Because Mencinta (tigabelas)
Author Pov
"Aku gak bisa tanpa kamu, tolong maafin aku, Cinta!"
Dengan lirih Ali berkata sambil mendongakkan wajahnya menatap Prilly yang menatap lurus kedepan tanpa ekspresi.
"Sudahlah Li, tanpa aku kamu lebih bebas, kamu bisa pergi kemana saja tanpa harus berbohong pada siapapun, kamu lebih enjoy hidup sendiri, kembali keorang tuamu, aku sudah kembali keorang tuaku, hidup kita lebih bebas sekarang!"
Prilly menepis perasaan ingin mengusap rambut Ali yang berantakan.
"Enggak Cinta, kita takkan mengakhiri yang sudah kita awali bersama, kita sudah tiga bulan hidup bersama, aku gak rela kalau ini harus diakhiri!"
Ali memeluk kembali Prilly masih dalam posisi berlutut.
"Yang bikin semuanya harus diakhiri adalah kamu sendiri bukan aku...!"
Prilly mengalihkan pandangannya dan menundukkan badan memegang dan mengisyaratkan agar Ali berdiri.
"Aku mohon, maafin aku, aku gak ada maksut bohongin kamu, aku justru pingin jaga perasaan kamu supaya gak mikir macem-macem tentang aku!"
Dengan susah payah Ali menegakkan tubuhnya dan menatap Prilly yang mengalihkan pandangannya kesamping.
"Gimana gak mikir macem-macem, sekali yang ketahuan, selebihnya aku gak tau dan aku susah untuk percaya lagi sama kamu, maafin aku Li, aku hanya manusia biasa, aku gak bisa nahan sakit yang kurasa, kamu gak tau rasanya jadi aku sekarang, suami yang dicintai dan dipercaya, bahkan karna dia aku rela hidup menderita ternyata mulai main hati tanpa aku tau kurangku dimana?"
Prilly mulai berkaca dan matanya mulsi tergenang air lagi.
"Aku tak pernah main hati dan siapa bilang kamu kurang..!?"
Ali menghapus airmatanya. Prilly menurunkan tangan Ali dari menyeka airmatanya dan menghapus sendiri sisanya.
"Lalu apa? Kemarin seandainya aku gak mergokin kamu disana, hari ini kamu mau alasan apalagi supaya bisa gak pulang kerumah?"
Prilly mendorong bahu Ali jengkel. Perang dalam batinnya bergejolak antara memberi kesempatan dan tidak sama sekali.
"Aku minta maaf, aku mengaku salah dan janji gak akan nyakitin kamu lagi, please!!"
Ali menangkup wajah Prilly dan menempelkan dahinya pada dahi isterinya sambil memejamkan mata.
"Please!!"
Ali berbisik.
"Please, beri aku kesempatan! Aku mencintaimu dan calon anak kita!"
Lirih Ali berucap memohon untuk bisa diberi kesempatan.
"Kamu gak tau sakitnya!! Apa pedulimu sama calon anak kita??"
Emosi Prilly meninggi mendengar Ali menyebut anaknya. Perasaannya jadi sensitif karna mengingat sekarang ada calon bayi didalam rahimnya.
Ali menekan perutnya yang perih, dan rasanya sudah tidak dapat berkata apa - apa lagi karna tiba - tiba ototnya melemas.
"Ya udah, aku memang gak pantes memohon - mohon untuk dimaafin lagi, aku ikhlasin aja apapun yang kamu mau....!"
Ali akhirnya menyerah. Bukan karna merasa kalah tetapi karna perutnya tiba - tiba seperti kram dan Ali tak dapat berpikir seketika.
Prilly sedikit tak rela Ali menyerah tapi apa boleh buat dia sendiri yang menolak Ali.
"Untuk terakhir kali, bolehkah aku ingin memelukmu dan mencium anak kita?"
Ali menatap Prilly sendu, Prilly membalas tatapnya dengan mata berkabut.
Tanpa dijawab Ali memeluk Prilly erat, memejamkan mata merasakan tubuh mungil isterinya untuk terakhir kalinya. Melepaskan pelukan dan mencium kening Prilly lembut sambil memejamkan matanya kembali. Rela tak rela inilah yang terjadi. Ali akan kembali kepada orang tuanya dan menata hidup yang baru. Ali menundukkan wajahnya perlahan dan mencium perut Prilly.
"Jagain Mami buat Papi ya sayang, Maafin Papi ya gak bisa ikut tau perkembangan kamu nanti sampai besar dan lahir dari rahim Mami, Papi doain aja ya semoga sehat sampai lahir..!"
Ali mengangkat kepalanya dari perut Prilly dan menegakkan tubuhnya kembali dengan kepala pening.
Dilihatnya Prilly sekali lagi, mengusap kepalanya dengan rasa sayang yang sama dengan sebelumnya. Tersenyum tipis pada Prilly dan mundur beberapa langkah lalu berbalik.
Prilly mnggigit bibirnya menahan sesak didada. Sesungguhnya hatinya hancur melihat kepergian Ali.
'BRAKKK!'
Bunyi benda jatuh mengagetkan Prilly. Prilly meninggalkan balkon memasuki kamarnya, Prilly melihat didepan pintu kamar Ali tergeletak pingsan.
"Aliii!!!"
Prilly menghampiri Ali dan menepuk pipinya. Tapi tak ada respon. Prilly panik seketika.
"Mamiiiii, tolongggggg!"
"Kenapa, sayang??"
Mami membuka pintu dengan wajah cemas, dan melihat kebawah Ali tergeletak dengan kepala dipangkuan Prilly.
"Bi Onaaa, panggilkan Pak Minnnn!!"
Mami lari keluar kamar dan berteriak tak tentu arah.
##########
Prilly Pov
Kupandang wajahnya yang pucat. Aku tak tau apa yang ada dalam hatiku saat ini. Aku sangat mencintainya. Itu tak bisa kupungkiri. Aku juga sangat terluka karnanya itu juga tak bisa diabaikan. Haruskah aku tetap pada egoku tak bisa memaafkan dan memberi kesempatan kedua padanya. Aku tak mau menderita karna mencintanya. Aku sudah banyak berkorban, semua baru saja kami jalani, kenapa begitu berat cobaanku. Sesungguhnya aku hanya tak rela dia menatap dan dekat dengan wanita lain.
"Perutnya hanya kosong, sehingga dia tak memiliki tenaga, dan kemungkinan juga dia semalaman tak tidur karna memikirkan sesuatu yang berat makanya dia kehilangan kesadaran, tidak apa, dengan makan, minum vitamin dan tidur cukup dia pasti sehat kembali, jangan kuatir Pril!"
Dokter Santoso memberikan analisanya setelah menyenter mata Ali dan menekan perutnya juga memeriksa dada Ali dengan alatnya.
Ali sampai tak tidur dan tak makan? Kasian dia. Aku bisa bayangkan bagaimana dia sendirian tanpa aku. Makan aku yang suapi. Tidur ada aku disampingnya saling memeluk. Kadang pijit-pijitan badan kalau merasa sama-sama kelelahan, dan saling menggelitiki kalau sedang sama-sama nakal.
Apakah semua itu harus diakhiri karna egoku. Bagaimana nasib calon bayi kami yang sedang berkembang didalam rahimku? Hanya gara-gara seorang wanita yang mengganggu keharmonisan rumah tangga kami apa aku tega membuatnya lahir tanpa keutuhan orang tuanya? Salah apa bayiku hingga aku tega mengesampingkan kepentingannya Padahal ayahnya sudah minta maaf dan mau memperbaiki dirinya?
"Ily, manusia itu tempatnya salah dan khilaf, Mami tau tak mudah memaafkan jika sudah menyangkut orang ketiga, tetapi Mami kira kalian juga masih beruntung karna bisa diperingatkan dari awal, Ali belum terlanjur benar-benar ada hubungan khusus dengan wanita itu...!"
Mami menasehati.
"Kenapa Mami bisa segitu bijaksananya menanggapi persoalan Ily sama Ali, bukankah dulu Mami menentang hubungan kami? Harusnya ini kesempatan buat Mami untuk misahin Ily sama dia, Mi..."
Aku benar - benar penasaran dengan sikap Mami.
"Ly, tigabulan berpisah dari Ily adalah siksaan terberat buat Mami, yang Mami benci adalah Masa lalu Mami, bukan Ali, setelah kepergian Ily Mami tak pernah tenang, Mami begitu kehilangan, rumah menjadi tak ada semangatnya tiap hari, suram, Mami selalu kepikiran Ily sedang apa dan makan apa...?!"
Mami menerawang jauh keluar jendela.
"Mami selalu merenungkan setiap perkataan Om Wendy pada Mami...!"
Mami menunduk seperti mengingat kembali bagaimana Om Wendy menceramahinya seperti yang tadi malam Mami ceritakan.
"Kau ini seperti anak abg yang gak bisa move on dari masalalu Kak, mengorbankan perasaan anak dan kehidupannya hanya karna Allah menTakdirkan jodoh kakak adalah Kak Benny bukan Tommy!"
Om Wendy mencecar Mami saat ia datang kerumah membahas tentang aku.
"Memangnya Kakak tak bahagia bersama Kak Benny hingga sampai saat ini masih menyesalkan Tommy papanya Ali itu meninggalkan Kakak?"
Lanjut Om Wendy.
"Aku hanya gak mau Ily terluka sama sepertiku!"
Mami membela diri.
"Tapi apa Kamu tega Kak melihat Illy hidup kekurangan seperti itu? Kakak jauh gak lihat ya, aku Kak yang gak tega melihat mereka, untung aja ada pengusaha disana yang butuh Supir dan aku langsung menawarkan Ali untuk bekerja disana, mereka setuju apalagi itu recomendasi dari aku!!"
Om Wendy mengingatkan Mami lagi.
"Apa sih Kak yang dicari lagi dalam hidup kalau gak mencari kebahagiaan buat anak??"
"Mami harusnya bersyukur sekarang bisa hidup bersama Papi, walaupun Papi juga mahkluk yang tidak sempurna, Papi lebih parah daripada apa yang Ali perbuat sekarang, Sayang!"
Mami membuyarkan lamunanku pada cerita Mami tentang Om Wendy.
"Memangnya Papi pernah berbuat apa, Mi?"
Aku penasaran.
"Pernah ada wanita yang datang ke Mami untuk minta dinikahi sama Papi dan rela menjadi isteri kedua!"
Aku membelalakkan mata.
"Dia bilang selama ini Papi selalu baik sama dia, selalu membantu kebutuhan keluarganya, wanita itu kenalan Papi disebuah pameran garmen Indonesia Apparel Production Expo, Papi bilang dia memang perhatian sama Renny karna tiap hari sengaja atau tak sengaja berkomunikasi, Papi juga merasa bersalah karna membiarkan tak ada jarak antara dia dan Renny, Papi mengaku salah memberi ruang benih cinta yang hampir tumbuh diantara mereka...."
"Buat Mami yang penting Papi mau mengakui kesalahan, takkan mengulangi lagi dan tetap memilih Mami, biar bagaimanapun Mami tak mau rumah tangga Mami yang waktu itu baru dua tahun hancur, Kak Ricky waktu itu berusia satu setengah tahun!"
Cerita panjang Mami membuat aku terperangah.
"Harta, Tahta, Wanita memang sumber kehancuran bagi Pria yang harus kita perangi Ly, bukan untuk menyerah kalah mengorbankan apa yang telah dibina, apalagi sekarang Ily bukan lagi hanya memikirkan kepentingan Ily tapi juga calon bayi kalian!"
Aku memeluk Mami, bukan hanya karna mendapat pencerahan tetapi juga salut dengan sikap Mami menghadapi ujian yang menimpanya.
"Jika semua wanita berpikir pendek tak mau berdamai dengan hatinya maka perceraianpun pasti akan sangat marak terjadi, karena masalah hidup pasti datang silih berganti yang selalu membutuhkan kedewasaan dalam menghadapinya!"
Ceklek!
Suara pintu dibuka terdengar. Sepertinya pintu kamarku. Aku sedang berada diruang tengah bersama Mami yang sedang menasehati dan berbagi pengalaman.
Aku segera berdiri melihat Ali keluar dari kamar dengan sempoyongan.
"Mau kemana?"
Aku menatap Ali yang memegang kepalanya, mungkin dia pusing.
"Maaf aku pingsan, ngerepotin kamu!"
Ali menatapku dengan tatapan sayunya, aku segera mengalihkan pandangan.
"Kamu istirahat dulu harusnya..!"
Aku mendorongnya masuk kekamar lagi, mengambil tangannya kulingkarkan dibahuku dan aku memeluk pinggangnya untuk menahan tubuhnya tanpa memandang wajahnya.
Aku membantu Ali membaringkan tubuhnya lagi keranjangku. Kuselimuti dia dengan selimut doraemonku. Dia terlihat lucu dibawah selimut doraemon, hampir saja aku tersenyum geli melihatnya tapi aku tahan.
"Sebentar aku ambilkan bubur, tadi aku sudah buatkan untuk kamu!"
Aku keluar dari kamarku dan kembali dengan semangkuk bubur ayam buatanku sendiri dan segelas besar air putih hangat.
"Ayo makan, Aaaa!"
Aku membantunya duduk bersandar dikepala ranjang.
Aku menyuapinya makan. Dia sepertinya bingung dengan sikapku tapi aku pura - pura tak peduli dengan tatap mata bingungnya.
"Nih minum obatnya sama vitamin, perutmu kosong, jadi kamu gak punya tenaga!"
Aku membantunya membuka obat dan meminumkannya pada Ali.
"Makasih ya!"
Ali berucap canggung menatapku.
"Iya, sama - sama!"
Aku mengangguk lebih canggung.
"Nanti kalau aku sudah pulih aku akan pulang!"
Ali berkata lagi dengan lirih.
Aku meliriknya bingung dengan apa yang harus kukatakan.
"Pulihkan saja dulu...!"
Aku hanya bisa berkata seperti itu dengan mata yang spontan menatapnya dan aku menyesal. Karna tatapan kami langsung saling beradu. Membuat mataku terkunci dalam kelam tatapnya. Matanya yang membius tak kehilangan pesona walaupun sayu.
"Tutup matamu, katanya mau memulihkan tenaga, kamu harus tidur!"
Aku berkata diantara tatapan kami.
"Matamu yang bikin mataku gak bisa tertutup!"
Ali berkata sambil mengangkat tangan dan mengelus sudut mataku.
"Jangan mulai lagi!"
Aku memalingkan wajahku kearah lain tapi Ali mengembalikan arah pandanganku.
"Aku mau menatap matamu sekali ini saja, aku rekam dulu didalam otakku agar bila kangen bisa aku bayangkan, please!"
Aku menatapnya kembali. Ada senyum luka kulihat dibibirnya.
"I love you, jika suatu saat kamu menemukan pengganti aku, aku harap dia bisa lebih mencintaimu melebihi cinta yang kuberikan untukmu, bisa lebih jujur dan terbuka tidak sepertiku, menjaga kamu sepenuh hatinya sehingga kamu tak terluka seperti aku melukaimu...!"
Kalimat Ali membuatku menitikkan airmata seakan perpisahan benar - benar sudah didepan mataku. Dan aku sesungguhnya tak rela. Ali mengelus pipiku dengan ibu jarinya. Menghapus airmata yang menitik dan meleleh dipipiku.
"Benarkah ada pria yang sesempurna itu?"
Aku seperti berucap pada diriku sendiri karna aku tau jawabannya adalah tak ada manusia yang sempurna didunia ini kecuali Allah.
"Semoga kamu menemukannya!"
Ali menangkup pipiku dan menarikku kedalam pelukannya.
"Aku benar - benar minta maaf telah membuat hidupmu menderita karna mencintaiku!"
Ali mengeratkan pelukan dan menenggelamkan kepalaku didadanya. Aku memejamkan mata mendengar degup jantungnya. Dan Aku masih nyaman berada dipelukannya. Aku tak faham dengan hatiku sekarang.
"Semoga penggantiku lebih baik dan tak membuatmu bisa terkesan dengan wanita lain...!"
Aku masih memejamkan mata dipelukannya.
"Terkesan tak membuat cintaku padamu berkurang dan berpindah padanya, sungguh aku tak bermaksut begitu!"
Ali menempelkan kepalanya dikepalaku.
"Tak bermaksut tapi membuka ruang untuk berkurang dan berpindah!"
Aku melepaskan pelukannya tiba-tiba emosiku meninggi lagi.
"Aku benar-benar minta maaf, aku tak bisa mengelak dengan kesalahan yang aku buat, aku ini manusia biasa apa aku tak boleh salah? akupun tak bisa lagi mengembalikan waktu agar aku bisa menyadari awal karna menyesal itu tak pernah ada diawal!"
Ali menyandarkan tubuhnya diranjang dan memejamkan mata setelah berkata sambil menatapku dalam-dalam. Sepertinya dia sudah tak tau lagi harus bagaimana mengutarakan penyesalannya.
Aku membetulkan posisi berbaringnya, merapikan selimut dan memandangi wajahnya yang kelelahan.
Aku mengusap rambutnya pelan saat nafasnya terdengar teratur. Kukecup keningnya lembut agar tak dirasanya.
"Mungkin banyak diluar sana yang lebih sempurna, tapi kamu tetap yang paling sempurna buat aku, love you too, Cinta!"
###########
Maaf, mungkin part ini adalah part yang garing, aku hanya mencoba menyisipkan pesan didalamnya...
Hidup berumah tangga memang tak mudah, tapi jangan ada yang takut untuk melangkah ke jenjang itu, hanya saja harus mempersiapkan diri secara matang, karna saat sudah terikat pernikahan harusnya tidak seperti pada saat berpacaran, tidak sesuai sedikit langsung putus.
Dalam pernikahan, Jika masih bisa dipertahankan, maka pertahankanlah...
Terima kasih aku sudah dihibur dengan vote dan komen...
Cup Cinta :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top