15
"Satu foto ya." Laki-laki itu meminta ke salah satu penjual foto disana untuk memotret mereka.
Memang tidak langsung jadi. Tapi setidaknya Shinichiro ingin mempunyai kenang-kenangannya bersama (y/n) di malam penuh kembang api ini.
Namun, karena kebetulan ada Emma dan Mikey, gadis itu langsung mengajak mereka ikut berfoto.
Emma (y/n) pangku. Sedangkan Mikey berdiri di sebelah (y/n). Untuk Shinichiro sendiri, ia berdiri di belakang (y/n).
"Siap ya... Satu, dua, tiga."
(y/n) membeli beberapa jajanan dengan uangnya secara diam-diam. Gadis itu tahu, kalau ia mengatakan apa yang ia inginkan ke Shinichiro, pasti laki-laki itu akan membelikannya.
Jadilah gadis itu berdua bersama Emma, dan Mikey bersama Shinichiro. Dari jauh, kedua perempuan itu memperhatikan interaksi kakak beradik yang kurang harmonis dengan senyuman.
"Mereka lucu banget, Emma. Hahahaha, kamu liat 'kan tadi? Mikey marah ke Shinichiro. Ahahaha." Emma tidak habis pikir. Ia kira, (y/n) akan melerainya. Namun ternyata tidak.
Emma menarik tangan (y/n). "Kak, kesana yuk." (y/n) berhenti tertawa. Ia menuruti kemauan Emma. Membawanya ke salah satu stand hiasan rambut.
Emma mengambil salah satu sumpit dengan bunga melati dan memakaikannya kepada kakak kesayangannya. "Wah, kakak jadi sangat cantik."
"Emma, kakak sudah punya banyak jepit di rumah. Sebaiknya ini untukmu saja. Ayo sini." Emma menolak. "Kakak itu yang cocok pakai ini. Rambut kakak hitam. Kalau pakai sumpit ini, sumpitnya akan terlihat jelas."
ya ampun, Emma baik sekali.
Padahal aku tidak memerlukan ini sama sekali. Ini terlalu cantik, dan sebentar lagi aku akan meninggalkan segalanya. Tidak mungkin aku masih memilikinya.
Pandangan (y/n) sedikit buram. kok aku menangis begini sih? Aduh, jangan menangis dulu dong.
"K-kakak kenapa?" Emma mendekati (y/n). Ia khawatir melihat kakak perempuannya hampir menangis. "K-kakak tidak apa-apa kok." Suaranya bergetar menahan isak tangisnya yang hampir pecah.
(y/n) berusaha tidak membuat kontak mata dengan Emma. Kalau sampai ia membuatnya, ia rasa air matanya akan langsung tumpah.
Sebuah korsase bunga ia pakaikan ke rambut Emma. Menyisirnya sedikit. "Tadaa, Emma juga cantik kok. Pak, beli perhiasannya dua ya."
——— .
"Disini kalian rupanya. Aku sudah mencari kemana-mana, ternyata kalian sedang asik makan permen kapas." Shinichiro dan Mikey berjalan mendekat.
Di antara puluhan manusia yang sedang menunggu kembang api, Emma dan (y/n) sedang menunggu di kursi taman. Emma pegal terus berdiri. Akhirnya (y/n) mencarikannya tempat duduk.
Gadis kecil itu tahu. (y/n) akan sedih karena ia tidak bisa melihat kembang apinya. Kakinya yang terluka benar-benar menghambat segala aktivitasnya.
"Kami juga sedang menunggu kalian kesini kok. Kalau kami keliling terus, takutnya jadi main kejar-kejaran." (y/n) menambahkan tawanya.
Mikey sudah lebih dulu duduk di samping Emma. "Oh iya, ini fotonya." Shinichiro memberikannya foto yang sebelumnya mereka ambil bersama.
"Kamu suka gulali ya? Kenapa tidak bilang kepadaku saja?" Tuh kan. Sebagai seorang laki-laki yang gentle, kata Shinichiro, mereka harus membelikan apa yang di inginkan sang wanitanya.
Tapi bagi (y/n), itu namanya perampokan untuk si cowo secara tidak langsung. Di porotin duitnya. Cari kerja aja belum. Ini malah menghabiskan uang orang tuanya.
(y/n) mengelak dengan tersenyum. "Yah habisnya tadi aku tidak bisa mencarimu sih."
"Kalau nanti—"
"Kembang apinya sudah mau di mulai!!" Mikey dan Emma sudah lebih dahulu berdiri di barisan paling depan.
Shinichiro berlutut memunggungi (y/n). "Naik, (y/n)."
naik? Ini terlalu merepotkan.
"Tidak usah—"
"Tujuan kita kesini 'kan untuk melihat kembang api. Kalau kamu tidak melihat kembang apinya, sama saja bohong dong." gadis itu termenung memikirkan kalimat Shinichiro.
benar juga. Tapi... Ah yasudahlah.
(y/n) menaiki punggung Shinichiro dengan hati-hati. "Hup! Nah, gini 'kan kelihatan? Benar 'kan (y/n)?"
Benar, semuanya terlihat jelas dimatamu.
ohhh~ jadi seperti ini pemandangan di mata orang tinggi seperti Shinichiro ya.
Berbeda sekali denganku ya hahaha.
Hati (y/n) senang. Akhirnya ia bisa mengetahui bagaimana point of view manusia tiang yang sesungguhnya. "Iya. Terlihat jelas. Terima kasih Shin!"
Syut! Dor!
Kembang api sudah mulai diluncurkan. Langit malam kala itu di hiasi berbagai kembang api. Waranya pun beragam. Setiap mata memandang mendecak takjub melihatnya.
"Cantik ya kembang apinya" Niat awal, gadis itu hanya ingin bermonolg saja.
"Iya" Namun siapa sangka Shinichiro akan membalasnya?
(y/n) terkesiap. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya dari Shinichiro. AAAAAAAA
kupikir tidak ada yang mendengarnya.
Aaaa aku malu sekali.
Apa karena jarakku dengan Shinichiro sangat dekat?
Benar juga ya. Kalau aku berbicara sesuatu, pasti akan langsung terdengar olehnya. Kan aku dekat dengan telinganya.
Tapi tetap saja, yang tadi itu kesalahan yang menjatuhkan harga diriku.
"Sepertimu," sambung Shinichiro lagi. eh?!
Aku tidak cantik seperti kembang api.
Aku mirip kembang api. Tapi dari umurnya saja. Karena umurku ini sangat pendek. Hanya 15 tahun saja. Satu perempat abad saja tidak.
(y/n) meletakkan kepalanya di punggung Shinichiro. Menutup matanya, menikmati beberapa hal indah dalam saat terakhir hidupnya. Karena ia tahu. Ia tidak akan hidup lebih lama lagi.
"Tapi kembang api ini juga sangat bersinar, sepertimu Shin. Kamu lebih bersinar dari siapapun dalam hidupku. Keren sekali." Wajah Shinichiro merah padam mendengarnya.
734 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top