#8 [END]

“Kau ….” Rahang Louis seketika mengeras. “… aku masih ingat siapa dirimu.”

Kristopher melepaskan pelukan, lalu membuka pedang yang sudah dibersihkan sebelumnya. “Sudah tiga belas tahun, anak laki-laki malang yang kusisakan ternyata telah tumbuh menjadi seorang penuntut balas.”

“Sayangnya, keberuntunganmu sudah berakhir. Saatnya mengirimmu ke tempat mereka semua berada,” katanya seraya mengusap pedang berkilau itu. Tak membuang waktu, Louis menembakkan sebuah peluru hingga senjata lawannya terlepas. Kristopher meringis menahan sakit yang membakar telapak tangannya akibat pergerakan peluru berlapis perak.

Vampir itu segera mengarahkan telapak tangan yang satunya, hingga tubuh Louis terpental hingga membentur dinding dengan keras karena kekuatan telekinesisnya. “Berani juga kau menyerang lebih dulu,” ujarnya dingin seraya berjalan mendekati pemuda berkacamata yang jatuh tertelungkup. “Sayangnya, aku lebih beruntung karena Kathryn ada di pihakku.”

“Apa ... yang kau lakukan pada Kathryn?” Louis memicing, mencoba bangkit. Senjatanya tanpa sengaja terlepas saat tubuhnya terlempar jauh. Ia sama sekali tidak punya pilihan selain bertarung dengan tangan kosong, dengan seorang vampir – di mana menang merupakan hal mustahil.

“Bukan apa-apa. Aku hanya membuat ia percaya. Tetapi, aku tak menyangka satu-satunya orang yang tidak percaya pada eksistensi kami akan secantik dia. Jadi, mencoba membuat keindahannya tak pernah hilang ditelan waktu, seperti bunga spider lily.” Kristopher menarik kerah baju laki-laki itu, mengangkatnya dengan satu tangan.

"Asal kamu tahu, manusia menyedihkan. Aku mencintainya. Tetapi, aku tidak mau menentang takdir dengan mengikat sumpah pernikahan atas dasar cinta terlarang. Aku tak ingin ada perbedaan di antara kami," lanjut Kristopher serius.

Louis ternganga. Ia mengerti maksud ucapan vampir tersebut. Spontan matanya berpindah menatap Kathryn yang hanya bisa terdiam menyaksikan pertarungan tak seimbang mereka. “Kurang ajar. Setelah membunuh keluargaku, kau masih bisa mengatakan itu!” Ingin sekali dia menebas leher vampir itu, kemudian mencincangnya saat itu juga.

“Kenapa aku harus ragu? Kalian adalah mangsa utama kami.” Kristopher membantingnya hingga yang pertama membentur dinding adalah bagian belakang kepala. Bukan hanya sekali, dia merasakan benturan keras itu berkali-kali sampai cairan merah kental mengalir lewat pelipis. “Ada kata-kata terakhir, Shuldberg?”

Terakhir kali, Louis terjatuh di sudut ruangan yang lain setelah dilempar kemampuan telekinesis itu. Lewat kacamatanya yang pecah, ia menatap Kathryn dengan wajah penuh sesal. “Kathryn, maaf. Seharusnya …, waktu itu … aku datang dan melindungimu.” Hanya wajah datar yang ditampakkan Kathryn pada saudaranya yang terluka parah.

“Sungguh akhir yang dramatis. Kuharap setelah ini kau sudah siap menyusul mereka,” ujar Kristopher sinis lalu bergerak cepat ke arah pemuda itu.

“Aku takkan mati darimu!” Energinya mungkin terkuras habis. Akan tetapi tekad serta amarahnya cukup untuk membuat ia memaksa diri untuk bangkit. “Pengkhianat sepertimu … tidak pantas hidup,” geram Louis dengan tatapan tajam.

“Pengkhianat? Aku tak tahu dari mana kau mengetahui itu. Tetapi itu persis dengan kata-kata terakhir seorang kesatria yang kupenggal kepalanya.” Kristopher kembali sambil menarik kerah baju Louis, sesaat kemudian tertawa sinis. “Atau … kau benar-benar Alex? Tak kusangkau kau memilih bereinkarnasi menjadi manusia yang menyedihkan, lalu memburu bangsamu sendiri di kehidupan sebelumnya.”

“Aku hanya akan membasmi para pemberontak. Terutama kau … yang membunuhku di kehidupan sebelumnya, membantai keluargaku, dan mengubah saudariku menadi vampir.” Louis mengepalkan kedua tangan. “Bagaimana bisa … ‘Lonely Soul’ ada di tanganmu?!”

Belum sempat Kristopher menjawab, sebuah peluru kembali melesat dan mengenai bahu vampir itu. Louis tersentak saat menyadari itu berasal dari Kathryn yang berada beberapa meter di belakangnya sedang memegang senjata.

Kristopher masih berusaha menahan sakit. “Kau bermaksud membunuh pemburu ini, kan? Arahkan dengan benar, Kathryn. Kuharap kau ingat ucapanku, tak ada istilah damai antara mangsa dan pemburu. Kau lihat sendiri apa yang terjadi pada keluarga Winston, kan? Ayo, tunjukkan kesetiaanmu,” ucap vampir itu.

Setelah itu, Louis tidak mendengar apa pun lagi. Kecuali senjatanya yang terjatuh, serta Kathryn yang perlahan menangis dan jatuh terduduk. “Aku … tidak bisa ….”

“Baiklah, biarkan aku yang melakukannya. Kebetulan, aku juga sedang haus.” Kristopher yang posisinya tepat menghadap gadis itu mengangkat tubuh Louis. “Alex, aku benar-benar salut dengan pengabdianmu. Tetapi menyerahlah. Tanpa semua senjata itu, manusia tetaplah mangsa bagi kami. Kau seharusnya ingat itu.”

“Puaskan rasa hausku, dan jangan pernah bereinkarnasi lagi,” ucap Kristopher sambil memperlihatkan taringnya yang tampak berkilau. Louis mencoba berontak. Ia benar-benar muak. Rasanya lebih baik dia mati tertembak Kathryn daripada menjadi mangsa vampir pengkhianat seperti itu.

Sebuah suara tembakan tiba-tiba kembali terdengar. Bukan mengenai Louis, melainkan peluru tersebut langsung menembus dada kiri Kristopher. “Persetan dengan kesetiaan .... Jantungmu adalah bayaran setimpal atas luka saudaraku!” teriaknya dengan emosi sangat kuat bercampur menjadi satu.

Louis tertegun. Itu adalah kalimat hasil improvisasinya yang mengundang apresiasi penonton saat pentas drama sekolah bertahun-tahun silam. Pemuda berkacamata itu jatuh tersungkur bersamaan dengan terlepasnya cengkeraman Kristopher. “Kathryn …,” lirihnya. Dia tak menyangka kalimat tersebut sampai sekarang masih terukir di hati saudarinya.

Kristopher tidak tumbang begitu saja. Peluru tersebut tidak tepat mengenai jantung. "Beraninya kau ...." Ia mencoba meraih Kathryn yang hanya bergeming tanpa rasa takut. Tanpa pikir panjang, Louis mengangkat pedang dengan sisa-sisa tenaga, menikam punggung vampir itu hingga menembus dadanya.

“Matilah, dan jangan pernah bereinkarnasi,” bisiknya lalu menarik pedang tersebut. Tubuh Kristopher terkapar dengan tubuh yang mulai tampak menghitam. Louis bernapas terengah-engah. “Sudah selesai …,” gumamnya.

Kathryn jatuh terduduk, untuk yang ke sekian kali. Matanya tampak basah. “Syukurlah.” Senyumnya perlahan terkembang saat ia bertukar pandang dengan Louis. “Sekarang, bunuhlah aku Louis. Bagaimanapun … aku sekarang adalah bagian dari makhluk yang membunuh keluargamu,” ucapnya ragu-ragu.

Louis tidak mendengarkan kalimat tersebut. Ia menancapkan pedang di lantai gudang yang hanya berupa papan kayu. Kemudian duduk berlutut, menundukkan kepala dengan tangan tetap mencengkeram bagian pegangan.

“Alex, Chevalier au Clair De Lune, telah menuntaskan misi ini. ‘Lonely Soul’ sebagai saksi atas gerbang perdamaian yang kembali terbuka, yang akan mengakhiri perang tak berkesudahan antara vampir dengan manusia.” Usai mengatakan kalimat terakhir, tubuh Louis yang kehabisan tenaga terhuyung.

Kathryn terkejut berlari mendekat. Ia sungguh khawatir, tetapi di saat yang sama dia ragu untuk menyentuh. Tiba-tiba, sebuah asap hitam muncul dan menyelimuti tubuh Louis. Gadis itu terperangah, terdiam hingga asap tersebut benar-benar lenyap.

Jari-jari pemuda itu bergerak seolah hendak menggapai sesuatu, sekaligus membuat Kathryn tersentak. Kedua matanya perlahan terbuka dan menatap sang adik angkat lamat-lamat kemudian mengulas senyum. “Kathryn …,” lirihnya seraya bangkit dengan tenaga yang telah pulih.

Spontan Kathryn menutup mulut. Sempat mengira matanya salah karena ia tidak salah melihat wajah Louis yang tampak pucat, dengan sepasang gigi taring yang menonjol. “Louis, kau ….”

Louis duduk bersimpuh tepat di sebelah pedangnya, tersenyum lembut pada Kathryn. “Ya, aku bisa kembali menjadi vampir. Dengan syarat, semua pengkhianat yang telah melanggar perjanjian kedua bangsa telah terbunuh. Dan juga … aku sungguh minta maaf karena membiarkanmu menjadi seperti ini.”

Kathryn menggeleng kemudian menjatuhkan diri dalam dekapan saudaranya. Air mata yang telah lama dibendung perlahan meleleh. “Tidak, aku justru senang. Jika aku masih menadi manusia, kita akan berpisah. Tetapi kalau begini … kita akan terus bersama, sampai kapan pun.”

Ia tertegun sebab baru menyadari hal tersebut. Pemuda itu memasang kembali kacamata yang telah remuk, meski dalam wujud seperti itu ia tidak membutuhkannya. Louis menepuk bahu saudari angkatnya, lalu membalas pelukan. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” bisiknya.

Kathryn mengangguk, mempererat pelukan. Tak peduli berapa waktu terbuang, dia masih belum mau melepaskannya. Ia dapat merasakan ikatan kuat di antara mereka berdua, mengalahkan saudara kandung sekalipun. Seberapa banyak peristiwa pahit yang menimpa, dia akan kuat selama masih bersama Louis.

Setelah cukup merasa lelah, Kathryn melepas pelukan dan memandang pemuda itu dengan rasa yang tak bisa dijelaskan membuncah dalam dada.

Pemuda itu tersenyum lebar, mengulurkan tangan yang kemudian disambut oleh Kathryn. “Ayo pergi, sebelum matahari terbit.”

END

*

22 Juni 2021, 06:00 WITA.

Dengan begini, "Before The Sun Rises" babak pertama sudah tamat. Aslinya cerita ini cuma sampe Louis yang berhasil menuntaskan misi utamanya. Kelanjutannya kan masih menggantung. Enggak jelas gimana nasib mereka setelah ini.

Rencananya aku mau buat Before The Sun Rises babak kedua dan ketiga. Tapi melihat banyaknya cerita yang belum tamat, mungkin bakal ditunda dulu. 😅

Jangan lupa vote dan comment. 😁

Sampai jumpa di babak selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top