09

(y/n) dan Shinichiro masih diem-dieman semenjak nenek itu mengatakan suatu hal yang membuat mereka malu setengah mati.

Sebenarnya, mereka memang sudah tidak tahan dengan kecanggungan yanh tercipta. Tapi, apalah daya mereka yang sama-sama malu untuk membuka suara.

aku malu banget.

Masa iya aku sama Shinichiro cocok? Ya ampun, kenapa pula aku harus bertatapan lama dengannya sih?

Aduh, mana sekarang situasinya jadi tidak enak begini lagi. Huaaaa gimana dong ini??

Aku ga tau harus ngapain juga.

Rumput-rumput di sekitar mereka bergoyang lucu. Anginnya semakin besar. Bahkan petir tiba-tiba menyambar.

Orang-orang di taman itu bergegas pergi dari sana. Shinichiro menoleh melihat keadaan gadis disampingnya. "(y-y/n), ayo pulang. Sebentar lagi hujan."

Gadis itu masih diam di tempatnya. Menatap Shinichiropun tidak ia lakukan.

Shinichiro yang jengah terpaksa menggendong gadis itu ke atas kursi rodanya dengan sangat hati-hati. "Apa—"

"Maaf, sudah mau hujan soalnya." Setelah Shinichiro membereskan peralatan medis (y/n), iapun mendorong kursi roda itu sesuai arahan si gadis.

Entah kemana tempatnya.

kenapa ia bisa dengan santainya menggendongku seperti itu?! Menggendong di depan seperti para penganti baru... AAAA! Astaga, tenang (y/n)! Tenang.

Ternyata, itu hanya jalan pintas menuju rumah (y/n) saja. Shinichiro pikir, (y/n) akan pergi ke tempat lain.

Baru laki-laki itu hendak pamitan pulang, tangan (y/n) lebih dulu menahannya. Bisa dikatakan, ia sudah melupakan rasa malunya. Cepat juga ia melupakan kejadian memalukan yang tadi.

"Shin, masuk aja. Udah mendung banget nih. Lagian kamu juga ga bawa motor 'kan?" Shinichiro berbalik. Ia melihat tangannya yang masih di pegangi tangan lembut (y/n).

Lembut. Tidak seperti dirinya yang terdapat kapalan dimana-mana. tangannya lembut sekali.

Menyadari mata arah Shinichiro berlabuh, (y/n) buru-buru melepaskan tautannya. Ia mengalihkan tatapannya. aku melakukan hal yang memalukan lagi. AAAAA! bodohnya aku.

"Shin—"

Jress!

——— .

Kebetulan sekali keadaan rumah (y/n) sedang kosong. Serpihan kaca di lantai juga sudah bersih seutuhnya. Hatinya lega. Merasa beruntung karena Shinichiro tidak akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumahnya.

"Maaf ya, aku hanya ada air putih saja." (y/n) berdusta mengenai alasannya ke dapur. Tidak sepenuhnya sih.

Kan dia bilangnya mau mengambil air. Shinichiro kira gadis itu mau minum. Tahu gadis itu mau mengambilkan minum juga untuknya, Shinichiro langsung menyambar kedua gelas dari (y/n).

"Kamu tidak perlu repot-repot, (y/n)."

"Tapi kamu 'kan tamuku. Sudahlah, ayo duduk dulu."

"Bukannya kamu sudah duduk?"

"Tidak lucu, Sano-san."

"Ehehe, iya. Maaf, maaf."

Shinichiro sudah lebih dulu duduk kembali ke sofa di ruang tamu. Sedangkan gadis itu masih agak kesulitan menyusul Shinichiro. Ternyata memakai kursi roda itu tidak segampang yang ia pikirkan.

"Emma sehat?" Shinichiro mengangguk. "Ia bahkan sudah berteman baik dengan teman-teman di sekolah barunya. Emma juga sudah tidak terlalu memikirkan Ibunya lagi."

(y/n) tersenyum kecil. Hatinya menghangat memikirkan anak kecil yang suka ia anggap adiknya sendiri itu pada akhirnya bisa berbahagia.

Dulu ia bahagia tinggal bersama kakaknya Izana. Tapi, semenjak kakaknya pergi, ia jadi sangat kesepian.

(y/n) tidak tega dengan kisah hidupnya. Maka dari itu, (y/n) ingin berteman baik dengan Emma. "Oh iya, kamu sudah makan belum?"

"Sudah dong—"

Krukk~

"Hahaha, aku buatkan makanan dulu ya."

"Eh, tidak perlu. Nanti akan merepotkanmu. Tidak usah." Shinichiro mengelak dengan wajah semerah tomat akibat menahan rasa malunya yang sudah mencapai ubun-ubun kepalanya.

"Tidak kok. Santai saja," (y/n) masuk ke kamarnya. Disana, ia mengambil persediaan makanan instan miliknya. Dua cup mie itu ia bawa untuk di seduh dengan air panas.

Tidak menunggu lama, dua mie itu sudah jadi.

Karena (y/n) malas untuk keluar kamar ketika salah satu dari orang tuanya datang, iapun memutuskan untuk menyimpan beberapa makanan di dalam kamarnya.

Jadinya, kalau misalkan ada ayah atau ibunya datang, ia tinggal keluar kamar sambil membawa satu cup mie dan menyeduhnya di salah satu warung dekat rumahnya.

Praktis dan aman.

Bola matanya bergerak menatap ngantuk jendela di hadapannya. Gadis itu memang sedang gelisah. Maka ada baiknya ia mencari ketenangan dengan memperhatikan pemandangan bulir air yang menetes deras.

tenang sekali rasanya...

Wah tidak terasa sekarang sudah mulai masuk musim penghujan. Padahal, seminggu yang lalu masih panas terik. Sekarang sudah dingin lagi.

Hoam... Aku ingin segera tidur.

Bahunya di pegang pelan. Kepala gadis itu berputar ke belakang. Menemukan Shinichiro yang menatap lurus ke depannya.

dia sedang memperhatikan jendela juga?

...bayangan kami terpantul samar. Dia itu tinggi sekali ya. Perbedaan tinggi kami terlihat sangat jelas.

"Ada apa Shin?" Kepalanya tertoleh ke bawah. Menatap gadis di bawahnya datar. (y/n) bergidik ngeri dibuatnya. "Shin?" Panggilnya lembut.

Sore-sore, hujan, berduaan pula. Ekhem! Catat ini, Shinichiro itu laki-laki. Ia juga mempunyai nafsunya sebagai laki-laki.

(y/n) juga takut kalau Shinichiro sedang kerasukan sih. Beberapa hari yang lalu, ia membaca buku tentang hantu. Dan disaat-saat seperti inilah ingatan mengenai buku itu muncul di otaknya.

dia tidak kerasukan 'kan?

Tangan (y/n) memegang tangan Shinichiro yang masih berada di bahunya. "Shinichiro."







720 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top