Enam
Roby bangkit beberapa menit setelah Alya meninggalkan kelas. Memutuskan untuk kembali mengikutinya dengan senyum mengembang. Menolak secara halus ajakan Bass untuk gabung bermain bersama anak-anak kelas lainnya.
Dari kejauhan, Roby bisa melihat punggung kecil gadis itu. Meski tegak, tetap saja kelihatan kecil. Roby terkekeh pelan. Mengapa gadis semungil dia bisa menjadi pendiam seperti itu. Roby tahu setiap sikap yang ia tunjukkan pasti memiliki alasan di baliknya. Hanya saja, Roby tak tahu apa alasan itu. Roby sadar, ia hanya orang baru yang tiba-tiba merasa penasaran dengan kehidupan teman barunya. Rasanya tak pantas mengingat baru beberapa hari Roby di sini. Menjadi teman sebangku gadis mungil itu.
Roby memelankan langkahnya saat melihat Alya sudah duduk di tempat yang kemarin-kemarin juga didudukinya. Roby rasa, itu tempat favorit Alya di perpustakaan ini. Roby kemudian melangkah ke rak bagian buku-buku fiksi, lalu dengan asal meraih salah satu bukunya.
Modus Roby kali ini adalah pura-pura membaca di samping Alya. Mungkin juga mencari topik obrolan seputar buku yang ia suka. Siapa tahu Alya kembali mau meresponnya.
Sesuai rencana dan mumpung perpustakaan sedang sepi karena memang ini jam efektif, Roby mendekati Alya lalu duduk di sampingnya. Kemudian pura-pura membaca. Namun matanya tetap sesekali mencuri pandang terhadap Alya. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadirannya. Mungkin karena terlalu fokus membaca.
Tak kehilangan akal, Roby kembali berinisiatif dengan sengaja mendekatkan kursinya pada Alya. Tentu saja hal tersebut membuat Alya berjengit kaget. Bahkan sampai memundurkan tubuhnya. Untung saja tidak sampai terjatuh. Roby yang melihat akibat dari tindakannya ingin tertawa, namun sebisa mungkin menahannya. Raut terkejut Alya membuat gadis itu terlihat lucu di matanya.
Roby segera meminta maaf. Namun respon yang Alya berikan tak banyak. Gadis itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. Roby kembali pura-pura fokus membaca. Kali ini rencananya membuat Alya lebih banyak bicara, gagal total. Ia bahkan tak bisa merangkai kata atau sekedar mengajaknya bicara seperti rencana yang telah ia susun dalam otak.
Tapi tak apa, lain kali ia pasti berhasil membuat Alya lebih banyak bicara.
***
Aneh. Alya merasa teman barunya itu cukup aneh. Setelah kemarin-kemarin membuatnya malu, kini malah gencar mencari perhatiannya. Bukan berarti Alya percaya diri dengan mengaku bahwa cowok itu mencari perhatiannya, tapi sikapnya belakangan ini membuat Alya berpikiran seperti itu.
Alya berusaha untuk tidak membuat seorang pun dekat dengannya selama ini. Alya hanya ingin tak dikenal. Tak apa meski tak memiliki teman. Namun kedatangan Roby seolah memaksa Alya untuk menghancurkan tembok yang ia susun tinggi perlahan. Kelakuan cowok itu akhir-akhir ini membuat Alya merasa bingung sekaligus takut. Bingung karena sikapnya yang seolah-seolah terus mengganggunya dan takut Alya malah mengingkari keinginannya untuk tetap tidak dikenal.
Meskipun sejauh ini berhasil karena Alya benar-benar merasa tak dikenal. Saat pergi ke mana pun seorang diri, tak ada yang menanyakannya atau pun menyapanya. Hal itu membuat Alya sedikit bersyukur. Namun tidak untuk Roby. Bukannya malah menjauh dan memilih berteman dengan teman kelasnya yang lain, Roby malah mencoba untuk lebih mendekat kepadanya. Bahkan sampai mengikutinya ke perpustakaan.
Sungguh kurang kerjaan.
Mungkin dari gelagatnya Alya seolah terkejut melihat cowok itu berada di sampingnya tiba-tiba. Padahal sebenarnya Alya sudah mengira Roby akan mengikutinya. Dan ternyata memang benar. Roby mengikutinya sampai ke perpustakaan.
Alya sungguh tak tahu apa yang sedang Roby rencanakan. Apa Roby mendekatinya hanya karena ia duduk dengan Alya? Merasa tak betah lalu membujuknya untuk pindah? Entahlah. Alya tak bisa membuktikan itu sekarang. Tapi jika memang benar itu rencananya, Alya dengan senang hati akan pindah. Toh, ia lebih senang duduk sendiri daripada berdua bersama manusia macam Roby.
Alya mulai tak fokus membaca. Tulisan di buku entah mengapa terlihat buram, membuatnya malas kembali membaca. Namun karena tak ingin Roby ganggu, Alya tetap pura-pura membaca. Mengingat Roby, ia jadi teringat saat ia masih menjadi murid baru satu tahun yang lalu.
Waktu itu, Alya masih menjadi seperti murid normal lainnya. Ia memiliki teman dan tidak sependiam sekarang. Mengingatnya saja entah mengapa membuat Alya ingin menghilang dari dunia. Harusnya saat itu, Alya tak percaya siapa pun. Harusnya saat itu, Alya mulai menjaga jarak dengan siapa pun. Alya akui, ia bodoh karena terlalu percaya pada sesuatu bernama teman. Hubungan itu bukan hubungan yang murni, bukan hubungan yang tulus.
Alya menggeleng perlahan. Ia mencoba memejamkan mata, menghalau kenangan buruk satu tahun yang lalu untuk kembali ia ingat. Tidak, masa itu tidak boleh kembali terjadi sekarang. Alya tidak boleh memercayai siapapun itu. Tidak boleh.
Namun, bukannya menghilang, kejadian-kejadian itu malah semakin muncul dalam ingatannya. Membuat Alya ingin berteriak jika tak ingat ia sedang berada di mana sekarang. Kejadian yang berusaha keras Alya lupakan, seolah kembali dalam ingatan.
Satu per satu kejadian muncul begitu saja dalam ingatannya. Mulai dari Alya yang memiliki teman dekat, ke mana-mana selalu bersama, sampai pada titik Alya melihat temannya itu berbeda. Berubah menjadi seseorang yang tak bisa Alya kenal. Orang itu, malah membicarakannya di belakang. Seakan ingin memberitahu semua orang sifat buruk Alya. Seakan ingin sekali memberitahu semua orang, bahwa Alya tak pantas memiliki teman. Ia pendek, hitam, gendut, jerawatan, semua ungkapan darinya membuat Alya merasa seolah itik buruk rupa.
Cukup! Hentikan!
Gerakan Alya yang tiba-tiba akan membenturkan kepalanya ke meja membuat Roby yang sejak tadi curi-curi panjang ke arahnya, dengan sigap membuka telapak tangannya dan menempelkannya di meja. Membuat kening Alya membentur telapak tangannya.
Tentu saja Alya terkejut. Ia sendiri tidak sadar akan melakukan apa. Suara-suara dan kejadian demi kejadian yang muncul di kepalanya seakan membuat Alya tidak sadar. Ia lantas menegakkan tubuh. Hendak meminta maaf dan mengucapkan terima kasih, namun entah mengapa bibirnya malah tertutup rapat. Yang Alya lakukan hanya memandangi Roby dengan tatapan seolah takut.
"Mbak eh, kamu, nggak pa-pa?" Roby bertanya lebih dulu. Alya mengangguk.
Ia merasa lebih baik sekarang. Kejadian-kejadian itu tak lagi muncul di kepalanya. Ia malah memikirkan hal lain. Roby, cowok itu pasti kebingungan sekarang. Namun Alya tak akan memberi pengakuan. Terserah Roby akan menganggapnya seperti apa, Alya mencoba tidak peduli. Ia kembali mencoba fokus membaca. Tangan sebelah kirinya menopang pipi, sedikit menyamping. Seakan tidak membiarkan Roby mencuri pandang lagi.
Sedangkan Roby hanya bisa kebingungan di tempat. Tidak mungkin Alya tiba-tiba tertidur bukan? Roby pikir Alya hendak tidur tadi, karena matanya terpejam. Tapi sepertinya bukan. Terlihat dari wajahnya yang seolah cemas dan takut, Roby pikir ada sesuatu yang tengah menganggunya.
Apakah ternyata Alya adalah indigo lalu ia takut akan sesuatu tak terlihat di sekitar mereka? Roby bergidik. Ia mulai ngaco sekarang.
TBC
040620
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top