BEFUDDLES || 29
Double up sesuai janji kemarin ya, hutangku lunas 🫠 wkwkwk
Update lagi besok kalau vote dari bab 01-29 sama rata jadi 1K 🫶🏼
Bab yang belum sampai 1K votenya itu, Bab 02, 05, 08, 10, 15, 16, sama 28.
Cek ulang yaa pren, siapa tahu lupa vote karena keasikan baca 🫠
Happy reading 🫶🏼
***
Winter menggeleng kepala. "Lo cuma tahu dari sudut pandang si babu, bukan sudut pandang si Putri," katanya. Winter sedikit memajukan wajah, meneliti mata hitam Liona yang terlihat gugup. "Gimana? Lo mau dengar? Gue rasa, lo akan nyesal seumur hidup kalau berani nolak."
Karena Liona hanya diam, Winter kembali berbicara.
"Suatu hari, ada princess yang sangat cantik bernama Snowy." Winter memulai cerita, tetapi Liona mengabaikannya. Gadis itu mulai sibuk memasangkan kaus kaki dan berusaha untuk tidak peduli.
"Snowy sangat di sayangi keluarganya, dia adalah putri kecil yang sangat baik hati walau terkadang menjengkelkan. Meskipun cantik dan kaya, tetapi Snowy nggak punya teman," ucap Winter. "Bukan karena nggak ada yang mau berteman, tetapi si putri sengaja menghindar."
Winter menatap Liona, gadis itu masih saja sibuk dengan sepatunya. "Lo tahu alasan dia ngehindar?" tanya cowok itu, tetapi agaknya Winter tidak membutuhkan jawaban karena detik berikutnya dia melanjutkan. "Si Putri menghindar berteman dengan putri lain karena dia sangat menyayangi pembantunya."
Gerakan tangan Liona berhenti, dan itu membuat senyum miring Winter muncul. "Putri Snowy tahu, kalau dia berteman dengan Putri lain di luar sana, si pembantunya bakal sedih di rumah. Karena si pembantu nggak punya teman lain selain si Putri. Karena rasa sayangnya, Putri Snowy rela menghindar dari teman-temannya yang lain, hanya agar dia bisa menemani si pembantu."
Liona berdecih. "Karangan yang sangat—"
"Mereka berteman cukup lama," sela Winter. "Setiap hari selalu berdua. Tidur berdua, mandi berdua, mereka bahkan makan berdua di dalam satu piring. Mereka terlihat akur dan saling menyayangi. Sampai akhirnya, salah satu dari mereka berubah."
Liona mengangguk. "Si Tuan Putri baik hati berubah jahat karena iri, dia mer—"
"No, bukan Putri Snowy yang berubah. Tetapi si pembantu," sela Winter lagi, untuk beberapa detik pertama mata cowok itu terlihat lebih dingin dari biasanya, dan Liona merasa Winter sedang menunjukkan betapa cowok itu membenci dirinya. "Agaknya lo sedikit keliru Liona."
Liona diam saja, tidak mengerti maksud Winter.
"Si pembantu berubah, dia menjauh dari Snowy. Nggak mau main lagi, nggak mau tidur bareng, makan bareng, mandi bareng. Tuan putri tentu sedih, setiap hari dia datang ke kamar pembantunya tetapi selalu di usir."
Winter menatap ke depan, seolah sedang menyaksikan kejadian itu di depan matanya. Lalu perlahan senyum sedihnya terukir. "Snowy kecil akhirnya mengurung diri di kamar, dia melamun, mikirin kesalahan apa yang dia buat sampai bikin lo ngejauh," jelas Winter, lalu matanya menatap Liona lagi. "Apa lo tahu, dia nangis seharian pas lo ngejauh?"
Liona diam, menatap ujung sepatunya membuat Winter mendengkus. "Setiap hari dia ngetuk pintu kamar lo, dia bawa semua mainan yang lo suka. Bawa makanan yang lo suka, tapi dengan teganya lo usir dia, Liona."
"Snowy bilang, mungkin dia ada bikin salah sama lo, makanya lo ngejauh. Tapi ternyata...." Winter berdecih jijik. "Lo jauhin Snowy karena lo udah punya teman baru."
Liona mendongak menatap Winter berani. "Emang salah kalau aku pengen punya teman banyak?"
"Lo pikir cuma lo yang mau punya teman banyak?!" Winter meninggikan nada suaranya, dia geram sekali jika sudah mengingat masa lalu mereka. "Snowy rela ngejauhin teman-teman nya demi nemenin lo! Karena dia tahu temannya ga mungkin sudi berteman sama lo. Tapi lo, ninggalin dia gitu aja saat lo punya teman baru. Lo pikir itu nggak bikin dia sakit hati?!"
Liona terdiam, mengetatkan rahang, tangannya terkepal. Dia ingin melawan tapi tenggorokannya seperti tercekat membuatnya susah untuk mengeluarkan suara.
"Lo tahu nggak, sesedih apa dia pas lihat lo main keluar sama teman-teman sialan lo itu?! Tahu nggak lo dia nangis pengen ikut tapi takut di abaikan sama lo?! Nggak, kan?!" cecar Winter. "Dia bisa aja ngadu sama bokap nyokap gue kalau lo bikin dia sakit hati, tapi dia nggak ngelakuin itu. Dia diam, ngurung diri di kamar, merhatiin lo dari atas jendela pas lo main di taman depan!"
"Apa susahnya sih, main bareng-bareng? Lo bisa ajak Snowy buat ikut main juga sama temen baru lo. Lo bisa dapat teman lebih banyak tanpa harus ninggalin dia sendirian." Winter menatap Liona kecewa. "Dia sayang banget sama lo, lo tahu itu, kan?"
Liona masih diam.
"Aaah, gue tahu. Apa lo takut teman baru lo itu lebih senang main Snowy daripada sama lo?" tebak Winter, cowok itu menyeringai ketika Liona menatapnya marah. " ternyata feeling gue emang nggak pernah meleset," gumamnya.
"Lo itu tolol, tau nggak? Lo ninggalin Snowy yang benar-bear tulus sayang sama lo demi teman-teman sialan lo itu."
Liona terkekeh. "Sayang lo bilang? Snowy nggak pernah sayang sama gue! Kalau dia sayang sama gue, dia nggak akan rebut apapun yang gue punya!"
"ITU KARENA DIA CARI PERHATIAN LO BEGO!" Winter membentak marah. "Dia cuma gadis kecil yang nggak mau kehilangan teman yang dia sayang! Cara Snowy mungkin salah, dia sengaja rebut apapun yang lo punya hanya agar lo datang ke kamar dia buat ambil barang itu lagi!"
Masih jelas di ingatan Winter ketika Snowy merebut mainan boneka Liona, bukan hanya sekali dua kali, tetapi sering. Setiap kali Liona mempunyai barang baru, baik mainan ataupun baju dan sepatu, Snowy selalu saja merebutnya.
Tentu orang tuanya tidak tinggal diam, Arunika dan Radhit beberapa kali menegur gadis kecil itu, beberapa kali juga membujuk Snowy agar mengembalikan mainan milik Liona dan Arunika berjanji akan membelikan mainan lebih bagus, tetapi Snowy tidak mau.
Gadis kecil itu akan berlari lalu masuk ke kamarnya, menyimpan barang milik Liona lalu duduk di atas kasur sambil sesekali melirik pintu berharap Liona akan datang menyusulnya.
Tetapi Liona tidak pernah datang.
"Dia cuma ingin cari perhatian lo, dia ingin lo cariin dia lagi, dia cuma ingin berteman sama lo lagi. Dia nggak pernah benar-benar niat buat ngerebut apapun milik lo, Liona. Snowy cuma pengen lo datang, dan dia akan kembaliin semua mainan lo. Snowy cuma pengen main bareng sama lo dan dia bakal kasih apapun yang lo mau," jelas Winter, cowok itu lalu tersenyum getir. "Tapi lo nggak pernah datang. Lo ninggalin dia, lo buang dia seperti sampah."
"Lo nggak pernah tahu Liona, bahkan sampai sekarang, Snowy masih simpan barang-barang lo dengan baik di kamarnya. Mungkin sampai sekarang dia juga masih berharap lo bakal datang ke kamarnya, tapi lo, sama sekali nggak berubah."
Liona diam, merasakan kepalanya mulai pusing atas pembicaraan ini. Dia menunduk, memijat pelan pelipisnya yang berdenyut.
Winter melengos melihat itu. "Kenapa? Kepala lo sakit?" tebaknya tepat sasaran. Cowok itu meneliti Liona untuk beberap saat, sembari meredam keinginannya untuk membicarakan sesuatu yang lebih penting pada gadis itu.
"Aaarrgghh!" Liona mengerang, tidak kulat lagi menahan kepalanya yang terasa berat dan berputar-putar.
Winter berdecak keras. "Lo beruntung karena Snowy masih peduli sama kesehatan lo, kalau nggak, lo mungkin udah mati dari lama." Cowok itu lantas pergi dari sana meninggalkan Liona yang kesakitan.
Winter membuka pintu ruang UKS, dia keluar dari sana sambil menarik pintu untuk dia tutup. Dengan langkah tenang cowok itu berjalan di selesar, menatap datar ke depan, sekalipun tidak menoleh walalu banyak siswi yang berbisik-bisik di sisi selasar.
Di pertigaan koridor, dia hendak berbelok ke kiri, namun jadi terkejut sendiri ketika seseorang menabraknya karena berlari terlalu kencang.
"Ah! Roti sobek Ruby!" jeritan dari seorang gadis membuat Winter menunduk, dia segera menyingkirkan kakinya yang ternyata tanpa sengaja menginjak roti kemasan.
"Aaaah, baru aja yang sobeknya di lem, sekarang putus lagi!" Ruby mengomel, menatap sendu pada roti yang dia jaga baik-baik sedari tadi. Gadis itu mendongak, lalu melotot saat orang yang dia tabrak sudah tidak ada di depannya.
Toleh kanan kiri depan belakang, Ruby temui banyak siswa yang berlalu lalang. Dia tidak sempat melihat wajah cowok yang tega menginjak roti sobeknya. Dengan raut sedih akhirnya gadis itu memungut kembali roti tersebut.
Ruby kemudian berjalan sambil mengais roti itu. "Lain kali Ruby nggak akan beli roti sobek lagi ah! Udah bayar tapi dapat yang sobek. Mana harus beli lem buat sambungin yang sobeknya." Gadis itu mengomel sepanjang jalan.
Membutat Winter yang sebenarnya masih ada di sana mendengkus heran, cowok itu mengingat-ingat bentuk roti sobek di kepala, lalu menggeleng-geleng. Roti itu kan namanya saja yang roti sobek, padahal di dalamnya masih utuh. Mana mungkin gadis itu mendapatkan roti yang sudah tersobek. "Udah gila itu orang."
***
19 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top