BEFUDDLES || 32
Anyeeiingg
Baru update sore, ngurus bocil dulu yang agak rewel 🥲
Kalian lebih suka aku target komen tapi update cepet? Atau nggak di target tapi update 3 hari sekali?
Happy reading 🫶🏼
***
DENGAN langkah cepat dan lebar, Radhit, Arunika, dan anak-anak kembarnya berjalan menyusuri selasar rumah sakit yang siang hari itu sedikit lebih teduh padahal jam menunjukan pukul 13.20, mereka beberapa kali menyusul langkah orang di depannya. Membuat sebagian orang di sana menatap heran dan kaget melihat gerombolan orang setengah berlari menuju ruangan ICU.
Sampai di sana, kehadiran mereka di sambut Dokter Bendi, pria paruh baya yang selama ini merawat Argus di rumah sakit. "Gimana, Dok?" tanya Radhit.
"Bagus, tinggal nunggu 24 jam aja biar bisa pindah ruangan," jawab Dokter Bendi, pria itu tersenyum menatap Snowy yang seketika mengembuskan napas lega sampai bahunya ikut turun. "Do'a kamu akhirnya terkabul lilttle angle."
Snowy mengangguk-angguk, tidak mengeluarkan sepatah katapun karena tenggorokannya tercekat akibat menahan isak tangis. Arunika merangkul hangat gadis itu, menciumi puncak kepalanya berulang kali. "Jangan sedih lagi, Om Argus pasti nggak suka kalau lihat princess nya nangis."
"Boleh kita masuk?" tanya Winter.
"Boleh, tapi nggak bisa segerombol begini karena ini di ruang ICU. Masuk berdua-berdua, ya?"
Radhit mengangguk. "Papi masuk duluan, siapa yang mau ikut?"
"Aku." Snowy mengajukan diri, tidak ada yang lebih bersemangat di banding dirinya. Snowy adalah orang yang tidak pernah berhenti berharap Argus akan bangun. Setiap hari dia akan menanyakan kondisi Argus kepada Dokter Bendi lewat obrolan online.
"Ya sudah, silakan pakai APD nya lebih dulu."
Sementara di dalam ruangan, Liona masih menggegam erat tangan sang Papa, jejak-jejak air mata masih ada di pipinya. Membuat Argus terkekeh samar.
Pria itu sudah sadar sejak tiga jam lalu, keadaannya berangsur baik, pria itu juga sudah melakukan pemeriksaan, dan Dokter menyatakan tidak ada luka berat lainnya selain benturan di kepala yang membuatnya koma.
Walau tangannya masih terasa kaku, Argus coba untuk menggerakannya. Perlahan tangan itu berhasil terangkat, namun kembali terjatuh lemas ketika hendak menggapai pipi sang anak.
"Jangan banyak gerak dulu, Pa," peringat Liona.
Argus mengangguk, karena sudah tidak ada masker oksigen yang menghalangi hidung juga mulut, pria itu jadi lebih leluasa untuk tersenyum dan bicara walau lemah. "Kamu bareng Tuan dan Nyonya?" tanyanya.
Liona membeku, tubuhnya sedikit tegang. Dia kebingungan harus menjawab apa, tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia di usir oleh Arunika dan datang bersama keluarga Hengkara ke rumah saki ini sangat tidak mungkin baginya.
Melihat anaknya yang terdiam, Argus mulai waspada. Dia hapal betul gerak-gerik Liona, dan perasaanya mendadak tidak enak. "Li, selama Papa di sini kamu nggak ngelakuin hal buruk, kan?"
"Nggak, Pa."
Memicing mata, Argus meneliti anaknya lebih seksama. "Semoga kekhawatiran Papa nggak terjadi," gumamnya.
Liona menunduk, lalu menoleh saat pintu terbuka dan muncul Dokter dari sana. "Gantian ya jenguknya. Keluarga Hengkara ada di sini."
Argus seketika menegakkan badan, sementara Liona semakin tegang. Radhit masuk bersama Snowy, keduanya menatap Liona dingin dan itu tidak luput dari perhatian Argus.
"Silakan keluar," titah Dokter Bendi pada Liona.
"Pa, aku ke luar sebentar." Gadis itu menunduk pada Radhit lalu meninggalkan ruangan.
"Hey princess!" seru Argus membuat Snowy tersenyum dan berlari kecil mendekatinya. Gadis itu duduk, mengambil tangan kasar Argus untuk dia genggam erat. "Jangan nangis," peringat Argus saat air mata Snowy turun deras.
Snowy menggeleng, tidak bisa menghentikan laju air matanya. Argus tertawa melihat itu sementara Radhit geleng-geleng kepala. "Gimana, Gus? Ada keluhan?"
"Nggak ada tuan," katanya. "Sudah dua orang yang menangis karena lihat saya sadar, saya nggak tahu, mereka menangis karena senang atau sedih?" candanya.
Snowy merengut. "Om Argus bangunnya lama banget!" Dia memukul lengan Argus dengan kepala tanganya yang kecil. "Aku marah tahu!"
Argus terkekeh. "Maaf, bikin tuan putri nunggu kelamaan," katanya dengan senyum geli tertahan. "Non Snowy nggak apa-apa, kan? Nggak luka?"
Snowy menggelengkan kepala. "Berkat Om, aku baik-baik aja," jawabnya. "Tapi gegara aku, Om jadi celaka."
"Semuanya udah takdir, nggak ada yang harus di salahkan. Yang penting Non selamat dan sekarang Om baik-baik aja," kata Argus. Dia tidak suka jika Snowy menyalahkan diri sendiri, padahal, dia sama sekali tidak menyalahkan gadis itu.
Snowy mengangguk, dia menyeka kasar air mata di pipinya. "Makasih Om udah jagain aku."
"With my pleasure Princess." Argus menyayangi Snowy seperti dia menyayangi Liona. Dia sama sekali tidak menyesal mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan gadis itu, karena semenjak Argus mengabdi pada Radhit, sejak saat itu juga jiwa, raga, dan nyawanya dia serahkan untuk keluarga Hengkara.
Bahkan, jika seandainya di kemudian hari mereka mengalami kecelakaan lagi, Argus akan tetap menyelamatkan Snowy tanpa ragu sedikitpun.
"Mm, Tuan, apa Liona bikin masalah selama saya koma?"
Radhit diam sejenak, menatap Argus gamang. Dia tidak akan menyembunyikan apapun pada Argus, tetapi melihat Argus yang baru saja sadar dari koma, Radhit jadi agak ragu untuk mengatakan bahwa Liona memang membuat ulah sangat parah.
"Nggak apa-apa, Tuan. Bicara aja, saya justru nggak akan tenang kalau nggak di kasih tahu. Saya udah ada feeling nggak enak."
Snowy menunduk memainkan jarinya sementara Radhit menarik napas panjang sebelum membuangnya perlahan.
"Semenjak kamu koma, sebenarnya saya dan Arunika bawa Liona tinggal di rumah kami. Semunya baik-baik aja walau kadang ada sedikit perdebatan antara Snowy dan Summer yang membela Liona. Tapi, minggu kemarin Arunika usir Liona dari rumah."
Argus menegang, perasaanya semakin tidak karuan. Takut dan khawatir menjadi satu. Dia tahu anaknya pasti melakukan hal buruk, tetapi di hati kecilnya dia masih berharap bahwa itu hanya dugaannya saja.
"Snowy dapat pelecehan di Sekolah," kata Radhit membuat Argus menahan napas sejenak. "Dia ... di jebak Liona."
Argus memejamkan mata, pening langsung menyerang kepalanya. "Om?!" Snowy panik melihat Argus memegangi kepala dengan ringisan kuat.
"Nggak apa-apa, lanjutin ceritanya," pinta Argus saat kepalanya sudah berangsur ringan.
Radhit menarik napas lagi, lalu secara singkat menceritakan perbuatan Liona yang menjebak Snowy dengan cara membuat akun palsu dan menggoda banyak cowok lewat dirrect message Instagram.
".... jadi karena itu Arunika sampai marah sama Liona dan usir dia." Radhit menutup ceritanya dengan raut dingin. Dia masih marah jika mengingat perbuatan Liona pada anaknya. "Saya bingung harus gimana, bukan sekali dua klai Liona berusaha mencelakai anak saya, Gus. Saya dan Arunika masih bisa memaafkannya sepuluh tahun lalu, tapi kali ini, saya benar-benar marah dan kecewa."
Argus menunduk, merasa marah selakigus malu. pria itu mengusp wajah berulang kali dengan gusar. "Tuan, saya ... nggak tahu lagi harus bilang apa selain maaf. Saya gagal mendidik dia."
Radhit menepuk pundak Argus. "Liona mungkin marah sama Snowy dan masih menyalahkan Snowy atas kecelakaan yang menimpa kamu, Gus. Saya memahami kemarahannya, tapi saya nggak bisa membenarkan tindakannya."
Snowy menyentuh punggung tangan Argus lalu mengusapnya pelan, saat pria itu mendongak, Snowy mengusung senyum lebar setulus hati. "Aku nggak apa-apa, kok, Om. Jangan terlalu di pikirin," katanya. "Jangan marah-marah juga, Om harus fokus pemulihan. Ya?"
Argus tersenyum. "Maafin Liona, ya?"
Mengangguk kepala sambil mengacungkan jempol, Snowy menjawab. "Aku bakal maafin Liona kalau Om cepet sembuh!"
***
Liona masuk kembali ke ruangan setelah keluarga Hengkara bergantian masuk untuk menjenguk, keluarga itu juga sudah pulang sejak sepuluh menit lalu tanpa berpamitan padanya. Semua anggota keluarga itu bersikap seolah mereka tidak mengenal Liona. Bahkan saat saling tatap, hanya ada sorot asing yang tertuju padanya dan jujur saja itu membuat Liona terluka.
Menghela napas panjang, Liona lalu berjalan mendekat pada brankar dan terkejut sendiri mendapati Papa nya menatap tajam, perasaan Liona mulai tidak enak. "Pa..."
"Kamu benar-benar nggak tahu diri." Argus mengatakannya dengan bibir tipis, nada bicaranya sangat dingin membuat Liona menggigil.
"Pa ... aku...."
"Kamu jahat! Saya nggak pernah ajarkan kamu jadi anak jahat Liona!"
"Pa...."
"Kurang apa saya dalam mendidik kamu?! Kurang baik apa keluarga Hengkara sama kamu?!"
Liona membeku, ketakutan. Dia meremas sisi dressnya dengan kuat. "Pa, tapi mereka..."
"Mereka terlalu baik sama kamu, kamu harusnya berterima kasih sama mereka Liona. Bukan malah melakukan hal buruk dan bersikap nggak tahu diri!" cecar Argus, pria itu sangat marah, tidak peduli bahwa kini kondisinya masih lemah. "Hati kamu kayaknya udah terlanjur busuk terselimuti iri."
Air mata Liona kini tumpah, bibirnya gemetar sementara kakinya terasa lemas seolah tak bertenaga.
"Sadar Liona sadar! Kalau bukan karena kebaikan mereka, mungkin kamu akan hidup menderita sekarang."
"Pa, a-aku cuma ingin Non Snowy ngerasain apa yang aku rasain selama in—"
PRANG!
Liona terlonjak kaget saat satu vas bunga terlempar ke arahnya lalu melewatinya dengan cepat dan berakhir membentur dinding. Vas bunga itu pecah berkeping-keping, "Paa...." Dia tidak menyangka, Argus akan tega melakukan ini padanya.
"Kamu ingin Snowy ngerasain apa yang kamu rasain?!"
"IYA!" Liona menjawab lugas dengan tatapan berapi-api. "KENAPA? PAPA MASIH MAU BELAIN—"
"Dia bahkan lebih menderita dari kamu Liona, Snowy bahkan pernah hampir mati gara-gara kamu," ucap Argus membuat Liona terpaku. "Kenapa? Kamu belum ingat? Belum ingat kamu pernah bikin dia celaka?!"
"Pa...."
"Papa masih ingat dengan jelas, gimana tubuh kecil Snowy tenggelam di kolam renang yang dalam itu. Papa masih ingat dengan jelas, gimana dinginnya tubuh Snowy dan pucatnya wajah dia saat itu. Papa nggak akan pernah lupa, gimana rasa takutnya papa saat tahu Snowy kritis sebelum akhirnya koma. Dan itu terjadi, gara-gara kamu Liona!"
***
"Amnesia Disosiatif, Liona di nyatakan amnesia jenis itu setelah dia berbuat jahat sama gue." Snowy berujar pelan, matanya tertuju ke atap kamar tetapi pandangannya kosong. Dia tengah berbaring di kasur Aghas, dengan kepala berbantalkan paha cowok itu.
Snowy datang ke kamar Aghas setelah dia terbangun karena mimpi buruk. Mimpi yang sayangnya memperlihatkan kejadian yang sangat ingin Snowy lupakan. Kejadian yang ada sangkut pautnya dengan si jelmaan iblis Liona.
Tetapi entah kenapa, kepada Aghas, Snowy ingin menceritakan semuanya.
"Amensia Disosiatif?" tanya Aghas heran.
Snowy mengangguk. "Amnesia Disosiatif terjadi karena psikologis, seperti trauma. Dan biasanya ingatan yang hilang itu hnya sebagian."
"Dia trauma, padahal dia yang jahat sama lo?" Aghas menunduk, tangannya tidak berhenti memberikan usapan lembut pada kepala gadisnya itu.
Snowy tersenyum. "Mm, lucu, kan? Rasanya kesel banget saat tahu kalau Liona nggak ingat bahwa dia pernah buat gue celaka dan nyaris mati. Dia dengan gampangnya lupain kejadian itu, sementara gue harus berjuang mati-matian keluar dari trauma."
Aghas terdiam, sedikit tidak menyangka bahwa hubungan Snowy dan Liona ternyata serumit ini. "Jadi ... dia hanya lupa kejadian-kejadian tertentu aja?"
"Mm. Dia hilang ingatan tapi nggak menyeluruh. Sialnya, hanya kejadian mengerikan itu yang dia lupain." Snowy tertawa pahit, rasanya dia ingin marah, ingin berteriak, ingin mengumpat di depan Liona bahwa gadis itu sangat jahat kepadanya. Dia ingin mengatakan pada Liona bahwa dia sangat menderita akibat ulah jahatnya.
Tetapi Snowy selalu menahan keinginannya, dia masih peduli pada Liona dan tidak ingin membuat kesehatan gadis itu tertanggu. "Gue benci sama dia, Ghas. Tapi bodohnya gue masih peduli sama dia."
"Pasti sulit banget buat lo ngelewatin masa-masa itu," gumam Aghas.
Snowy mengangguk, dia lalu menatap Aghas. "Kenapa lo nggak nanyain kejahatan apa yang dia lakuin sama gue sampe bikin gue koma?" tanya gadis itu.
Sejak awal dia bercerita mengenai alasan mengapa hubungannya dengan Liona sangat buruk, Aghas sama sekali tidak bertanya mengenai poin penting pembicaraan mereka. Cowok itu hanya mendengarkan dan sesekali bertanya seperti barusan.
"Pasti berat buat lo cerita tentang kejadian yang bikin lo trauma itu, gue nggak mau lo jadi sedih," kata Aghas mengungkapkan kekhawatirannya.
Snowy terkekeh. "Lo sayang, ya, sama gue?" tanyanya malah keluar dari topik pembicaraan.
Aghas mendengkus menanggapinya membuat Snowy tersenyum geli.
"Awalnya emang iya, berat buat gue ceritain masa lalu buruk itu. Tapi lama kelamaan gue udah terbiasa."
"Gitu?" Aghas bertanya serius, tetapi Snowy malah tertawa. "Salju, nggak ada yang lucu di sini."
"Gue serius, gue udah nggak apa-apa."
"Kalau gitu ... apa yang Liona lakuin ke lo dulu? Sampai lo koma dan trauma?" tanya Aghas hat-hati.
Snowy menarik napas lalu tersenyum sedih. "Sepuluh tahun lalu ... dia dengan sengaja dorong gue ke kolam renang dewasa sampai tenggelam."
***
22 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top