Ghas?"
"Tuh." Aghas menunjuk dengan dagu.
Snowy membukanya, lalu tekejut melihat isinya. "Lo kenapa beli banyak banget?"
"Gue nggak tahu merk apa yang lo pakai. Gue bawa masing-masing merk satu, beda-beda panjangnya."
"Lo nggak harus beli sebanyak gini."
Aghas mengedikkan bahu. "Pakai aja yang sesuai sama lo." Sebenarnya yang terjadi adalah, saat Aghas memasuki lorong khusus pembalut, dia langsung di serbu oleh beberapa promotor, pusing dan enggan di dekati cewek selain Snowy, dia memutuskan untuk membeli sumua yang promotor itu tawarkan. Agar urusannya cepat selesai.
"Ya udah, makasih." Snowy bangkit, hendak memeluk Aghas namun kerah piyama bagian belakangnya di tarik oleh Winter dan Summer secaca bersamaan. "Ish!" Snowy mencebik, namun tak urung menurut saja saat dia di tarik ke walk in closet oleh kembarannya untuk segera memakai pembalut dan berganti baju.
Snowy keluar tak lama kemudian, Aghas, Winter juga Summer melongo melihat gadis itu memakai gaun cukup mewah. "Mau kondangan lo?! mewah amat," decak Summer. "Ganti-ganti, lebay banget ketimbang mau ketemu Liona juga."
"Gue harus cantik!"
"Lo udah cantik!" ketiga cowok itu bersuara serempak.
Snowy jadi tersipu, dia lalu masuk lagi ke dalam walk in closet dan keluar dengan pakaian lebih santai. Dress selutut tanpa lengan, lebih baik ketimbang gaun mewah tadi. "Done, suruh Liona masuk."
Snowy duduk di ranjangnya, berselunjur kaki sambil berpura-pura main ponsel. Ketiga cowok itu geleng-geleng kepala melihatnya. Winter berjalan ke pintu, membukanya dan menyuruh Liona masuk.
Liona menarik napas, agak berat rasanya melangkah ke dalam sana setelah sepuluh tahun dia tidak pernah bekunjung. Ada banyak ingatan yang singgah di kepala ketika dia berhasil masuk ke sana. Kamar Snowy tidak banyak berubah, wanginya masih sama. Lembut dan manis.
Semua boneka terpajang rapi di etalase tinggi di samping ranjangnya, rak buku berisi dongeng semasa kecil sampai novel yang masih terbungkus tertata di sana. Ada meja di samping kiri menjadi tempat menumpuknya buku Sekolah, dan beberapa figura kecil yang isinya masih sama. Foto si kembar tiga dengan Liona. Gadis itu meremas taling sling bag diam-diam melihat foto tersebut.
Hatinya nyeri, ada sesak yang menyeruak. Pertanyaan bercokol di kepala. Kenapa Snowy masih menyimpan foto yang ada Liona di dalamnya?
Ah mungkin karena itu satu-satunya foto yang ada Winter di dalamya. Mengingat Winter saat kecil adalah anak yang susah di foto, wajar bahwa Snowy masih menyimpan foto tersebut.
Iya, Snowy menyimpannya bukan karena ada Liona yang tersenyum bahagia di sana. Pikir Liona.
Liona menahan napas sesaat ketika matanya menemukan satu etalase di pinggir walk in closet. Etalase dengan ukuran yang tidak terlalu tinggi berbingkai ungu. Isinya adalah semua barang Liona yang pernah Snowy rebut. Barang-barang itu terlihat masih sangat bagus dan di tata begitu rapi.
Ternyata yang di katakan Winter benar adanya, Snowy masih menyimpan barang-barang miliknya.
Tapi kenapa?
Liona datang ke sini dengan perasaan kesal karena di minta Argus untuk meminta maaf pada Snowy. Ya, dia datang ke sini dengan terpaksa, karena takut Argus benar-benar mengusirnya.
Tetapi setelah melihat figura serta etalase itu, agaknya Liona sedikit merasa bersalah sekarang.
Bersalah pernah menyakiti dan mencelakai Snowy. Rasa itu hadir tanpa di minta, Liona coba mengelak, tetapi rasa bersalah itu semakin kuat ketika matanya bersirobok dengan mata Snowy yang dingin.
Dulu, mata bulat gadis itu akan berpendar hangat saat melihatnya. Mata yang bening itu seolah bersinar saat merasa senang ketika tertawa dengannya.
Secara mendadak, Liona merasa sedikit rindu mata itu.
"Kalau lo masih diem bego di situ, mending keluar!" Suara Snowy yang terdengar kesal menarik Liona dari lamunan.
Gadis itu menegakkan badan, lalu menatap sekitar dan baru sadar, bahwa ada lima orang cowok yang berdiri di sisi ranjang Snowy.
Lima cowok yang menatapnya dengan berbagai sorot mata berbeda, tetapi Liona tahu, ada satu kesamaan di sana, mereka membenci Liona.
Mengembuskan napas pelan, Liona lalu maju mendekati Snowy. "Aku...." Dia menggantung kalimatnya, membasahi bibir yang kering seraya meremas sling bagnya erat. "Aku ... minta maaf," ungaknya getir.
Liona tidak tahu, ada apa dengan hatinya saat ini. Dia merasa sakit, ada rindu, ada sesak, ada rasa bersalah, semuanya bercampur aduk, menghujam hatinya sampai dadanya terasa nyeri. "A-aku, minta maaf Non. Aku minta maaf."
Satu tetes air mata lolos begitu saja, Liona berkedip dan air mata yang lain jatuh bersusulan. Dia mencoba menahan isak, tapi dadanya menjadi sangat sesak. Gadis itu menangis tersedu-sedu.
"Sialan lo! kenapa lo mewek?!" Snowy melempar boneka boba tepat mengenai kepala Liona. Tapi gadis itu bergeming, menunduk dengan dada naik turun.
Snowy benci perasaan ini, benci bahwa dia ikut terluka melihat tangis Liona.
"Berhenti nangis tolol!" Snowy melempar Liona lagi, kali ini dengan bantal manusia salju. "BERHENTI GUE BILANG!"
Liona menahan napas, mencoba menghentikan tangisnya tetapi dia tidak bisa. Hatinya begitu nyeri, dia tidak sanggup menahannya. "A-aku ... aku...."
"Bangsat!" Snowy mengumpat lirih.
Liona menekuk lututnya, bersimpuh di bawah masih dengan kepala tertunduk dalam. Banyak air yang berjatuhan dari matanya memenuhi lantai. "Aku ... benar-benar ... m-minta maaf."
Snowy meremas ponselnya erat. "GUE BENCI SAMA LO! GUE NGGAK AKAN MAAFIN LO!" teriaknya keras.
"Maafin aku karena jauhin Non Snowy, maafin aku karena dorong Non ke kolam, aku ... aku ... aku minta maaf atas semua hal buruk yang aku lakuin sama Non."
"GUE NGGAK MAAFIN! GUE BENCI LO BUDEG!" Snowy mengulang kalimat yang sama.
"Salju, tenang." Aghas mengusap kepala gadis itu, tahu bahwa Snowy juga tidak baik-baik saja saat ini.
Winter menatap Snowy lurus, tahu betul bahwa walau adinya berteriak benci, tetapi sebenarnya hati gadis itu mengatakan hal berbeda. "Princess," tegurnya.
Snowy tersenyum pahit. "Setelah sepuluh tahun lo baru minta maaf, dan lo berharap gue maafin lo?" tanyanya getir. "MIMPI LO! GUE BUTUH WAKTU SEPULUH TAHUN BUAT SEMBUHIN LUKA YANG LO KASIH LIONA!" Snowy menjerit, air matanya mulai turun. "SEPULUH TAHUN GUE BERTANYA-TANYA, GUE SALAH APA SAMA LO SAMPAI LO SEJAHAT ITU NINGGALIN GUE SENDIRIAN?!"
Tangis Liona semakin keras, bersahutan dengan tangis Snowy.
"Gue nggak akan pernah maafin lo, Liona. Sampai lo ngerti gimana sakitnya gue!" tekan Snowy.
Liona mengangguk paham. "Aku ... aku...."
"Bicara yang benar!" peringat Winter.
Liona mendongak, memperlihatkan wajahnya yang kacau, air matanya membasahi seluruh permukaan pipi. Sorot matanya sayu, dia menatap lurus Snowy. "Non nggak pernah salah, aku aja yang nggak pantes buat jadi temennya Non," ungap Liona.
"Siapa lo sampai berani nilai begitu? Gue yang tahu, siapa yang pantas atau nggak jadi teman gue!"
Liona menggeleng. "Tapi mereka bilang aku nggak pantas."
"Mereka siapa maksud lo?" tanya Summer.
Liona terdiam, mengingat-ingat berapa banyak orang yang pernah menghardiknya dulu, mengingat-ingat wajah orang yang pernah mendorong-dorongnya seperti hewan dulu, mengingat-ingat mereka yang pernah mengancam dan memukuli Liona dulu. Menginjaknya, mencaci makinya, menertawakannya, mengatakan bahwa Liona tidak pantas di samping Snowy.
Mereka adalah sekumpulan gadis kecil yang pernah Snowy tolak saat mengajak berteman. Mereka sekumpulan gadis yang iri melihat Liona bisa bermain bersama Snowy juga Winter dan Summer, padahal kasta mereka tidak setara.
Mereka orang yang mengancam tidak akan berhenti membully nya kalau tidak menjauhi Snowy. Mereka yang membuat Liona terpaksa menjauhi Snowy, dan mereka lah yang membuka jalan Liona untuk menyimpan rasa iri terhadap Snowy.
Tapi Liona enggan mengatakannya, bahkan sampai sekarang.
Melihat Liona hanya diam, Snowy mendengkus. Gadis itu beranjak dari kasur lalu membuka etalase berisi barang Liona. "Bawa keranjang itu ke sini, Sam."
Summer menurut, dia menarik keranjang khusus pakaian kotor yang kini kosong. Keranjangnya cukup lebar dan besar.
Snowy keluarkan semua barang itu dan menyimpannya ke keranjang tersebut. setelah semua keluar, dia tarik keranjang itu kehadapan Liona yang masih berlutut. "Mumpung lo ke sini, bawa sekalian barang lo keluar." Gadis itu lalu berdeham. "Gue nggak akan minta maaf karena udah rebut barang lo, gue sengaja biar lo nangis kayak gue!"
Liona masih diam.
"Pergi dari sini, dan jangan pernah muncul lagi hadapan gue," usir Snowy.
"Non, nggak akan pernah maafin aku?" tanya Liona.
"Sekalipun gue maafin lo, gue nggak pernah bisa ilangin sakit hati gue, Li. Gue benci lo, sampai-sampai kalau lihat lo ada di ujung tanduk jurang dan hampir jatuh, gue nggak nolong lo," ucap Snowy.
Liona mengangguk, dia berdiri walalu kakinya terasa kebas. "Makasih udah kasih kesempatan buat aku minta maaf," katanya. Gadis itu menunduk sopan, lalu mengangkat keranjang di bawahnya. "Aku ... pamit pulang."
Snowy berdecih, lalu masuk ke walk in closet dan menangis di dalam sana. "Sialan Liona babi ngepet!" umpatnya kesal.
Sementara Winter, Summer, Erhan dan Erfan diam saja duduk di ranjang menunggu Snowy keluar. Berbeda dengan Aghas yang membututi Liona di belakang lalu menyusul langkah gadis itu. "Ikut gue," katanya.
Liona sempat terkejut, lalu mengangguk, gadis itu mengikuti langkah Aghas menuju dapur dan keluar di kolam renang.
"Maju duluan," titah Aghas.
Walau ragu, Liona tetap menurut, gadis itu berjalan menyusul Aghas. Langkahnya lurus ke depan menuju kolam. "Ada apa—"
BYAAARR!
Kalimat Liona terganti dengan suara riak air kolam renang yang ramai. Liona terkejut, bergerak acak saat sadar dia akan tenggelam. Beruntung dia piawai berenang sehingga dia bisa menepi walau kesusahan karena beban sepatu yang dia kenakan.
Liona mengigiil, dia menatap Aghas, hendak bersuara namun cowok itu lebih dulu berkata.
"Jangan pernah ganggu cewek gue lagi mulai detik ini, kalau lo berani dekatin dia apalagi sampai bikin dia nangis dan luka, gue nggak segan buat cekik lo sampai mati di dalam kolam."
***
SPAM SNOWY DI SINI ☃️
SPAM SNOWMAN DI SINI⛄️
PAPAAAYY 😚
28 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top