Sembilan
Sedang asik berpikir, Alya dikejutkan dengan senggolan Roby pada lengannya. Cowok itu dari raut wajahnya terlihat bingung. Alya menegakkan badan, kemudian melemparkan tatapan bertanya. Roby langsung saja mendekatkan buku tulisnya pada Alya. Sambil berbisik, ia bertanya pada Alya apa jawaban dari soal tersebut.
Alya tersenyum. Kali ini ia benar-benar merasa seperti dibutuhkan. Kemudian dengan senang hati Alya membantu Roby menyelesaikan tugas tersebut. Membuat Roby hanya bisa melongo karena sepertinya ini pertama kali Roby mendengar Alya banyak bicara. Suaranya pelan dan lembut. Terdengar menenangkan di telinganya. Roby segera menggeleng dan memilih fokus pada apa yang sedang ia kerjakan.
Sepertinya rencananya akan berhasil. Mengingat sejak hari ini, Alya bersikap sangat berbeda dari biasanya. Mulai dari banyak tersenyum saat Roby mencoba membuat suasana menyenangkan. Bahkan banyak berbicara saat Roby meminta bantuannya seperti tadi.
Setelah mendengarkan dengan seksama apa yang baru saja Alya jelaskan, Roby mengangguk-anggukkan kepalanya. Memahami penjelasan Alya. Awalnya, cowok itu hendak segera mengerjakan tugasnya, namun ia tiba-tiba kepikiran tentang sesuatu. Roby segera mendekatkan dirinya pada Alya, kembali berbisik.
"Suara kamu itu bagus, sayang kalau nggak banyak dipake buat ngerespon orang. Jangan pernah ragu menunjukkan suaramu." Roby tersenyum saat mengatakan hal tersebut, kemudian kembali fokus pada tugasnya.
Sedangkan Alya, terdiam di tempatnya untuk waktu yang tidak sebentar.
Roby mengatakan suaranya bagus? Cowok itu tidak salah menilai bukan?
Alya pikir itu hanya akal-akalan Roby saja. Tapi entah mengapa, sikap Roby yang akhir-akhir ini selalu terbuka serta hangat padanya membuat ia merasa lebih nyaman. Roby terlihat nyaman-nyaman saja berbicara dengannya, menceritakan apa pun yang telah cowok itu lalui selama ini.
Apa ia keterlaluan selalu mendiamkan Roby? Alya juga tak tahu. Sejak Roby terbuka padanya, entah mengapa membuat Alya merasa semakin ingin banyak bicara. Kemarin saja Alya membantu Roby dengan menjelaskan materi yang cowok itu tidak mengerti. Ia juga mulai banyak merespon saat Roby menceritakan sesuatu padanya.
Apakah Alya sudah mulai berubah? Apakah dinding yang susah payah ia bangun roboh begitu saja hanya karena kehadiran seorang Roby? Alya masih tak mengerti. Ada banyak pertanyaan yang sekarang muncul perlahan di kepalanya. Juga ada banyak keraguan yang diam-diam Alya pikirkan. Ada banyak rasa takut yang membuat Alya enggan memiliki teman.
Alya takut, kejadian satu tahun lalu terulang kembali. Alya takut, suatu hari Roby juga meninggalkannya, bahkan lebih parahnya menjelekkan nama Alya di belakang. Bisa dibilang, Alya masih sangat takut memulai sebuah hubungan pertemanan.
Namun entah mengapa, bersama Roby rasanya berbeda. Alya merasa seperti dihargai, ia dipercaya dan itu membuat rasa takut di hatinya perlahan berkurang. Alya menyadari, ia harus berubah. Apa yang selama ini ia takutkan, belum tentu terjadi kembali. Apa yang selama ini ia resahkan, belum tentu juga akan terjadi. Ia harus yakin, Roby lah orang yang tepat menjadi temannya. Membuat Alya menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia yang bersosialisasi, tidak hanya bersembunyi dalam diamnya.
"Makasih," jawab Alya dengan suara pelan.
Roby saat itu sedang fokus menulis, mendadak berhenti. Jarinya seolah kaku. Alya baru saja membalas ucapannya bermenit-menit yang lalu? Wah, ini sebuah kemajuan yang cukup bagus.
"Nah, gitu, dong. Jangan malu, apalagi takut. Saya bukan penculik." Alya hanya tersenyum membalas ucapan Roby.
***
Hari berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, Roby berhasil membuat Alya percaya padanya. Gadis itu jauh lebih sering berbicara daripada awal mereka bertemu. Juga menjadi lebih sering tersenyum. Bass sampai heran sendiri. Pemuda itu pernah menghampirinya dan bertanya apa yang telah Roby lakukan pada Alya hingga membuat gadis itu berubah. Roby hanya tertawa saat itu. Ia tidak mungkin membeberkan semuanya pada Bass, bukan? Selama ini ia hanya dekat dengan Alya. Lebih tepatnya membuat Alya lebih dekat dengannya.
Perubahan terpesat Alya adalah sering tertawa. Gadis itu menjadi lebih sering mengumbar tawanya saat Roby mengajaknya bercanda atau pun menceritakan kejadian lucu yang baru saja ia alami. Jujur, melihat Alya berubah seperti itu membuat Roby merasa bahagia. Ia tak menyangka, usahanya membuat Alya percaya padanya membuahkan hasil yang luar biasa. Walaupun terkadang, Alya masih tetap diam. Masih berusaha menyimpan ceritanya sendirian. Roby tak masalah. Asalkan gadis itu sudah mulai berubah.
Hari ini jamkos, Alya dan Roby menghabiskan waktu dengan membicarakan hal-hal seputar perbukuan. Lebih tepatnya, Roby yang sering bertanya kepada Alya. Seperti, buku apa yang saat ini tengah naik daun? Rekomendasi buku bagus, bahkan sampai membahas tentang salah satu penulis lokal terkenal. Roby merasa senang karena Alya terlihat nyaman ketika mereka sedang membahas buku. Namun yang membuat ia kadang merasa sedih adalah, Alya belum mau lebih terbuka padanya. Gadis itu masih tetap suka diam saja saat Roby tak mengajaknya bicara.
Untung saja Roby punya banyak ide. Ia mengakali Alya, mencoba membuat Alya terbuka dengan sebuah taruhan kecil. Mereka akan bermain sebuah kartu. Jika Alya kalah, gadis itu harus menceritakan semua masalahnya, tentang apa yang membuat gadis itu menjadi sangat pendiam seperti saat pertama kali mereka bertemu. Sedangkan jika Roby yang kalah, ia akan menceritakan alasan mengapa ia sampai sejauh ini ingin membuat Alya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan lebih hangat.
Untung saja Alya mau mengikuti permainannya. Dan lebih beruntungnya lagi, Roby memenangkan permainannya. Wajahnya cerah secerah terik mentari. Roby benar-benar senang karena keberuntungannya kali ini. Sedangkan Alya, raut wajahnya tak terbaca. Tapi mau tak mau Alya harus melaksanakan taruhannya.
Dan di sinilah mereka sekarang. Di sebuah Cafe kecil tak jauh dari letak rumahnya. Roby yang meminta Alya untuk mengatakan semuanya di sini. Selain kecil, Cafe ini tidak begitu ramai. Jadi Alya tak perlu khawatir ceritanya akan didengar banyak orang. Dalam hati, Alya sangat berterima kasih. Roby seakan tahu isi hatinya yang tak menginginkan siapa pun mendengar ceritanya kali ini.
Setelah minuman yang mereka pesan tiba, Alya mulai menceritakan semuanya. Mulai dari ia yang dulunya memiliki teman, kemudian ternyata dikhianati dari belakang. Sampai ia yang begitu khawatir tentang masa depannya. Bagaimana Alya akan bekerja jika tingginya saja tak sampai 1,5meter. Dan banyak kekhawatiran lainnya. Roby diam saja, berusaha menjadi pendengar yang baik untuk Alya. Tanpa menyela, tanpa berkomentar. Berusaha sebisa mungkin membuat Alya nyaman, karena Roby tahu keputusan membuka semua ceritanya tak mudah untuknya.
Sesaat setelah Alya membiarkan detik berlalu dengan ceritanya. Roby balik bercerita. Tentang mengapa ia begitu ingin membuat Alya terbuka. Tentang betapa ia ingin membuat Alya menjadi pribadi yang lebih hangat. Karena sesungguhnya, Roby pernah merasa kehilangan seseorang yang memilih mengakhiri hidupnya hanya karena merasa dunia tak lagi berpihak padanya.
"Jangan pernah mengambil keputusan mengerikan untuk hal-hal yang nggak pernah kamu sadari sebelumnya."
TBC
180620
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top