BAB XVII
Pekerjaanku telah selesai lima menit yang lalu. Kini aku tinggal bersantai sebentar, memulihkan mataku yang tadi terasa sangat lelah. Bagaimana tidak, pekerjaanku hari ini adalah memeriksa laporan keuangan bulan ini dan itu memerlukan ketelitian yang lebih.
Aku menyandarkan tubuhku pada kursi. Pikiranku sudah menjurus pada pesta pernikahan yang akan dilakukan esok hari di rumah Anastasia. Apa yang akan kulakukan jika Sierra datang mengacaukan pesta mereka?
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya aku beranjak meninggalkan ruanganku. Aku berjalan untuk mencari ruangan Kak Reza yang entah ada di mana.
"Maaf, Bu, Anda mencari siapa? Kulihat Anda sangat kebingungan," ucap seorang wanita yang sejak tadi merasa aneh dengan tingkahku.
"Kau tahu ruangan Pak Reza?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Mari saya antar!" Ia tersenyum sejenak kemudian memimpinku berjalan di depan.
"Kau ini sekretaris atau apa?" tanyaku lagi, membuat wanita itu menoleh ke belakang untuk menatapku.
"Ya, saya sekretaris Pak Reza," jawabnya dengan sopan.
"Bisa kau handle pekerjaan Pak Reza sekarang? Aku harus berbicara dengannya dengan waktu yang lumayan lama," pintaku dan ia langsung mengangguk. Wanita itu kembali melangkah. Aku mengikutinya tanpa banyak bicara lagi.
Kali ini ia berhenti di depan pintu bercat putih. Biar kutebak, pasti ini ruangan Kak Reza. Wanita itu membuka pintu dan mempersilakanku masuk.
"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum pada sekretaris Kak Reza. Ia hanya mengangguk lalu menutup pintu, membiarkanku untuk bicara dengan Kak Reza.
Kak Reza hampir terlonjak melihatku yang kini berdiri di hadapannya. Ia menatapku sejenak lalu kembali beralih ke pekerjaannya.
"Aku sudah menyuruh sekretarismu untuk menghandle pekerjaanmu. Jadi, bisakah kau memperlakukan tamumu dengan baik sekarang?" tanyaku sedikit sinis, pasalnya sudah hampir lima menit aku berdiri dan ia tidak juga mempersilakanku duduk.
Ia merapikan berkas-berkas yang berserakan di mejanya kemudian kembali menatapku.
"Silakan duduk!" ucapnya dingin.
"Bagaimana dengan Sierra, apa dia masih menghubungimu?" tanyaku sambil menatap matanya yang sayu.
"Ya, dia akan memberi kejutan untukku. Kau mungkin tahu maksud dari kata kejutan yang diucapkan Sierra melalui telepon itu."
"Aku memang sudah tahu, jadi apa aku harus mengambil alih posisimu nanti?" tanyaku. Pria itu menautkan alisnya. Apa dia tidak mengerti ucapanku?
"Maksudmu?" Benar saja, dia masih tidak mengerti dengan ucapanku. Ah, dia masih bodoh.
"Apa tidak cukup kau tinggal di USA selama lima tahun? Kau masih tetap saja bodoh!" Dia nampaknya terpancing dengan ucapanku. Rahangnya mengeras, menahan amarah.
"Katakan secara rinci, aku tidak ingin berdebat denganmu saat ini."
"Kenapa? Apa kau sudah mengakui kekalahanmu?"
"Cepatlah bicara!" Aku tersenyum melihatnya sedang menahan emosi seperti sekarang.
"Aku tahu kau membutuhkanku, tapi aku sama sekali tidak membutuhkanmu!" Aku menjeda ucapanku. Ekspresi Kak Reza kini sudah tidak bisa kutebak. "Aku akan menggantikan posisimu saat Sierra datang ke acara pernikahanmu. Biarkan aku yang menerima kejutan dari Sierra!"
"Bagaimana bisa? Sierra tidak mungkin mengubah rencana dan menyusun kembali rencananya secepat itu! Kau jangan gila Nadin, aku mengenal Sierra dengan baik. Wanita itu akan tidak akan mengubah rencana yang sudah ia buat sejak awal."
"Kalau begitu, biarkan aku yang menyusun rencana. Akan kupastikan aku yang akan mendapat kejutan darinya."
"Dengan cara?"
"Kita peralat calon suaminya!"
"Nadin, dia belum memiliki kekasih! Kalau dia sudah memiliki kekasih, mana mungkin dia masih menginginkanku?" tanyanya dengan napas yang memburu. Kak Reza sudah kehilangan batas kesabarannya. Ia tidak mengerti dengan permasalahannya sendiri. Pantas saja dia memintaku untuk menyelesaikan masalahnya.
"Kau tahu, wanita memiliki sifat rakus? Sierra termasuk dalam kategori itu!"
"Apa yang akan kaulakukan pada calon suaminya itu?"
"Akan kubuat dia meninggalkan Sierra."
"Segampang itukah? Lalu apa dia akan menuruti perintahmu?"
"Tentu saja, Sierra akan teralihkan dari rencana menghancurkan pernikahanmu dan lebih memilih untuk berdebat denganku. Bagaimanapun ia tidak mungkin membiarkan calon suaminya menjauh darinya."
"Apalagi rencanamu?" tanyanya, kini dengan suara yang agak pelan.
"Umumkan pada semua tamu undangan, jika kau bukan anak kandung ayah!" Kak Reza berdiri dan menggebrak meja setelah aku meluncurkan kata-kata itu. Amarahnya sudah sampai klimaks. Aku tidak takut samasekali. Kemarahannya adalah setitik kebahagiaan untukku.
"Kau menjebakku? Hah?" tanyanya. Wajahnya terlihat begitu memerah.
"Kau masih ingat dengan tawaranmu saat di apartemenku? Kau mengatakan akan melakukan apapun asal pernikahanmu tidak hancur. Kau memperbolehkan aku meminta apapun padamu sebagi imbalan atas permasalahanmu yang telah diselesaikan olehku."
"Kau justru menghancurkan pernikahanku, Nadin. Sudah dipastikan Om Herlambang tidak akan menerimaku sebagai menantunya."
"Tapi Anastasia mencintaimu. Kau tahu seorang ayah akan melakukan apapun demi membuat anaknnya bahagia?"
"Aku tidak mungkin melakukan itu, Nadin!"
"Maka aku tidak akan melakukan apapun untuk pernikahanmu, Kak!"
Kak Reza bungkam. Aku tahu permintaanku sangat berisiko untuk kehidupannya. Namun, itu memang keinginanku. Aku ingin dia merasakan apa yang aku rasakan. Dikucilkan dan dibenci semua orang. Dia bukan siapa-siapa tanpa ayahku yang menolongnya. Aku sudah rela berbagi kasih sayang ayah dan ibuku padanya, tapi dia malah menghasut ayah agar membenciku. Apakah itu arti dari balas budi? Orang bodohpun akan tahu jawaban dari pertanyaan itu.
"Aku tidak yakin, Nadin," ucap Kak Reza setelah ia duduk kembali pada kursinya.
"Aku sudah memikirkan permintaanku sebelum aku mengatakannya padamu," ucapku dengan suara pelan. Aku tahu Kak Reza tidak ingin mengabulkan permintaanku karena ia sendiri tahu akibatnya. Om Herlambang akan marah padanya dan ia akan membatalkan pernikahannya. Bukan hanya itu saja, semua tamu undangan akan tahu jika Kak Reza adalah anak yang ayah pungut dari panti asuhan. Lalu ayah? Aku sudah menebak jika ia pasti akan membenci Kak Reza atas kebenaran yang diungkapkannya. Ayah akan berpikir Om Herlambang akan membencinya karena ia menikahkan putra angkatnya pada putri Om Herlambang.
"Nadin, pikirkan olehmu, berapa orang yang akan tersakiti karena kebenaran yang kuungkapkan nantinya!"
"Aku sudah memikirkan itu, Kak."
"Dan kau akan tetap menyuruhku melakukan itu?" Aku mengangguk mantap.
"Kau akan menikah, membangun rumah tangga bahagiamu bersama Anastasia, kau akan meninggalkan ayah dan apakah kau akan tetap membiarkan ayah membenciku?" Ia terdiam saat aku mulai menatap manik-manik matanya. "Bolehkah aku menginginkan kasih sayang ayah untuk kali ini saja? Aku belum pernah merasakan ciuman ayah pada keningku. Aku tahu aku telah salah, karena aku pernah mengatakan kalau aku tidak menginginkan apapun di dunia ini. Aku memang tidak menginginkan ayah, aku membutuhkannya saat ini."
"Tapi kau tidak boleh meminta ayah membenciku, Nadin!"
"Dulu kau juga membuat ayah membenciku, apa aku telah melakukan kesalahan kalau aku membuat ayah benci padamu?" Kak Reza terdiam. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Aku tidak bisa membaca raut wajahnya.
"Bukan aku yang membuat ayah membencimu!"
"Apa kau tidak bisa menyadari kesalahanmu, Kak? Aku membencimu, tapi aku tetap menghargaimu sebagai kakak angkatku, aku tetap memanggilmu kakak, aku menghormatimu. Lalu balasanmu padaku? Aku tersakiti akibat ulahmu. Apa kau tidak menyadari itu, hm?" Kak Reza terdiam, membuatku terus melanjutkan kata-kataku. "Kau mengusirku dari rumahku sendiri. Aku meninggalkan orang yang menyayangiku, demi dirimu. Sekarang? Apa aku salah jika mengusirmu dari rumahku?" Kak Reza tetap bergeming. "Aku hidup sendirian saat itu, tanpa kasih sayang ibu lagi. Sekarang, aku masih membiarkanmu hidup bahagia dengan orang yang mencintaimu. Apa aku berbuat kesalahan lagi?"
"Nadin, kau tidak mengerti!" ucap Kak Reza gelisah.
"Kau yang tidak mengerti, Kak." Aku hampir menangis saat ini. Aku sudah membuka sedikit lembaran kelamku. Aku tidak mampu menahan sakit yang bergejolak lagi saat ini. "Tanyakan pada Anastasia, tanyakan padanya tentang perasaannya padamu. Aku jamin dia mencintaimu. Maka kau jangan khawatir tentang pernikahanmu yang akan batal. Kau boleh mengatakan kebenaran itu setelah akad nikahmu berlangsung."
Kak Reza mengambil ponselnya dari dalam saku. Ia berniat untuk menghubungi Anastasia sesuai perintahku.
"Anastasia?" tanya Kak Reza saat telepon telah tersambung.
"Ya, Reza, ada apa? Kau sudah tidak sabar untuk memilikiku?" tanya Anastasia dengan suara yang terdengar begitu gembira. Aku memberikan aba-aba untuk Kak Reza, agar ia menanyakan tentang perasaan Anastasia. Ia meletakan ponselnya di meja, tidak lupa meloadspeakerkan ponselnya.
"Ada yang ingin aku tanyakan padamu."
"Tanyakan saja. Aku akan menjawabnya dengan jujur."
"Apa kau benar-benar mencintaiku?"
Anastasia belum menjawab. Sepertinya ia masih memikirkan jawaban atas pertanyaan Kak Reza.
"Reza, jika aku tidak mencintaimu, aku tidak akan mau untuk menikah denganmu."
"Anastasia, tapi pernikahan ini hanyalah keinginan orang tuamu dan ayahku. Aku takut kau menyesal."
"Justru aku akan menyesal jika kau memilih untuk tidak melanjutkan pernikahan ini. Aku akan menyesal karena telah menunggumu selama dua tahun."
"Apa kau akan menerima kekuranganku?"
"Aku akan menerimamu, dengan atau tanpa kekurangan dari dirimu."
"Jika tiba-tiba kau sengsara hidup bersamaku, kau akan menyesal?"
"Tidak, Reza. Aku akan sengsara bersamamu, aku siap jika itu akan terjadi. Aku mencintaimu bukan karena kau adalah anak dari orang kaya, aku bisa mencintaimu apa adanya. Kau juga begitu bukan?"
"Ya, aku mencintaimu Anastasia. Sampai bertemu besok. Aku akan memilikimu."
Panggilan diputuskan sepihak oleh Kak Reza. Kulihat ia mulai gelisah. Ia terlihat menahan tangis karena mendengar ucapan Anastasia. Siapapun akan terharu mendengar jawaban Anastasia. Wanita itu benar-benar mencintai Kak Reza.
"Aku menunggu keputusanmu, Kak!" ucapku. Kak Reza tidak menjawab ucapanku, ia malah bangkit dari duduknya. Ia semakin mendekatiku. Aku mulai kebingungan atas sikapnya. Tiba-tiba saja dia memelukku. Tubuhku menegang seketika, apa yang dilakukan Kak Reza?
"Aku menyadari kesalahanku, Nadin. Maaf telah membuatmu menderita. Aku akan menuruti permintaanmu. Aku akan pergi dengan Anastasia, wanita terakhir yang akan mencintaiku." Aku membiarkan Kak Reza memelukku, tapi sedikitpun aku tidak membalas pelukannya. Dengan sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak jatuh. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menangis, seberat apapun masalahku.
"Aku memaafkanmu, tapi aku tidak bisa melupakan semua yang telah kaulakukan padaku."
***
Ada yang baper pas baca part ini? Yang baper acungkan kaki!
Hueeeee aku baper *Nangis di pojokan* 😭😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top