11
Emma datang dari belakang Shinichiro. "Kak," panggilnya sembari terus berjalan. Gadis kecil itu memperhatikan Shinichiro yang sedang asik berkutat dengan motor miliknya.
Shinichiro membalasnya dengan dehaman kecil. Masih memusatkan pikirannya pada mesin di depannya. "Kak," panggil gadis itu mulai kesal di kacangi oleh kakaknya.
Lagi-lagi Shinichiro kembali membalas dengan dehaman saja. Namun ia meningkatkan suaranya. Laki-laki itu hanya malas menoleh saja.
Sebenarnya mah, kalau Emma mau ngomong, ya dia dengarkan sih. Sebagai kakak yang baik, gitukan.
"Kak!" Emma mengguncang-guncang tubuh Shinichiro. Laki-laki itu memutar tubuhnya menghadap adik perempuannya. "Ada apa Emma? Akukan daritadi sudah mendengarkanmu. Tidak perlu seperti tadi juga."
Emma bersungut melepaskan sebelah lengannya yang ia letakkan di bahu Shinichiro. "Habisnya kakak tidak melihat ke arahku."
"Iya deh, maaf ya Emma." Emma mengangguk. "Jadi, ada apa kamu sampai kesini?"
"Kak, kakak kenal kak (y/n) darimana kak?" Shinichiro mengusap tengkuknya yang tiba-tiba merinding sebab membicarakan gadis yang ia sukai.
Laki-laki itu menjelaskan awal mulanya bertemu dengan (y/n).
Bermula dari gosip di lorong, sampai menyelamatkannya dari om-om mesum. Sungguh aksi yang heroik, Shin.
Emma tertegun mendengar cerita Shinichiro. "Kenapa kamu bertanya, Emma? Ada apa?"
Gadis kecil itu mendekatkan dirinya ke kakak tertuanya. Tangan kecilnya membentuk moncong agar tidak ada orang lain yang dapat mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kak, jangan kasih tau siapapun ya."
"Sebenarnya—"
Dari dekat ruangan itu, kakak beradik itu mendengar suara gedebuk keras yang membuat keduanya terdiam.
Shinichiro lekas meninggalka Emma dan berlari menuju asal suara tersebut. Takut adiknya yang lain kenapa-napa.
Di depan pintu rumah utamanya, ada beberapa anak lebih muda darinya. Terkapar tidak berdaya.
Lalu, di depannya, ada Mikey. Pasti ini ulahnya.
Setelah remaja laki-laki itu telusuri, niat Mikey itu baik. Ia ingin melindungi rumahnya yang hampir di sergap beberapa preman yang tidak sebanding dengannya.
Shinichiro menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan kelakuan preman-preman itu. Padahal dia sendiri termasuk preman.
Iyasih, preman. Tapi preman baik.
——— .
"(y/n)," fokusnya buyar ketika ia mendengar suara laki-laki yang mengisi kepalanya sedetik yang lalu. Waw, menurut mitos yang beredar, seharusnya orang yang baru kita pikirkan muncul, artinya ia panjang umur.
'hah? Kenapa ada suaranya?
Apa aku sedang berhalusinasi?
Hantu di komplek ini memang tidak kira-kira ya.
Sudah menggedor jendelaku berkali-kali, sudah menirukan suara Shinichiro pula. Hadeh, pusing aku tuh.'
"(y/n)!" Gadis itu membuka jendelanya besar-besar. "Aku pikir kamu akan terkejut jika aku menakutimu. Tapi ternyata kamu biasa saja ya." Shinichiro bangkit dari tempat ia duduk sebelumnya.
"Ngapain kesini?" Tanya (y/n) tanpa basa-basi. Gadis itu agak was-was kalau sampai ada salah satu anggota keluarganya ada di sekitar situ.
Shinichiro memberikannya kaleng bekas yang sudah terbuka tutupnya. Telepon jadul yang hanya menggunakan tali layangan. "Untuk apa ini?"
Bukannya menjawab, ia malah berlari menjauh sampai talinya menegang. (y/n) mau tidak mau pun harus menuruti perintah tidak langsung dari Shinichiro.
"Kenapa kesini, Shin?" Suara gadis itu menggelitik telinga Shinichiro. Hatinya berdebar-debar. "Kakimu sudah mendingan?" Gadis itu melihat kakinya sebentar.
'oh iya, aku bahkan belum mengganti perbannya.'
"Belum aku cek lagi." Shinichiro berdeham paham. "Kamu sendiri, sehat?"
(y/n) semakin bingung. Badan luarnya sih sehat-sehat saja. Tapi kalau badan dalamnya... Gadis itu tidak tahu. Soalnya ia juga sudah sering makan makanan yang tidak bernutrisi.
"Sehat. Bagaimana dengan keadaanmu?"
"Aku sudah sehat dong!"
Shinichiro kembali mengisi keheningan itu. "Nanti... Apa boleh kita..." (y/n) memutar matanya malas.
Tapi dirinya tertawa.
Laki-laki itu termenung. Tawa gadis itu bagaikan melodi terindah di telinganya. (y/n) tidak sadar kalau talinya masih tegang. Yang berarti, tawanya barusan bisa terdengar oleh Shinichiro.
'hahaha, mulai lagi kumat gugupnya tuh!'
Sayang Shinichiro tidak bisa melihat senyuman (y/n). Jarang-jarang gadis itu akan tersenyum.
Entah sejak kapan, senyumannya mulai luntur dari wajah manisnya. Menumbuhkan kesan sombong bagi orang-orang yang baru mengenalnya.
"(y/n),"
"Hm?"
"Aku..."
"Iya, aku kenapa? Bicara yang jelas, Shin."
"K-kamu lagi belajar ya?"
"Iya. Ga kaya kamu tuh yang jarang belajar."
"E-eh?!"
"Ahahaha, canda Shin. Kamu juga rajin belajar kok untuk seukuran preman sepertimu."
"B-begitu ya..."
"Iya.."
"Aku boleh... Boleh belajar bersamamu tidak?"
(y/n) mengulum senyum manisnya. Dirinya senang. Ia mendengus geli. "Boleh kok."
"Kamu mau kapan?" tanya (y/n) sambil mencoret-coret kecil buku tulisnya. "Aku ikut kamu saja. Kamu kapan senggangnya?" Shinichiro tersenyum di ujung telepon.
"Mmm, setiap pulang sekolah aku senggang kok. Mau?" Shinichiro berteriak kegirangan di dalam hatinya. "Boleh. Aku juga senggang kok."
"Eh, aku tidak mengganggu waktu belajarmu kan? Aku tidak ingin karenaku, nilaimu jadi turun."
"Aku malahan bisa jadi semakin memahami materinya jika aku menjelaskannya kepada orang lain."
"Begitu ya. Oke, aku tunggu di depan kelasmu ya."
"Oke."
"Dah, aku pergi—"
"Shin, bawa dulu telepon ini hahaha. Masa mau di tinggal di rumahku sih?"
"Sebenarnya aku tidak keberatan jika meninggalkan telepon ini di rumahmu. Karena aku yakin, kamu pasti akan menjaganya,"
"Iyakan?"
"Iya, Shin. Akan kujaga dengan baik kok."
713 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top