#4
Esok paginya, Kathryn hanya duduk di pinggir tempat tidur. Sementara pemilik rumah entah sedang melakukan apa di luar. Ia hanya membuka jendela kamar tersebut, berkata bahwa cuacanya bagus. Gadis itu baru mengerti. Bagi bangsa vampir, langit mendung adalah hari yang sempurna karena mereka tidak perlu repot menghindari matahari.
Semalam, Kristopher mengajak sang gadis tinggal, melayaninya seperti seorang ratu. Hanya dalam beberapa jam, vampir itu bisa membuat orang merasa nyaman, persis seperti yang digambarkan dalam film. Kathryn pun merasa begitu, terlebih ketika dia berjanji tidak akan menyentuh perempuan itu.
Akan tetapi, gaya bicara serta setiap tindakan lelaki itu sudah berhasil menjadi penyebab ia tenggelam dalam fantasi. Lagi pula, perempuan mana yang tidak akan tergila-gila oleh kharismanya. Mungkin saja benar lelaki itu akan selamanya memegang janji untuk tidak pernah menyentuh sembarangan. Namun, jika terus seperti ini, bisa-bisa Kathryn-lah yang menyerang Kristopher lebih dulu.
Kathryn menggeleng kuat-kuat, mengusir pikiran liar yang mulai menginvasi sel-sel otaknya. "Tidak, tidak. Itu sungguh mengerikan." Dia menangkupkan pipi yang memanas dengan kedua telapak tangan. "Laki-laki itu pasti sedang menghipnotisku."
Karena bosan, ia mencoba untuk membuka kotak masuk pesan pada ponsel pintar yang tanpa sengaja terbawa saat kabur. Hatinya tersenyuh ketika melihat puluhan pesan dari Miranda yang berharap ia segera kembali, seolah-olah tidak sadar jika dirinya hampir dijadikan mangsa pertama.
"Apa yang kau lihat itu?" Dengan mudahnya, benda persegi itu jatuh ke genggaman Kristopher yang ternyata sudah mengawasi sejak lama. Diamatinya benda itu lekat-lekat. "Aku sebenarnya tidak tega mengatakan ini, Kathryn. Tetapi, kau bukan manusia lagi. Orang-orang yang dulunya adalah teman, bisa saja kini memburumu."
Kathryn menunduk dalam-dalam, ia sudah memikirkan itu sebelumnya. Lelaki itu berjongkok dan mengembalikan ponsel di tangannya. "Tak ada istilah damai antara mangsa dan pemburu. Kuharap kau mengerti," ucapnya. Kathryn hanya bisa mengangguk pelan.
"Ayo, aku sudah siapkan sarapan untukmu." Kathryn terheran dengan ajakan tersebut. Ia mendongak meminta jawaban pada lelaki yang selama beberapa jam terakhir terlihat seperti mampu membaca pikiran. "Kita masih bisa makan seperti manusia, kok. Dan jangan pernah meragukan kemampuan memasakku," terangnya sambil tersenyum miring.
Gadis itu hanya terdiam saat tuan rumah membawanya menuju sebuah ruangan besar dengan meja dan beberapa kursi di sekeliling yang terlalu banyak untuk digunakan sendirian. Kristopher mempersilakan teman barunya duduk, sementara dirinya pergi untuk mengambil sebuah cangkir untuk disajikan.
Kathryn merasa tenggorokannya kering karena belum pernah dialiri air sejak kejadian semalam. Dia segera meneguk isi cangkir tersebut hingga tandas. Entah mengapa ia merasa familier dengan aroma yang begitu kuat dari cairan tersebut. "Kris, minuman apa sebenarnya ini?"
Jawaban yang ia dapati sungguh singkat dan jelas. Namun sukses membuatnya kehilangan selera makan. Tangannya bahkan menyenggol cangkir tersebut hingga jatuh ke lantai. "Darah? Bagaimana bisa ... aku begitu menikmati hal menjijikkan seperti itu?" gumamnya sambil memijat pelipis.
Tanpa banyak bicara, Kristopher segera bangkit kemudian membersihkan pecahan beling. "Kris, kenapa ... kenapa kau tidak bilang sejak awal ... kalau itu darah?" tanyanya dengan mata yang memandang horor. Laki-laki itu meraih tangan Kathryn, lalu mengecupnya lembut. Menyebabkan jantung perempuan itu berdetak semakin tidak karuan.
"Ada tetesan darah di tanganmu. Tidak baik membuang-buang 'makanan'," ucap pemuda itu dengan senyuman yang seolah bisa menenggelamkan jiwa siapa pun yang melihatnya ke dalam sana.
"Jangan membuat alasan!" pekik Kathryn sambil menarik kembali tangannya, menyembunyikan pipi yang memerah. Tanpa rasa bersalah, Kristopher terdengar cekikikan melihat reaksi salah tingkah tersebut. Ia berlalu membuang serpihan kaca, kemudian kembali meja makan.
"Tadi malam kau terlihat baik-baik saja meminumnya. Karena itu kuberikan lagi sekarang." Gadis bermanik merah itu spontan menutup mulut. Berusaha memuntahkan cairan yang sudah telanjur tertelan. Akan tetapi, tubuhnya seolah-olah telah menyerap semua itu dengan baik.
"Aku kasihan melihat tubuhmu yang kurus itu. Asal kau tahu saja, semua makanan ini hanya untuk menunda lapar. Lupakan saja pelajaran tentang makanan bergizi seimbang atau apalah itu. Bagi kita, darah adalah satu-satunya sumber nutrisi," terang laki-laki itu panjang lebar.
Kathryn tersenyum kecut. "Mendengarnya saja aku sudah mual," celetuknya. "Jangan-jangan kau juga menambahkan darah di setiap masakanmu," ujarnya dengan nada curiga.
"Tadinya aku ingin melakukan itu. Tetapi darah yang tidak segar rasanya tidak enak," balasnya sambil tertawa. Entah mengapa, baginya menggoda gadis di depannya dalah sebuah kesenangan baru.
Kathryn membuang muka. "Pantas saja Louis sangat benci pada vampir. Aku juga ingin kembali jadi manusia saja," dengkusnya sebal, memalingkan wajah sembari menopang dagu.
"Aku mengerti. Siapa pun pasti akan sulit beradaptasi. Lama-kelamaan, kau juga akan lupa rasanya menadi manusia. Lagipula ..., kau mungkin belum tahu jika dulunya ...." Kristopher memilih untuk fokus memotong daging steak daripada melanjutkan cerita. "... hubungan manusia dengan vampir tidak seburuk ini."
Kathryn hampir tersedak. Spontan ia menoleh dengan penuh rasa ingin tahu.
*
16 Juni 2021, 08:10 WITA.
Jangan lupa tinggalkan vote dan comment, ya. 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top