Chapter 11
"Kemari kau, bangsat!" Bunyi langkah kaki dengan decitannya menambah heboh kericuhan di sekolah, menyusuri bangunan kelas 9 hingga ke lorong tanpa penerangan. Jarak mereka makin menipis seiring Azky yang berlari cepat demi sebuah mangsa.
Di dalam lorong yang pengap akan bau lumut, Azky teringat sesuatu. Tanpa sadar menyeringai lebar dalam kegelapan dan melanjutkan perjalanan menuju ruang TU. Ia tuyup pintu rapat-rapat, mengedarkan pandangan dengan liar. Bahkan sempat tertawa kecil, menutup sebelah mata seperti menyatakan dirinya telah tak waras. Azky berjalan sempoyongan dan terengah-engah, mengamati sistem rumit berkelap-kelip.
"Mari kulihat sejauh mana kau bertahan!" Mengikuti durasi ia bercakap dalam mengotak-atik tombol, bunyi melengking berteriak mengusik ketenangan Vyeosick.
Dari sini, manusia yang bergantung dengan ilusi duniawi berlari ke sembarang arah, memekik tak karuan, bahkan saling menghajar satu sama lain. Namun, tiada hal yang membuat Azky bahagia berlipat-lipat selain mengamati gadis dengan pakaian kemeja kotor itu. Dia ibarat seekor rusa yang dikejar populasi hyena.
"Teruslah berlari, Keyna," kata Azky melotot mempercantik seringai yang menyamai sosok joker. "Terus menjauhi kerumunan Vyeosick sampai kau lelah. Aku ingin kau mati, Keyna!"
Penekanan pada nama yang ia sebut memberikan respons memukul permukaan sistem sampai penyok. Gigi rapi menguning mulai gemeletuk. "Kenapa kau tak mati-mati, Keyna? Kenapa?!"
Dari belakang terdengar dobrakan keras, menarik perhatian Vyeosick yang semula mengejar Keyna. Azky berbalik, menggeram sampai memecahkan kaca hanya menggunakan tangan kosong, mengambil sekeping pecahan beling.
Dobrakan beruntun itu akhirnya membobolkan pintu, beberapa lantai pecah akibat badan pintu yang rubuh. Dua orang berhasil masuk dan menutup pintu bersama-sama. Desahan mereka menggugah ambisi Azky, mendidihkan hasrat ingin melayangkan nyawa makhluk sejenis.
"Kau rekannya Keyna?" Mereka tersontak kaget, salah seorang menghantam pintu yang bersandar. Rubuh kembali pintu tersebut, menimpa beberapa Vyeosick yang berlari menjemput dua orang di dalam ruangan.
"Zee, rapikan kaca jendela yang pecah!" seru sang gadis mengeluarkan pistol bius, membidik ke arahnya dengan mata membulat intens. "Aku akan mengurusi cecunguk ini."
Azky tergelak hebat, mendongak letoy untuk menjemput ekspresi gadis itu lewat tatapan bergairah. "Datang-datang langsung memojokiku dengan senjata tembak. Baiklah kalau itu yang kamu mau!"
Azky berlari cepat dan hendak menikam gadis 'sok berani' itu, tapi dia begitu lincah mengelak serangan. Ia merasakan sesuatu menancap di leher, menimbulkan rasa sakit luar biasa. Tak ada pilihan, Azky melemparkan serpihan kaca pada target tanpa membidik, ia terlampau sibuk mencabuti benda kecil yang mendarat di leher.
Pandangan Azky perlahan berkunang-kunang, kian mengabur, bahkan terlintas keinginan untuk tidur walau tak merasa kantuk menyerangnya. Dengan sisa tenaga, ia lompat bak hewan buas yang menerkam mangsa. Selagi mencengkeram leher dia guna mengunci pergerakan, ia meraba-raba serpihan kaca yang berceceran hingga kepingan kecil-kecil. Luka tusuk dan gores tak ia indahkan selagi mangsa masih menggeliat meniru tarian larva.
"Kak Tasya!" Azky langsung melirik sumber pekikan berasal. Seorang pria yang Tasya sebut 'Zee' sudah keluar dari jendela, hinggap dengan seutas tali yang menyambung ke atas entah dengan cara apa dia melemparkannya ke sana.
"Kau...." Azky menyipit bengis, menggeram keras. Rahang bawahnya menerima tinju kuat dari lawan dalam terkaman pasien Vyeosick. Hal itu pula yang membuat Azky terpental melepaskan musuh. Samar-samar Tasya ambil ancang-ancang untuk lari keluar, kemudian Azky melirik ke arah Zee yang sedia uluran tangan.
"Jangan harap kau bisa lolos dariku!" Azky langsung bangkit memeluk Tasya hingga terjatuh lagi. Kali ini, ia takkan lengah. Tangan kekarnya menarik jaket Tasya, membuat sang korban terseret dalam keadaan tengkurap. Ia menghempaskan tubuh mungil Tasya ke meja bertumpukkan buku-buku, menerbangkan ratusan kertas.
"Sekarang giliranmu, bocah." Azky menoleh dengan seringai lebar yang membuat Zee kesusahan mengeluarkan pistol bius. Tangan kotor akibat wewangian baju Tasya kini bersiap menyabet Zee dengan buku tebal di meja, terangkat hendak melambungkan benda berat ke arah lawan.
"Tak semudah itu!" Dari belakang Azky terdorong oleh badan Tasya, ambruk membebaskan buku dan menimpa tangannya. Di detik itu pula, lelaki berkulit pucat itu mendongak. Gadis berjaket kulit memanjat jendela, menyusul lelaki mungil yang mencengkeram tali tambang.
Tangan mereka berjabat. Tasya bersiap lompat dan menerkam tali bersama Zee, mendadak rencana pecah dengan sebelah kaki ditarik Azky. Amat ganasnya Azky mengurusi lawan berjenis kelamin perempuan ini, sepasang tangan merayapi tubuh kerdil Tasya. Menerjang pun percuma, dia mengelak dengan kekuatan yang membuat kaki mati rasa. Satu kaki tak banyak membantu, pun tangan yang hanya meninju angin. Butir-butir yang mampu mengalirkan darah bersarang di jaket.
"Lepaskan ... aku----" Indera peraba Azky berakhir di rahang bawah Tasya, menarik supaya wajah ayu dia menghadap padanya. Mata Azky tetap bulat dengan iris mengecil, tapi tiada lagi seringai yang memperkuat tatapan lelaki itu.
"Aku ... tak punya urusan denganmu!" Tasya memekik lagi, tapi Azky tak peduli. Dia mengacungkan tangan bergenggam serpihan kaca.
"Apa yang kau lakukan, hah?" Tasya terkekeh sumbang, melepaskan cengkeraman Azky dengan sebelah tangan. Apalah daya kekuatan seorang wanita tak mampu menyaingi seorang lelaki, tetapi Tasya tetap pada pendirian meloloskan diri.
Tanpa sepatah kata, ia menikam sebelah mata. Dia menjerit keras mengalahkan lolongan parau Vyeosick, menambah kecepatan darah yang keluar membasahi mata dan rambut. Serpihan kaca tersebut Azky cabut, berniat menusuk mata Tasya sebelah lagi.
Sesuatu menggigit lehernya untuk ketiga kali: dua gigitan menggelikan menyerang leher saat berniat memperparah luka di mata Tasya. Pandangan Azky mengabur, melemahkan beberapa otot rangka seperti tangan yang melepaskan senjata hingga pecah. Ia ambruk dengan lutut sebagai penumpu, masih mampu melihat gadis itu berada di pihak Zee.
Dia telah keluar dari zona mangsa Azky. Kantuk mulai menguasai kesadarannya, terkulai lemah memandang lantai yang berserakan akan kaca dan kertas. Kelopak mata perlahan mengatup sempurna. Emosi yang menggebu-gebu di hati berkurang amat cepat.
Di belakang tempat Azky terkulai pulas, sepasang sepatu boot berjalan santai. Dia berjongkok mengambil kapsul bius yang hinggap di leher Azky.
Pemilik sepatu boot itu mendengkus sinis. "Kau tak jeranya memperjuangkan Keyna mati di tanganmu." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top