14
Selama semingguan ini, Shinichiro selalu menyempatkan waktu nongkrong bersama teman-temannya untuk belajar bersama (y/n).
(y/n) menjadi agak gugup setelah pertemuannya dengan laki-laki yang ia ketahui sebagai temannya Shinichiro.
"Kamu melamun lagi." Kelopak matanya mengerjap beberapa kali. Sedikit tersentak ketika seseorang memegang bahunya.
ayam! Kaget aku.
Netra (y/n) yang sebelumnya sempat bertabrakan dengan netra Shinichiro, buru-buru ia alihkan ke buku di tangannya. "Aku hanya lagi banyak pikiran saja kok. Tidak lebih." Jawab gadis itu cepat.
Ia tidak ingin membuat Shinichiro menerka-nerka apa yang sedang terjadi padanya. "Kamu yakin? Kakimu bagaimana? Kapan boleh berjalan lagi?"
"Sudah baikan kok. Terima kasih. Minggu ini sudah boleh tidak pakai kursi roda lagi." Wajah Shinichiro menjadi cerah. Diikuti senyuman penuh kebahagiaan.
"Nanti aku yang membuka perban dan membantumu berdiri, boleh??" Suaranya terdengar sangat antusias. Tanpa sadar ia mendekatkan dirinya ke arah (y/n).
t-terlalu dekat. tangan gadis itu mendorongnya pelan. Tetap menjaga jarak. (dan mematuhi protokol kesehatan)
(y/n) tersenyum masam. Tidak terlalu suka jika ia harus mendapatkan tamu di hari minggunya. "I-iya, boleh kok."
——— .
Seperti perkataannya saat mereka sedang belajar bersama, Shinichiro benar-benar datang hari itu. "Sudah boleh aku buka 'kan?"
Laki-laki itu sudah berlutut di hadapan (y/n). Tangannya ingin segera melepas perban yang selama ini membuat (y/n) tidak bisa berjalan dengan kedua kakinya.
"Kamu tidak perlu melakukannya Shin. Sebenarnya biar aku saja yang membukanya." jantungnya berdebar-debar tidak karuan melihat Shinichiro berlutut untuknya.
Shinichiro menggeleng. "Aku mau kok."
"Yasudah, buka gih."
"Oke."
Laki-laki itu sedikit mengangkat kaki (y/n). Lalu, perlahan-lahan ia membuka perban yang terlilit rapi tersebut. Perlakuannya sangat hati-hati.
Sesudah dibuka, ia berganti ke kaki satunya lagi.
"Sudah sembuh. Lukamu sudah tertutup rapi."
"Banyak pantangan untuk menyembuhkan luka ini tahu. Aku kesulitan mandi." keluh (y/n). Gadis itu mengingat bagaimana perjuangannya agar ia bisa tetap mandi namun airnya tidak mengenai kedua telapak kakinya.
Shinichiro sudah membuka perban pada kedua kaki (y/n). "Sekarang, berdiri." Shinichiro berdiri dan memberikan kedua tangannya untuk (y/n) gapai.
Biasanya bagian ini adalah bagian tersulit dalam pembukaan perbannya. Gadis itu terlihat ragu. aku takut tidak bisa. Aku takut masih sakit.
"Aku akan menangkapmu jika kamu jatuh. Tenang saja," (y/n) menatap Shinichiro. Di mata Shinichiro tersirat keyakinan kalau (y/n) pasti bisa melewatinya.
Gadis itu mengangguk.
Ia memegang kedua tangan Shinichiro. Lalu, ia pun mulai menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika, rasa nyeri merambat ke saraf-saraf otaknya.
"Aw," Shinichiro buru-buru menggendong gadis itu. "Masih sakit?" (y/n) mengangguk kecil dengan kepala tertunduk.
Jaraknya dengan Shinichiro begitu dekat. Ia malu. "Ga apa-apa kok Shin. Terima kasih sudah membantuku ya. Paling sembuh sendiri ini mah. Biasa juga gitu."
Nah loh.
Shinichiro semakin merasa bersalah.
——— .
Alhasil, Shinichiro memaksa untuk terus bersama (y/n) seharian itu. Menemani apapun yang sedang (y/n) lakukan.
Padahal sudah (y/n) mengatakan kalau ia baik-baik saja. Tapi Shinichiro tetap memaksa untuk berada disana.
Memang benar sih, dengan adanya Shinichiro, gadis itu tidak perlu cape-cape mendorong kursi rodanya untuk bepergian.
Tinggal minta Shinichiro.
"(y/n)," Shinichiro baru balik dari kamar mandi. "Iya?" Gadis itu masih berkutat dengan buku-buku sekolahnya. "Sebentar lagi akan ada kembang api. Kamu mau melihatnya?"
sebentar lagi malam... Harusnya ayah atau ibuki tidak datanh di hari libur seperti ini sih...
Harusnya ya.
Tapi, minggu kemarin ayahku sempat datang juga. Ah sudahlah. Tinggal memakai guling untuk menggantikanku saja.
(y/n) tersenyum kecil. "Mau."
Kursi roda (y/n) di dorong Shinichiro menuju lokasi yang laki-laki itu maksud. Tempatnya agak jauh. Sampai-sampai mereka memakan waktu satu jam untuk sampai.
Tapi, sebanding dengan pengorbanannya. Tempat itu sangat indah. Banyak lampu dimana-mana. Ditambah langit yang sudah menggelap, membuat lokasi itu menjadi bersinar.
"(y/n), kita berfoto yuk." Shinichiro menunjuk ke salah satu stand yang menjual foto-foto hasil jepretan fotografer itu. Banyak anak muda yang sedang mengantri disana.
(y/n) menarik ujung baju Shinichiro. "Shin, kamu tau darimana tempat ini? Disini sangat indah."
Gadis itu kagum dengan kecantikan malam yang dipadukan dengan cahaya lampion dan lampu yang berjejeran. "Ada deh."
Raut (y/n) langsung menjadi masam. Ia meninju perut Shinichiro pelan. "Dasar. Mainnya rahasia-rahasiaan."
"Kak (y/n)!!" Emma berlari memeluk (y/n). "Kakak sakit lagi?" Anak kecil yang satu ini sudah terbiasa dengan kursi roda milik (y/n). Gadis manis itu hanya khawatir saja dengan kesehatan kaki (y/n).
Takutnya kelamaan terluka malah terjadi komplikasi lain lagi. "Sudah sembuh Emma sayang. Oh iya, kamu kesini? Sama siapa?" (y/n) memegang kedua bahu Emma gemas.
aaa cantik sekali!! Seperti pemain film saja. (y/n) tersenyum melihat dandanan Emma yang sangat memukau dimata (y/n).
"Sama Mikey, kak." (y/n) menggeser kepalanya kesamping tubuh Emma. Ia menemukan Mikey yang sedang berbaris menunggu dorayakinya.
anak-anak itu lucu sekali ya.
693 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top