Chapter 3

Gemuruh para Vyeosick datang bagaikan sangkakala. Relawan yang masih berkeliaran di luar pun satu per satu masuk ke aula dengan bantuan pasukan penjaga gerbang yang menidurkan pasien dengan tembakan bius. Sesuai keputusan bersama, dilarang membunuh Vyeosick karena mereka mampu disembuhkan. Selama para ilmuwan mencari bahan untuk membasmi Vyeoflower tanpa membahayakan kesehatan biotik dan abiotik, tugas relawan hanya mengurusi Vyeosick sampai sembuh.

"KYAA!" Keyna sempat menghindar dari terkaman lawan, tapi membuat tubuhnya jatuh dan menggelinding, berusaha bangkit secepat mungkin demi sampai masuk aula. Napas Keyna memburu. Peluh bercucuran di sekujur badan. Kaca pada masker gas respirator kini berair akibat napas Keyna.

"Kau masih kuat, Key?" Zikra angkat suara, hanya dibalas kerlingan gelisah. "Kami akan menutup gerbang dalam hitungan mundur 10, 9...."

Kakinya mulai melemas ketika berada di sisi lapangan voli. Tinggal lurus lalu belok ke kiri menuju undakan aula. Keyna menjerit keras demi mengeluarkan semangat.

"5 ... 4...."

"Jangan harap kau lolos dariku, Keyna!" Air mata mulai pecah, bergabung dengan keringat yang terus muncul begitu banyak di wajahnya. Sedikit lagi ... hanya beberapa langkah, bisa dihitung jari. Gerbang mulai tertutup saat mencapai undakan.

"1...." Keyna langsung menyesuaikan celah yang terbuka pada gerbang, jatuh terjerembap melepaskan masker gasnya. Tepat setelah pintu tertutup rapat dan dikunci menggunakan tiang besi pada gagang gerbang, gebrakan keras menciutkan nyali semua relawan, mengundang sensasi dingin yang merayapi tubuh mereka, termasuk Keyna yang menatap gerbang bercatkan biru dengan melotot.

"Kau tidak apa-apa, Keyna?" Ia tersadar, Zikra dengan rambut dikucir ekor kuda tengah membantunya berdiri, mengelap wajah Keyna dengan lembut. Namun, gadis itu tak mau buka suara, justru berlari menuju ranjangnya sambil mendorong Zikra. Kedua tangan Keyna mengobrak-abrik isi laci kecil, menggenggam sebuah botol kecil berisi banyak pil. Ia menelan satu pil tanpa minum, duduk mengatur napas di tepi ranjang.

Hati Zikra terenyuh dan menyipit sayu, mengetahui Keyna yang begitu pucat. Tak ia sangka di hari pertama dia menjadi relawan harus berhadapan dengan kematian.

"Aku belum pernah melihat Vyeosick mengganas seperti itu," kata penjaga gerbang bertubuh jangkunh dan besar. Perhatian Zikra teralihkan. "Dia kayak mau balas dendam sama Neng Keyna."

"Apa mungkin orang itu punya peristiwa yang kuat dengan Keyna?" Zikra berargumen, bergabung ke kerumunan orang dewasa yang sebagian besar adalah pasukan penjaga gerbang. "Karena kita semua tahu, mereka yang berjalan tak tentu arah di luar seperti tak punya hasrat melakukan semua kegiatan. Mereka yang kita kunci di dalam adalah pasien Vyeosick dengan efek luar biasa kuat, di mana perasaan mereka akan berubah terus-menerus tak sesuai dengan perkiraan kita."

"Tambahan," kata seorang pria paruh baya berkumis tebal melipat tangan di dada, memperlihatkan otot-otot yang menonjol di lengan atas, "mereka yang perasaannya berubah dengan cepat adalah efek awal seseorang kena serbuk Vyeoflower."

"Dengan serangan dia, kita mendapatkan data baru tentang efek serbuk Vyeoflower, kan?" Pemilik sepatu selop putih berlenggok menghampiri kerumunan kaum lelaki. Wanita berjas dokter itu baru melepasnya, memamerkan kulit seputih susu dan buah dada yang kencang bila mengenakan tanktop hitam. Dia tersenyum manis, tapi tak membuat Zikra luluh padanya.

"Kau jangan bercanda, Aini." Zikra menggertak bengis. "Kau lihat apa yang terjadi pada Keyna?" Sengaja ia tunjuk gadis berjaket abu-abu yang berbaring meringkuk di ranjang. Semua mata orang mengarah pada Keyna. "Ini hari pertama dia sebagai relawati, Aini. Keyna belum siap dengan serangan tadi. Aku percaya dia baru saja lulus dari terapi psikologisnya! Dan biar kutebak, psikologis dia kembali tergoncang!"

"Kesepakatan tetaplah kesepakatan, Zikra." Ucapan Aini menimbulkan kerutan di dahi lelaki gondrong itu. "Aku tidak tau apakah Keyna memberitahumu atau tidak waktu dinyatakan lulus terapi, tapi Keyna sendiri yang bilang akan melaksanakan hari pertama sebagai relawati, tak peduli apakah nanti mentalnya terganggu."

"Sudah, jangan bicarakan Keyna." Suara cempreng berikut tubuh kerdil menengahi Zikra dan Aini, memberi jarak dengan merentangkan kedua tangan. "Baik kita diskusikan soal kejadian tadi, untuk menghasilkan satu data tentang efek serbuk Vyeoflower."

"A-aku gak dulu deh, Dek Tasya," elak Zikra menepis uluran tangan Tasya. "Aku mesti awasi keadaan Jean, takut efek serbuknya kembali menguat."

"Aku pun harus siapkan banyak peluru bius untuk besok, Tasya," kata Aini yang sama-sama cari alasan. "Jadi maaf ya."

"Tapi...." Tasya hanya bisa membungkuk kecewa, celingak-celinguk menyaksikan dua orang dewasa yang pergi ke tempat tujuan. Kerumunan tadi kembali bising melemparkan banyak hipotesa. Tasya awalnya ingin ikut berpendapat, tapi bapak berkumis tebal itu meminta gadis berambut hitam ikal seleher untuk menemani Keyna saja.

Ia pun berlari, mendaratkan bokongnya ke tepi ranjang. Sesekali manik hitam Tasya mengarah pada gadis dengan kulit berbasuh peluh. Seketika Tasya menegang, lebih lagi derit ranjang membawa guncangan kecil.

"Kau ke sini untuk menemaniku?" tanya Keyna menatap lemah.

"Begitulah," jawab Tasya duduk memeluk lutut di samping Keyna. "Tadinya ingin berdiskusi sama orang-orang di sana." Gadis berpakaian gaun merah dengan kerah garis V tersebut melirik ke arah yang dimaksud secara sekilas. Keyna tak melihat bahasa isyarat Tasya.

"Tasya...." Pemilik nama segera menelengkan kepala, menjeling sendu, sedang Keyna memejam mata sesaat. "Kau sudah lama mengenalku, kan?"

"Ya, bahkan saking lamanya kau mulai memercayaiku untuk bertukar kisah kelam," jawab Tasya mendesah pelan. "Traumamu kembali muncul?"

"Dari mana kau tau?"

"Kak Zikra yang menduga kalau psikis kamu tergoncang." Berbagai foto bunga ukuran polaroid menggantung di lampu kelap-kelip yang menghiasi dinding. Kamar Keyna berada di pojok kiri paling belakang, bertempel pada tembok.

Keyna tertawa lemah. "Dasar kak Zikra...."

"Wajar kak Zikra khawatir sama kamu, Key." Tasya melirik melemparkan senyum manis. "Adek kesayangan katanya." Mereka saling tergelak. Sedikit demi sedikit, ketakutan Keyna mulai menghilang. Inilah keuntungan berteman dengan Tasya.

"Ngomong-ngomong, kamu tau dia siapa?" tanya Tasya mengalihkan topik. Senyum yang merekah di bibir Keyna mendadak pupus. Irisnya yang semula cerah kembali menggelap. Ia menatap dingin ke arah langit-langit kamar yang sebenarnya adalah permukaan lantai dua.

"Dia orang yang menaruh trauma di ingatanku. Namanya Azky. Aku tidak tau kalau ternyata Azky terpapar serbuk Vyeoflower." Penjelasan Keyna membuat Tasya melotot.

"Seriusan?" Dengan cepat, Tasya sudah berbaring dalam posisi miring menghadap Keyna. "Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang, Key? Kak Zikra gak bakalan izinin kamu jadi relawati lagi kalau gak cari cara alternatif dengan segera. Kak Zikra sudah menduga yang cenderung tepat sekarang tentang kamu sama Azky."

Sampai sini, pikiran Keyna kalang kabut, kalut, dan pening. Apa yang mesti ia lakukan sekarang agar Zikra tak melarangnya ikut mengurusi Vyeosick? Di samping itu, ia mau tahu mengapa Azky menginginkan dirinya wafat. Iya, Keyna ingin tahu kronologi di balik semua traumanya.

"Aku ingin mengetahui apa alasan Azky mengharapkan aku mati, Tas." Ia bangkit duduk bersila, menatap Tasya penuh yakin. "Tapi aku butuh bantuanmu." []

Yess! Kisah Keyna mencari tau tentang traumanya siap dimulai! Hayoo, kamu udah mulai tebak-menebak soal alurnya belum? Keyna minta bantuan apa ya sama Tasya?

Ikuti terus perjalanan Keyna, badders!

Regards,
Revina_174 & iNay_3010

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top