Chapter 1
Jalan raya nampak kosong. Semua gedung dan jalan ditutupi sampah dan tulang daun. Semua tanaman botak, kulitnya rapuh, batang pun berlubang-lubang digigiti rayap. Bangunan berlapiskan cat dan semen pun terkelupas. Pemandangan yang tak diinginkan oleh siluet gadis dengan rambut dikucir ekor kuda. Sebelah tangan bertempel ke jendela, lain mata bulat yang menyipit sendu.
"Kau masih mengharapkan daerah sini hidup kembali?" Manik cokelatnya menciut dan melirik menuju sumber suara. Sosok pemuda berambut gondrong membalas dengan senyum lebar tanpa menoleh. "Tidak ada waktu untuk berpikir seperti itu, Keyna."
"Maksudmu?" Keyna kembali menghadap kaca, kini mengajak bayangan dirinya adu saling menatap.
Lelaki itu mendengkus kecil. "Kita bukan ilmuwan di sini."
Keyna mendesah panjang. "Aku tau itu, Kak Zikra," katanya menoleh ke sumber suara cempreng yang memanggilnya. Orang berbondong-bondong menuju meja perlengkapan senjata, beberapa masih berkemas diri. Lantas, gadis berjaket hoodie abu-abu itu berjalan cepat menuju tempat mereka berkerumun, disusul Zikra yang mengejar dan menarik Keyna ke dekapannya. Keyna tersontak kaget. Teringin lepas, tapi tubuhnya enggan menuruti.
"Kak Zikra kok ... peluk aku?" tanya Keyna berusaha lolos dari pelukan pria berkumis tipis. Apalah daya kekuatan lelaki lebih kuat ketimbang dirinya, mana dia tak menjawab.
"Masih tak merelakan Keyna ikut bagian mengurusi pasien Vyeosick, hah?" Seorang wanita tertawa kecil, berbalik menaruh dua kotak peluru bius beserta pistol ke meja. Jas dokter yang putih macam tulang memeluk tubuh rampingnya. "Ayolah, Zikra."
"Keyna sudah berjanji untuk ikut serta dalam mengurusi Vyeosick," sambung wanita itu di tengah Keyna berhasil meloloskan diri. "Apa aku benar, Key?"
"Iya, aku berhak untuk ikut serta demi Kak Zikra." Kini Keyna disibukkan mengisi magasin dengan lima butir peluru bius sebelum terpasang pada badan pistol. Sisanya berada di saku jaket. "Apa Kak Zikra tetap melarangku?"
"Bukan begitu...." Zikra menyisir rambut ke belakang menggunakan jari, memberi efek bergelombang di helai rambut tertentu. "Maksudku, beda ceritanya kalau kamu ikut serta mengurusi Vyeosick karena aku---"
"Sudah masanya Keyna membantu kita." Penjelasan Zikra dipotong oleh wanita penjaga meja perlengkapan senjata, yang sekarang tengah memakaikan masker gas respirator ke muka Keyna. "Dia sudah menghabiskan banyak waktu untuk memahami hal-hal mengenai Vyeoflower dan berlatih tembak. Bahkan dia rutin konsultasi padaku untuk memperkirakan keadaan psikologisnya demi bisa menggantikanmu."
Zikra terbungkam bila sudah menjalar pada perjuangan Keyna melawan masa lalu secara otodidak. Ia hanya mampu mendesah, membalikkan tubuh Keyna dan mencengkeram pundak gadis itu. "Baiklah, Keyna. Tugasmu ada di data yang diberikan penjaga gerbang area aman. Jangan berbuat macam-macam selain memeriksa hasil pemeriksaan Vyeosick. Kau mengerti?"
Keyna mengangguk satu kali tanpa menerbitkan senyum maupun tatapan cerah. Manik cokelatnya tetap gelap dan macam tiada hasrat. Melalui salah satu tangan berbalut sarung tangan karet nitrile hitam yang ditarik kembali, Keyna berkata, "Aku pasti akan selamat, Kak Zikra."
Gerbang terbuka di hadapan pasukan relawan bermasker kaca. Keyna menyadari riuh orang-orang di depan gerbang, lantas ia menyusul ke sana sembari melepaskan tangan Zikra, menutupi kepala menggunakan tudung lalu mengeratkan tali tudung jaket. Satu per satu diberi papan dada kayu bertempelkan data Vyeosick. Keyna mendapat pemeriksaan di kelas 9, seingatnya dekat dengan laboratorium komputer.
Sejenak bulu roma Keyna berdiri tegang. Hawa dingin menyusup celah jaket. Ia mampu melihat partikel kecil berwarna hitam melayang bersama oksigen. Sembari melirik mengamati pasien Vyeosick yang berjalan sempoyongan, Keyna menuliskan hasil pemeriksaan di atas kertas data, berhenti di antara lab komputer dan kelas 9.
Jalan dia sempoyongan tak tentu arah, tandanya efek serbuk Vyeoflower masih kuat. Keyna ingat waktu Zikra membawa salah satu pasien Vyeosick yang sudah disuntik bius ke sebuah ruangan di sisi kamar relawan remaja---tepatnya menjadi penghalang bagi ranjang Keyna dan Tasya.
"Dia terlihat sudah berperilaku normal dan melakukan kegiatan seperti kita, makanya aku bawa dia ke sini untuk diberi terapi psikologis seperti terapi kognitif. Dia begitu karena efek Vyeoflower sudah melemah." Begitulah kata Zikra. Selain tanda yang disebutkan, beliau menyimpulkan bahwa efek serbuk Vyeoflower masih kuat.
Keyna celingak-celinguk mencari pasien yang sudah melakukan kegiatan normal. Ia menemukan seorang perempuan---umurnya sekitar 14 tahun---tengah memantulkan bola basket, melemparnya ke ring walau lambat. Ia mendekati gadis itu, terlintas firasat kalau dia akan menghirup oksigen kembali.
"Bagaimana keadaanmu, Dek?" Dia tak bergerak selepas mendengar suara Keyna. Pantulan bola yang meninggi kian merendah dan menggelinding lambat, sempat mengalihkan perhatian Keyna. Begitu matanya kembali memandang dia, pasien tersebut sudah menghadap dengan tatapan kosong. Tubuh jangkung Keyna berdesir dingin, pun jantung yang berdegup nyeri. Keyna mencoreng satu nama di daftar pasien setelah melihat papan nama dia di seragam sekolahnya, walau berkelok akibat gemetaran. Dengan senyum tipis yang dipaksa, Keyna berkata, "Diamlah di sini. Rekanku akan membawamu ke suasana baru, dengan udara yang lebih segar dibanding tempat ini. Kau mengerti?"
Gadis itu mengangguk lamban sebelum melanjutkan kegiatan bermain basket sendirian. Keyna masih berdiri di situ, mengamati gelagatnya dalam memantul bola ke sembarang arah seperti atlit basket. Sesekali dia terengah-engah mengejar bola yang lepas dari tepukan. Sambil tertawa gumam, Keyna yakin dia akan menjadi manusia yang mampu melalukan aktivitas dengan kecepatan normal. Semoga wabah ini makin berkurang dan kota kembali hidup, Keyna mengharapkan kehidupan lama yang mewarnai kebahagiaan ibu pertiwi.
Namun, bayangan wajah gadis itu masih terbayang jelas dalam ingatan, memudarkan senyum di bibir merah Keyna. Tak bergerak, berkulit pucat, gerakannya pun kaku untuk disebut manusia. Mungkin masuk ke daftar alasan Zikra melarang Keyna berpartisipasi mengurus Vyeosick, dengan teror yang kapan saja dapat membunuh secara fisik dan mental. Namun, Keyna berhak terjun ke sini demi Zikra.
Angin bersiul menerbangkan sampah tak terurai ke mana-mana. Keyna menemukan dua tangkai bunga bermahkota hitam tumbuh mekar di sela-sela bangunan laboratorium komputer. Mirip bunga terompet, tapi mereka tumbuh di sela-sela hingga ke tembok yang ikut menumbuhkan lumut. Keyna menyipit. Sepatu boot hitam melangkah normal menuju tempat sang bunga bernamakan Vyeoflower. Ia berjongkok, mengamati keelokan flora pemicu tewasnya kota ini.
Keyna mendengkus sinis. "Hei, bunga Vyeoflower." Lantas mengambil bunga rapuh itu dengan tangan yang dilapisi karet, memasukannya ke kresek hitam yang mendarat di samping kaki Keyna lalu bangkit berdiri. Papan dada bertempelkan kertas data pemeriksaan Vyeosick ia jepit menggunakan lengan atas, sedang tangan satunya yang kosong menekan handsfree. "Di kelas 9 ada satu pasien yang siap diberi terapi psikologis, namanya Jean."
Selang beberapa detik kemudian, ada yang jawab. "Jean dari kamar kelas 9, diterima." Ini suara Zikra. Keyna menyipit dingin sebelum melirik dan berjalan menuju lorong. "Sekarang kau di mana, Keyna?"
Keyna pun masuk ke lorong tanpa cahaya dan bertumbuhkan tanaman paku di beberapa titik dinding. "Ke laboratorium biologi." []
Hmm, Keyna mau ngapain ke laboratorium biologi? Apakah Keyna akan membuktikan kalau relawan juga bisa jadi ilmuwan? Atau gimana nih? Untung Zikra gak ngawasin dia, ya. Wkwkwk.
Makasih yang udah baca, tetap pantengin novel Before Night Come, ya! Kritik, saran, dan komentar sangat dipersilakan.
Regards,
Revina_174 & iNay_3010
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top