Chapter 2
Denting tabung reaksi beradu dalam keheningan. Sorot matahari kemerahan menerobos masuk melalui jendela dengan tirai sedikit terbuka. Hari sudah sore semenjak Keyna mamasuki lab untuk meneliti kandungan yang ada pada bunga Vyeoflower. Gadis dengan jaket abu-abu itu masih mengotak-atik tabung reaksi. Tangannya yang memakai sarung tangan kembali mengangkat tabung reaksi tersebut dengan hati-hati. Tabung itu kemudian ia letakkan di samping sebuah kotak kaca berisi bunga Vyeoflower yang sebagian kelopak bunganya sudah lepas dari tangkainya.
Keyna menghela napas. Setelah penelitian yang memakan waktu tidak sebentar itu, Keyna menerbitkan senyum miring. Cairan dari tabung reaksi di cengkeramannya berwarna cokelat, mirip teh hitam.
"Mengandung senyawa kanabis sintetis, hah?" kata Keyna meletakkan barang-barang kotor ke wastafel. "Mirip seperti ganja sintetis. Hanya saja Vyeoflower tumbuh sebagai parasit, mampu berdampak pada manusia dan benda mati lewat percikan mahkota bunga yang rapuh bila disentuh."
Netra cokelatnya tersirat dingin, menulis hasil penelitian sambil mengamati bunga hitam yang ia teliti. "Kenapa kau lahir di dunia, bunga hitam pembunuh?"
Untuk pencegahan sementara oleh para petugas, ruangan-ruangan yang ada akan disemprot oleh minyak sereh. Sedangkan untuk baju pasien dan relawan akan dicuci menggunakan deterjen berbahan toksik yang telah dinetralisir tingkat racunnya.
Keyna mencuci barang-barang kotor tersebut setelah selesai menulis data mengenai bunga Vyeoflower. Dirinya hendak menutup tirai, tapi saat menatap langit yang menggelap, Keyna seperti mengingat pesan Zikra. Waktu itu, beliau berkata apa?
"Key, kamu di mana?" Suara Zikra yang berat membuyarkan lamunan Keyna. Lantas ia menutup tirai berselimutkan debu. Tetapi, gadis berjaket kelabu ini ingin berada di sini lebih lama, mengamati foto-foto satu kelas dengan wali kelasnya sekali.
"Aku masih di lab biologi, Kak," jawab Keyna. Ia menyipit ketika menemukan sebuah foto kelas di paling ujung. Ada dirinya di sana. Mendadak kepala Keyna berdenyut nyeri. Suara Zikra berubah denging, hanya degup jantung yang Keyna dengar.
Suara orang-orang di sekelilingnya muncul tanpa aba-aba, melontarkan banyak kalimat sarkas dan hinaan secara bertubi-tubi. Keyna ambruk dengan kedua tangan masih menutup telinga, terengah-engah, meringis penuh gelisah.
Tidak, ini ilusi, batin Keyna menggeleng menepis sakit di kepala. Seluruh badan tak mampu digerakkan, bahkan dirinya serasa gemetar.
"Na?" Suara Zikra muncul di pendengarannya. Ingatan tentang mereka tetap enggan angkat kaki dari memori Keyna. "Keyna!"
Keyna mendelik sempurna. Suara mereka menghilang karena Zikra, meninggalkam napas yang tak beraturan dan peluh bercucuran di seluruh tubuh. Nyeri di kepalanya pun hilang.
"Kau tidak apa-apa, Keyna?" Ia menjeling, tetap melotot mengecilkan irisnya. "Iya, aku tidak apa-apa, Kak."
"Sebaiknya kamu kembali ke sini sebelum jam 6 sore," ujar Zikra mengingatkan. "Kamu tau sendiri kan apa yang akan terjadi jika masih berkeliaran di luar pada jam segitu?"
Itu dia! Keyna yang tersadar segera melihat arloji di papan dada. Sekarang jam 17.50. Keyna hanya memiliki waktu 10 menit untuk kembali ke aula. Keyna pun bergegas mengemasi barang-barang penelitian yang mulai kering. Namun, pintu terdobrak keras, mengagetkan Keyna yang baru mengelap bagian luar tabung reaksi. Berkat suara keras tadi, tabung dalam genggamannya jatuh dan hancur berceceran. Gema para Vyeosick di luar sana mulai menggelegar menuju laboratorium biologi.
"Sial...." Terpaksa Keyna keluarkan pistol bius di saku jaket, buru-buru membuka pintu. Mau ia tarik atau ia dorong, pintunya tak mau buka. Keyna menggeram menahan kesal. "Pintu sialan!"
"Keyna...." Seseorang menyerukan namanya dengan nada pelan. Napas Keyna mulai tak beraturan, berbalik mengamati siluet lelaki yang melangkah perlahan mendekatinya. Orang itu tertawa kecil menyebabkan bulu roma berdiri menegang. Jantung Keyna berdegup kencang bahkan seluruh tubuhnya gemetaran saat mendengar suara tawa dari sosok itu. Walaupun penerangan di sekitar redup, Keyna masih bisa menerka siapa sosok itu hanya dari suara tawa singkatnya.
"Mundur kau!" Keyna langsung membidik siluet tersebut, berjalan menyamping menyetarakan tempo langkah lelaki itu, semampu mungkin menambah jarak dalam sebuah ruangan kecil.
"Keyna...." Mereka seperti bertukar wilayah. Keyna yang masih membidik lawan semakin gemetaran ketika sosok itu memanggil namanya, kemudian menggebrak pintu yang tak dapat terbuka. Seruan para Vyeosick makin riuh berkat ulah dia. Sosok itu berjalan makin cepat ke wilayah Keyna, mengambil pisau sayat bekas penelitian bunga Vyeoflower. Sedangkan Keyna berjalan mundur, menurunkan senjatanya.
"Sudah lama kita tak bertemu, Keyna," katanya tertawa kecil. "Dari dulu aku ingin kamu mati, bahkan aku senang saat kau keluar sekolah karena tertekan."
Jarak mereka semakin dekat. Keyna sampai terbatuk-batuk karena menghadapi sensasi dingin di raganya. Barulah terlihat rupa lelaki itu, bermata merah dengan rambut gondrong mencapai bahu. Dengan seringai lebar, dia menambahkan, "Kenapa kau malah hidup?!"
Dengan liar, dia mengayunkan pisau kecil secara mendatar, tapi sempat Keyna hindarkan. Dalam waktu 10 menit, Keyna manfaatkan untuk berlari mengulur jarak dari dia, tak peduli apakah harus berhadapan dengan pasien Vyeosick lainnya. Bahkan mesti masuk lorong sekalipun.
"Kau mau ke mana, Keyna?" Dia tertawa lantang di belakang, mengetahui kondisi Keyna yang kalang kabut.
Keyna menguatkan diri mencoba mengambil kembali kontrol atas tubuhnya. Keyna berlari sekuat yang ia bisa. Mengabaikan dia yang masih memekik namanya disertai tawa keras.
Sungguh Keyna ingin menangis karena ketakutan saat ini. Namun, ia sadar sekarang bukan waktu yang tepat untuk itu. Keyna terus berlari menuruni undakan, melewati lapangan volly menuju aula, menembaki titik terlemah pasien Vyeosick yang mencoba menghalau jalan Keyna: leher.
Gedung aula dapat ia lihat saat melewati kolam ikan yang keruh. Ia langsung menekan handsfree di sela mengelak terkaman pasien Vyeosick. "Kak Zikra, ini Keyna. Tolong buka gerbangnya! Aku sedang menuju ke sana." seru Keyna dengan napas yang menggebu.
"Gerbang telah dibuka." Secercah harapan memberikan seggenggam oksigen dalam lingkup masker gas respirator. Ia melirik ke belakang, terdapat bayangan di muka Keyna yang terbelalak.
"KYAA!" []
Waduh, Keyna dalam bahaya dan gerbang sudah terbuka. Akankah Keyna selamat dan sampai di aula? Pantengin terus cerita kami!
Regards,
Revina_174 & iNay_3010
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top