24. Mendominasi

Tips menulis ala Adia :

"Semua penulis unik. Tiru yang menurutmu baik, buang yang tidak perlu."

_._._.___✍️

Anak bungsuku sudah bisa berjalan. Bicaranya juga fasih cenderung cerewet.

Aku harus berterima kasih pada Bibi. Dengan keterbatasanku, Bibi merawat anak-anak dengan telaten, seperti anaknya sendiri.

Ia tidak menyalahi perannya, tetap mengenalkan aku sebagai Bunda mereka. Meski sedikit sekali aku bersentuhan dengan mereka.

Kemiripan anak-anak dengan Reist kadang membuatku tiba-tiba depresi. Bibi menyadari itu, dan mengambil alih.

Tentang profesiku. Sudah lama aku tidak menulis. Otakku beku. Tak ada lagi imajinasi. Masih hidup saja sudah untung. 

Suatu hari, untuk pertama kalinya aku membuka rak buku lagi. Deretan novel karanganku berjejer dalam rak kayu berbahan jati.

Aku lupa kapan terakhir kali membersihkannya. Ada sarang laba-laba, juga debu yang berterbangan begitu pintu kaca terbuka.

Bisa ditebak, buku-buku rusak, lembarannya menguning, ada jamur dari cover yang dibiarkan lembab. Tak ada yang tertolong. Buah dari kelalaianku.

Mataku menangkap novel Before After di baris paling atas. Aku mesti berjinjit untuk bisa meraih novel dengan cover dominan orange.

Font Lifelogo Easy dipilih untuk tulisan Before After. Dan font Caveat untuk nama Adia di bawahnya.

Berbagai memori simpang siur di kepala. Saat pertama kalinya ditelepon penerbit karena naskahku diterima. Juga diminta memilih desain cover.

Cover inilah yang kupilih. Gambar lelaki berwajah sendu. Sedang menghadap samping, bersandar di tembok.

Alih-alih seperti Bhanuar yang jadi pemeran utama, untuk cover aku lebih membayangkan Reist.

Gambaran dirinya waktu itu memenuhi pikiranku.

Ya, Before After adalah novel yang kubawa saat bertabrakan dengan Reist di atas skateboard. Novel yang ia baca sedikit dan memujinya bagus.

Bisa dibilang Before After adalah penghubungku dengan Reist. Yang membuatku jadi penulis untuk pertama kali.

Mungkinkah ini alasan kenapa aku justru tersesat di sana. Dari puluhan novel, hanya Before After yang punya nilai memori tinggi.

Lembar terakhir kubuka perlahan. Halaman epilog kubaca dalam hati.

.
.
.

'...Cara kerja dunia selalu tidak bisa terbaca. Yang dulu benci, jadi suka. Yang dulu lemah, kini jadi kuat.

Tak akan begitu tanpa adanya Before-After. Selalu ada proses. Tergantung bagaimana ia berusaha.

Cukuplah Maia merasakannya. Kesulitan mengubah diri, keadaan, dan lelaki yang disukai.

Lelaki itu kini di hadapannya. Tersenyum simpul. Tatapan tenang. Selalu menjadi Bhanuar yang Maia sukai.

Lelaki itu, kini menggenggam tangan Maia. Menyebutkan kalimat terindah sepanjang masa. Kalimat yang akan Maia rekam untuk ia ceritakan pada anak dan cucunya kelak.

"Aku selalu ingin bersamamu. Satu-satunya cara agar itu terwujud adalah menikah. Maia, menikahlah denganku."

Malam itu, bintang jadi saksi, gemerlap kembang api menyemarakkan hati Maia.

Wanita itu mengangguk, konfirmasi atas lamaran tanpa persiapan Bhanuar.

Perasaan mereka menggebu. Dan untuk pertama kalinya, mereka berciuman.

Di bawah hamparan langit warna-warni, dalam dinginnya angin malam.

Maia dan Bhanuar.

Dua orang yang dimabuk cinta.'

.

.

Aku menangis. Teringat Reist. Air mata ini jatuh, merembes pada lembar epilog.

Suasana itu. Adegan itu. Membawaku pada kenangan Reist.

Setelah sekian lama, aku meraung menyebutkan namanya.

Lagi.

Kututupi wajah dengan novel. Menampung air mata yang terus banjir tanpa bisa kukendalikan.

Sampai kapan aku akan begini?

📖

Aku mencari Kakak. Menerobos masuk ke kamarnya yang saat itu sedang tiduran.

Ia terperanjat. Langsung duduk bersila sewaktu aku berdiri di tepi kasur. Terengah-engah. Mengatur napas.

"Kak, bantu aku. Aku mau buat novel lagi."

Hening sesaat. Kelopak mata Kakak mengedip cepat. Mungkin ia tidak percaya kalimat itu keluar dari mulutku. Wanita yang seperti orang mati dalam setahun belakangan ini.

"Aku masih bisa jadi penulis, kan?"

Kakak mengangguk cepat. "Tentu!" Itu pertama kalinya kulihat Kakak tersenyum.

Aku bersungguh-sungguh ingin menulis lagi. Aku butuh bantuan Kakak sebagai editor, sebagai penyambung tangan ke penerbit.

Dengan kemampuan diplomasi, ia selalu tahu novel ini untuk penerbit ini, novel itu untuk penerbit itu.

"Kapan kamu akan memulai?"

"Segera!"

.

.

Akan kupastikan Kakak tidak tahu tujuanku sebenarnya.

Aku punya cara bertemu Reist lagi.

📖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top