05
Keesokan harinya, (y/n) mulai menyesali keputusannya berteman dengan Shinichiro.
"Kita mau kemana sih?" Dahinya berkenyit bingung. Sementara itu, kakinya dipaksa berjalan menuju suatu tempat.
Ia ingin kabur. Tapi apalah dayanya.
Tangannya di genggam erat oleh Shinichiro. Laki-laki itu benar-benar tidak ingin (y/n) kabur dari dirinya.
Shinichiro tidak ingin kejadian hari sebelumnya terjadi lagi. Maka dari itu, ia langsung mencari (y/n) tepat saat bel pulang berbunyi. Laki-laki itu menarik paksa dirinya.
Kebetulan, karena hari ini Shinichiro tidak bawa motor, jadinya ia hanya bisa berjalan kaki saja.
Beruntung tempat yang ingin ia tuju dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. "Rahasia. Sebentar lagi juga kita akan sampai kok."
Antara terpaksa dan gabut, (y/n) menyetujuinya tanpa perlawanan. mau kemana sih?
Padahal aku niat mau tidur di hutan deket sini. Mumpung masih siang juga.
Kata ramalan cuaca, hari ini tidak hujan. Pasti enak tidur selama itu.
(y/n) memang mempunyai tempat beristirahat lain selain di rumah atau di cafe.
Letaknya ada di pinggiran kota yang masih dipenuhi pepohonan lebat.
Salah satu pohon besar itu ia pasang gantungan untuk tidur di ranting kokoh paling atas. Sekalian biar bisa melihat ke pemandangan kota.
Sepulang sekolah, kalau tidak pergi ke rumah nenek, ia pasti ada di pohon besar itu.
Dulunya, ia membuat itu bersama kakaknya.
——— .
"Disini?" Mereka sampai di depan rumah seseorang. Rumahnya terbagi menjadi tiga bagian. Terlihat sangat besar dengan beberapa lorong yang menghubungkan keseluruhannya.
Mereka memang belum masuk. Tapi, dari luarnya sudah memcuat beberapa bangunannya.
rumahnya besar sekali.
Ada satu bangunan paling besar. Lalu, sisanya agak kecil.
Pasti itu bangunan utamanya.
Eh, untuk apa Shinichiro membawaku kesini?
(y/n) menerka-nerka dalam hatinya tentang alasan ia dibawa kesana. "Ayo, masuk."
Shinichiro sudah lebih dulu masuk ke bangunan yang paling besar. (y/n) sempat panik. Ia kira, Shinichiro sedang membawanya ke rumah temannya.
"Emma!" Jantungnya berdegup kencang saat matanya bertatapan langsung dengan anak kecil di hadapannya. "E-emma?" Matanya membulat tidak percaya.
Anak kecil berambut pirang itu langsung menghambur ke dalam pelukan (y/n). Gadis itu berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
"kak (y/n)!" Gadis kecil itu menangis sesengukan di dalam pelukan (y/n). Tangannya mengelus surai piranngnya pelan. Berniat ingin menenangkan gadis kecilnya.
Shinichiro menarik adik yang satunya dari rumah itu. "Mereka kenapa kak?" Tanya Mikey di selanya mengunyah dorayaki.
Saat ini mereka sedang berada di jembatan dekat sungai. Memperhatikan aliran yang tidak pernah tenang akibat arus cepat dan batu-batu besar yang menghalangi arus itu berjalan.
"Melepas rindu. Kata Emma, perempuan yang kamu lihat sebelumnya itu adalah tetangga lamanya." Mikey hanya diam. Tidak berniat menjawab kakaknya.
Shinichiro sendiri tidak begitu mempedulikannya. Pikirannya melayang memikirkan gadis itu. apa aku berhasil membuatnya melupakan rasa sedihnya itu?
Apakah aku malah membuat luka lamanya terbuka?
Tapi, mempertemukan Emma dengan (y/n) seharusnya bukan keputusan yang buruk sih. Mengingat Emma juga masih belum terbiasa di rumah.
Ya... Semoga saja mereka baik-baik saja.
——— .
Sekarang, Emma sedang duduk bersebelahan dengan (y/n) di ranjang miliknya. Raut mukanya sudah kembali cerah. "Kakak kenal kak Shin?"
"Tidak kenal juga. Baru kemarin ketemu."
"Menurut kakak, kak Shin keren tidak?"
"Hm, kalau menurutmu?"
"Ah kakak ga asik. Selalu saja aku duluan."
"Kakak 'kan mengalah ke yang lebih kecil."
"Ahahaha, kakak bisa saja menghindarnya."
(y/n) menoleh. Memperhatikan Emma lekat-lekat. Lantas, Emma yang merasa diperhatikan pun ikut menoleh. "Ada apa kak?"
"Kakakmu itu baik. Kamu pasti betah tinggal disini."
tidak seperti di rumahku.
"Kak Shin memang baik. Tapi, Mikey... Dia sangat menyebalkan, kak!" Adu Emma. Tangannya ia lipat di depan dada.
"Mikey?"
"Iya, laki-laki yang tadi di bawa kak Shin keluar."
"Hah? Ada ya? Kakak ga liat tadi."
"Ih ada tau kak. Nyebelin banget. Masa dia suka ngeremehin kemampuan bela diriku coba! Ya aku tau sih, dia sudah lebih dulu belajarnya. Tapikan, jangan menghina orang yang baru belajar juga kali."
"Ohoo~ benarkah?"
"Iya kak, nyebelin kan?"
"Lumayan."
"Kakak harusnya bilang dia itu nyebelin. Pake banget!"
"Tapi harusnya kamu senang dong."
"Senang? Maksud kakak?"
"Kan kamu ada teman disini."
Belum sempat Emma mengeluarkan keluh kesahnya lagi, (y/n) sudah mengajaknya bermain. (y/n) juga sudah lama tidak bermain dengan Emma semenjak saudaranya pergi meninggalkannya.
Emma jadi lebih tertutup semenjak kepergian Izana. Saudara satu-satunya yang paling ia sayang.
"Emma, ayo kita main guru-guruan. Seperti dulu lagi. Kamu mau 'kan?" Wajah kesal Emma dalam sekejap berubah menjadi wajah penuh kebahagiaan.
Sampai senyuman manisnya ikut terbentuk di wajah imutnya. "Oh—AYO!"
Biasanya, (y/n) yang akan menjadi gurunya terlebih dahulu. Sekalian ia mengajarkan Emma juga.
Kemudian, gantian Emma yang akan menjadi gurunya. Apa yang ia ajarkan ke (y/n)? Tentu saja cara menebak gambar yang ia buat.
"Kak, nanti mata kakak bisa bintitan kalau ngintip seperti itu lho, kak." Mikey memperingatkan Shinichiro dari balik punggungnya.
Shinichiro gelagapan dibuatnya. Bahkan senyum yang tak sengaja terbentuk itu juga ikut menghilang dari wajah tampannya. "Manjiro, shhh!"
716 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top