17


Sebelum tubuhnya sempat ambruk ke dalam pelukan laki-laki yang telah melukiskan warna pada kehidupannya, ia mendengar namanya di panggil keras.

Setelah sekian lama, akhirnya ada seseorang yang kembali membangkitkan harapan dalam hatinya.

"(y/n)!!!" Pintu di atap terbuka keras. Seseorang yang membuka dengan sangat keras itu segera berlari memeluk di gadis. "Kenapa kamu melakukan ini? Jangan seperti ini."

Hatinya terenyuh. Waktu seakan melambat. Kehangatan dari sang laki-laki menyebar ke si perempuan. Jantungnya berdebar-debar.

Tangan kecilnya memegang lengan laki-laki yang melingkari pinggangnya. Ia kembali tersadar akan makna kehidupan. Matanya berair. apa yang kulakukan?

Tiga tepukan tangan terdengar nyaring. Shinichiro maupun (y/n) menoleh bingung. Laki-laki itu pikir, hanya ada dirinya dan (y/n) disana.

"Wah, drama yang sangat indah. Tapi tolong lah, ini drama bunuh diri yang epik. Bukan drama percintaan seperti ini. Kau jangan menghalangi." Aitsumi, selaku ketuanya maju menerjang hujan.

Sampai ia berdiri di samping keduanya. "Apa maksudmu?" tanya Shinichiro bingung. Sebelumnya, ia hanya melihat gadisnya hampir melakukan bunuh diri saja. Ia jelas tidak tahu menahu tentang masalah baru ini.

Sambil memainkan rambut panjang ikalnya, Aitsumi menyeringai senang. "Hm? Masih ingin membela tunangan orang?"

Nafas (y/n) memburu. Ia melepaskan pelukan Shinichiro dan berlari ke Aistumi. Ingin membekap mulutnya. jangan sampai Shinichiro tahu hal ini.

"Aitsumi!" Sergap (y/n) cepat. Sebelum Aitsumi membeberkan aibnya, ia harus menghentikannya.

Namun, sayangnya ia kalah cepat dengan si gadis nakal. Aitsumi sudah mendahului (y/n). Ia memukul belakang leher (y/n) sampai ia pingsan. "Apa yang kau lakukan?!"

Untuk pertama kalinya Shinichiro meninggikan suaranya kepada perempuan. Mahluk yang selama ini ia puja karena kelembutan dan kelemahannya.

"Kau pasti ingin tahu sesuatu 'kan?"

——— .

Tubuhnya terasa panas. Bukan panas karena cuaca. Tapi panas menyengat ini berasal dari dalam tubuhnya.

Matanya terasa berat untuk dibuka. Kepalanya pening. Tenggorokannya sangat kering. aku sedang demam? Ah iya. Tadi aku 'kan hujan-hujanan.

Kira-kira, ini dimana ya? Semuanya nampak gelap. Harusnya, kalau masih—TADI SAJA SUDAH SORE... lalu sekarang...

Apa sudah malam ya? Atau malah sudah subuh? Ya ampun, aku lemas sekali rasanya. Tapi aku ingin bangun.

Ugh, menyusahkan saja.

Kedua matanya terbuka perlahan-lahan. Mata sayu memeriksa keadaan sekitarnya. Meski dengan penerangan yang minim, akhirnya ia sampai pada suatu kesimpulan.

dindingnya bukan seperti dinding biasa.. Lebih seperti besi?

Oh! Ada motor?

Aku di kamar... Shinichiro kah?

Lalu, kalau aku di kasurnya... Dia tidur dimana? Kasurnya termasuk single bed, lho. Tidak mungkin ia tidur di sebelahku 'kan?

Jari-jari kecilnya bergerak pelan. Meringis merasakan rasa dingin di ujung jarinya. lho? Aku meriang?

Ya ampun... Aku paling benci meriang.

Hahh.. Lebih baik aku tidur lagi sajalah.

Pagi menyingsing dengan sangat cepat. Membangunkan hampir seluruh penghuni rumah keluarga Sano. "Kak, bagaimana keadaan kak (y/n)?" tanya Emma khawatir.

Shinichiro menggeleng. "Masih belum bangun. Biarkan saja dia tidur dulu. Jangan di ganggu, Emma."

Kebetulan karena kemarin hari terakhir ujian sekolah, Sma tempat (y/n) bersekolah libur untuk hari ini. Masuk lagi langsung hari senin. Upacara.

(y/n) membuka matanya yang terasa berat itu dengan susah payah. Matanya sedikit mengernyit saat sinar matahari yang tidak terlalu panas itu mengenai matanya.

sudah pagi ya... Sebaiknya aku bangun. Tubuhnya sudah agak mendingan dari kemarin malam. Meskipun agak limbung, ia tetap memaksa mendudukkan tubuhnya.

(y/n) merasakan sesuatu yang berbeda di tubuhnya. h-HAH?! APA???

Matanya membulat ketika ia menyadari pakaian yang ia pakai saat ini bukanlah seragamnya. Atau baju terakhir yang ia pakai.

Gadis itu memeriksa pakaian kebesaran itu. Ia melihat bagian lengan, lalu bagian tubuhnya. Dan kemudian, ia menyadari sesuatu lagi. aku tidak pakai dalaman?!

Wajahnya seketika memerah. Gadis itu selalu menggunakan dalamannya kapanpun kecuali jika ia sedang mandi. Jadi kalau ia bangun tanpa dalaman seperti ini, apalagi di rumah seseorang yang statusnya teman 'cowo', ia akan panik setengah mati seperti saat ini.

"Kenapa bajuku berubah? Dalaman dan seragamku kemana? Ih ya ampun. Kalau sampai tercetak, nanti bagaimana?? Aduh aku tidak tahu harus apa.."

Tanpa basa-basi lagi, ia langsung turun dari tempat tidurnya dan melupakan fakta bahwa ia sedang sakit.

Bruk!

Tubuhnya terjembab ke lantai. Memanggil penghuni rumah itu ke kamar Shinichiro secara tidak langsung. "Shh, aduh... Sakit." beruntung gadis malang itu masih bisa menahannya dengan tangannya yang lemas.

"Kak (y/n)!" Emma datang paling pertama yang disusul Shinichiro dan Mikey.

Shinichiro menggendong (y/n) kembali ke kasurnya. Laki-laki itu menatap khawatir (y/n). "Kenapa kamu turun? Kamu bisa memanggilku kalau perlu apa-apa."

Gadis itu memalingkan wajahnya. Ia memang sudah tahu baju itu milik Shinichiro dari wangi pakaiannya. Wangi lembut menenangkan yang tidak bisa ia deskripsikan.

aaaaa malu banget. Kenapa harus ada acara jatoh segala sih?

"Emma, Mikey, sebaiknya kalian sekolah saja. Biar kakak yang urus kak (y/n). Ya?" Mata Emma berkaca-kaca.

Mikey melirik (y/n) sekilas sebelum ia menarik tangan Emma. "Ayo, Emma. Nanti telat."

Shinichiro memperhatikan keduanya sampai mereka menghilang dibalik pintu kamarnya. Saat pintu kamar Shinichiro di tutup, keheningan tercipta diantara kedua insan itu.







738 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top