2
Perjanjian Kerja dan Tugas-Tugas Antara Pihak Pertama dan Kedua
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama: Surya Salim
Disebut sebagai pihak pertama
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama: Aldira Kanaya
Disebut sebagai pihak kedua
Dengan adanya kerjasama pengasuhan anak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada perjanjian kerjasama, maka pihak kedua meminta beberapa hal kepada pihak pertama untuk menunjang kinerja pihak kedua dan mempermudah proses pencapaian yang diinginkan pihak pertama. Adapun hal-hal yang diminta oleh pihak kedua kepada pihak pertama adalah:
1. Pihak pertama bersedia memberikan waktu hingga biaya untuk menunjang kegiatan-kegiatan kekeluargaan yang dibuat oleh pihak kedua.
2. Pihak pertama bersedia mengikuti semua jadwal harian yang dibuat oleh pihak kedua dalam proses pendekatan pada anak-anak.
3. Pihak pertama bersedia bekerjasama dalam memberikan hukuman atau konsekuensi kepada anak-anak apabila melakukan kelalaian dan dianggap perlu diberikan konsekuensi oleh pihak kedua
4. Pihak pertama bersedia dalam waktu yang tidak ditentukan, berhenti berhubungan dengan perempuan yang dianggap menjelekkan citra pihak pertama di mata anak-anak. Apabila pihak pertama keberatan, pihak kedua tidak bisa menjanjikan perbaikan citra pihak pertama. Hal ini dilakukan demi memperbaiki pandangan anak-anak terhadap pihak pertama.
5. Pihak pertama bersedia memberikan bonus dan hadiah kepada pihak kedua apabila dirasa ada progress atau peningkatan pada anak-anak baik dalam sikap kepada pihak pertama atau aspek lain. Nilai atau bentuk bonus dan hadiah, bisa dibicarakan antara dua belah pihak.
6. Hal-hal diluar lima poin diatas akan dibicarakan selanjutnya secara pribadi antara pihak pertama dan kedua tanpa merugikan salah satu pihak.
Surya mengernyit dengan sorot sangat teliti membaca satu demi satu poin yang tercantum pada surat perjanjian yang Aldira sodorkan kepadanya sesaat lalu. Perempuan itu menunggunya di depan pintu kamar, lalu memberikan map yang ternyata berisi perjanjian kerja dengan poin-poin permintaannya.
Setelah mengembalikan kertas itu ke dalam map dan meletakkan di meja teras kamarnya, Surya menghela napas panjang. Wajah tampannya yang selalu terlihat berkharisma, kini menampakkan topeng aslinya, pria yang penuh patah hati dan kecewa. Pria dengan beban berat yang membuatnya tak tahu harus bagaimana selain membenci perempuan dan menjadikan mereka objek pelampiasan seksual saja.
Damian, Kaisar, Giovan. Mereka mungkin saja harapan dan semangat Surya Salim untuk membalas dendam dan membuktikan bahwa ia mampu berdiri tanpa perempuan di sampingnya. Peduli setan dengan cinta dan mimpi indah membangun keluarga, karena semua itu hanya ilusi tak akan pernah ada dalam hidupnya. Surya Salim hanya perlu bekerja keras membangun usahanya semakin besar, lalu membekali putra-putranya agar mereka bisa hidup layak dan berterimakasih kepadanya atas semua yang ia berikan untuk mereka.
Surya menginginkan kehangatan keluarga, kekompakan bersama putra-putranya tetapi hal itu seperti mustahil melihat hubungan mereka yang sangat renggang. Ia bermimpi memiliki momen dan kesempatan mengisi waktu bersama mereka, tetapi Surya paham itu nyaris mustahil mengingat kesibukan mereka dan dirinya yang kadang tak bisa memiliki waktu senggang bersama. Pilihan terakhir Surya hanyalah membayar seseorang untuk membantunya merawat dan mengawasi anak-anaknya.
Lalu kini, perempuan itu menyodorkan kertas berisi apapun yang diminta yang kemungkinan akan sedikit merepotkan Surya. Perempuan itu mungkin belum paham bahwa ia memiliki tanggung jawab besar di perusahaan yang membuatnya harus terus memfokuskan waktu dan tenaganya untuk pekerjaan. Jika sedikit-sedikit harus mengalah untuk anak-anak, dimana wibawa dan kekuatannya sebagai seorang ayah?
Dan ... bonus? Perempuan itu meminta bonus dan hadiah disetiap pencapaian yang ia raih? Surya tertawa lirih di kesendiriannya di teras kamarnya yang memiliki kolam ikan koi dan koleksi tanaman dalam ruangan. Perempuan jaman sekarang memang mata duitan. Semua harus dibayar dengan uang dan mereka hanya mencintai uang. Tak pernah ada ketulusan dan cinta pada hati perempuan karena mereka adalah makhluk egois yang terlalu mencintai dunia dan senang-senang.
Apapun hal yang mendasari Aldira memberikannya surat itu, Surya belum mau menandatangani. Ia ingin memikirkannya dulu, karena ia tak mau terlalu mengikuti apa kata perempuan. Ialah sang pionir dan ia tak ingin sekalipun disetir. Apalagi dengan perempuan yang entah mengapa tiba-tiba mengatur hidupnya.
***
Surya baru keluar kamar dan hendak langsung berangkat kerja saat tiga anaknya sedang duduk di meja makan dan menikmati sarapan. Aldira terlihat sibuk menuang air putih dalam gelas sambil menceramahi Damian yang terus saja bangun siang. Baguslah, setidaknya perempuan itu terlihat bekerja dan ini seperti ... kali pertama ia mendapati anak-anaknya berkumpul bersama di meja makan. Sadar kehadirannya pasti tak diharapkan, Surya memilih untuk langsung keluar rumah alih-alih duduk di salah satu kursi meja makan itu.
"Bapak, mau kemana? Kami menunggu Bapak untuk sarapan bersama." Suara Aldira membuat langkah Surya terhenti. Ia menoleh kepada Aldira yang kini tersenyum kepadanya dengan sangat manis, sambil mengarahkan satu tangannya menuju salah satu kursi. "Mari, Pak, sudah saya siapkan sarapan untuk Bapak dan anak-anak."
Surya melirik sekilas anak-anaknya yang kini menatapnya dengan sorot penuh arti, lalu berdeham demi memberi tanda bahwa ia setuju dengan sarapan bertiga yang ... ia lupa apakah pernah terjadia atau tidak dalam hidup mereka.
"Bapak? Kamu memanggil kekasihmu Bapak?" Damian yang belum mandi dan masih bau bantal campur iler itu, bicara dengan nada sarkas. "Kamu itu kekasih yang tidak ada bedanya dengan Bibik."
"Damian," tegur Surya santai. Ia duduk setelah memberikan tas kerjanya kepada Aldira dan memperhatikan perempuan itu meletakkannya di atas sofa. "Dia calon ibu kalian."
"Iyakan saja biar lekas selesai," celetuk Giovan. "Perempuan itu berkata ia akan meminta Daddy memotong uang jajan kita kalau kita tidak menuruti ucapannya. Sejak kapan Daddy memelihara nenek lampir di rumah ini."
"Gio," tegur Surya lagi pada bungsunya. Sejujurnya, ia tidak tahu harus bagaimana, karena situasinya entah mengapa terasa canggung. "Habiskan makanmu lalu segera berangkat dengan Pak Diman."
"Pak Diman?" Suara Aldira menyahut dengan lantang. "Bagaimana bisa anak-anak pergi dengan Pak Diman?" Ia melangkah santai kembali ke meja makan, lalu mengambil piring Surya dan mengisinya dengan nasi goreng dan telur.
"Tentu bisa karena Pak Diman adalah supir mereka. Aku menggaji Pak Diman untuk mengantar mereka sekolah dan kemanapun."
Aldira menggeleng. "Tidak, Pak. Mereka akan pergi sekolah bersama Bapak, dengan mobil Bapak. Pak Diman yang akan menjemput mereka pulang sekolah dan mengantar les sore harinya. Untuk pagi, Bapak sendiri yang akan mengantar anak-anak bersama saya."
"Damian benar." Kaisar menyela santai. "Perempuan ini bilang dia kekasih Daddy tetapi kalian terlihat seperti pembantu dan majikan. Hanya saja, pembantu yang ini lebih banyak bicara dan pengatur, tidak seperti Bibik yang lebih banyak memasak daripada bicara."
Aldira hendak menyela ucapan Kaisar, tetapi tak sampai saat tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang hingga ia jatuh terduduk di pangkuan Surya. Ia menyadari satu tangan Surya melingkari perutnya dan napas pria itu terasa di cuping telinganya.
"She is my girl." Surya berkata santai sambil merapatkan pangkuan mereka. Tangannya dengan erat mengunci posisi Aldira di atas pangkuannya hingga perempuan itu tak bisa berdiri dan menghindar. "Dia memang lebih suka bersikap sopan di depan kalian, karena di belakang ini ... hanya kami yang tahu."
Aldira bergerak tak nyaman. Ia tak pernah duduk di atas tubuh pria sebelumnya. Ia hanya tersenyum dengan jantung yang seketika berdegup kencang. "I—iya," cicitnya dengan gerak tak nyaman. "Aku—kurang nyaman memperlihatkan kemesraan di depan banyak orang."
Kaisar hanya mengangkat bahu tak acuh, lalu kembali menekuri nasi gorengnya. Sementara Aldira, melirik kepada Surya meminta agar tangan pria itu tak lagi kencang hingga Aldira bisa berdiri dan melanjutkan pekerjaannya.
"Aku akan pulang tepat waktu," ucap Surya. "Kamu yang meminta bukan?" Ia menatap Aldira yang baru selesai menyiapkan bekal untuk Kaisar dan Gio.
"Iya," Aldira mengangguk seraya menutup tas bekal untuk Gio dan Kaisar. Ia lantas mendekati Surya yang juga selesai menandaskan sarapannya. "Kita akan makan malam bersama."
Surya mengangguk seraya beranjak dari duduknya. Tanpa ada yang menduga, pria itu menarik tangan Aldira hingga mereka bertuburukan, lalu merengkuh pinggang perempuan itu. "Anak-anak biar saya yang antar. Kamu belum sarapan, kan?" Surya yang mengerling penuh arti, tiba-tiba mengecup singkat ujung kepada Aldira dan mendapati perempuan itu membeku. "Saya barangkat dulu. Jaga rumah dan anak-anak."
Bak seorang kepala keluarga yang sangat berkharisma, Surya melepaskan rangkulannya setelah sekali lagi mencium pipi Aldira dan mengangsurkan tangannya untuk Aldira cium.
Di posisinya yang masih tertegun dengan jantung sepeti mati hidup, Aldira hanya bisa mengikuti isyarat yang Surya berikan dan melakukan apa yang pria itu pinta. Ia seperti dihipnotis dan tak memiliki apapun untuk menyanggah.
Hingga Surya pergi bersama Kaisar dan Gio, Aldira masih mematung dengan otak yang berputar pada kejadian sesaat lalu. Sebentar, tadi itu ... Surya menciumnya?
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top