Because Mencinta (sembilanbelas)
Prilly Pov
Akhir - akhir ini Ali kelihatan gelisah. Mungkin masalah keluarganya membebani pikiran suamiku. Siapa yang tak gundah melihat keadaan berbanding terbalik dengan saat dulu. Dulu apa-apa serba ada, sekarang apa-apa harus diperjuangkan.
"Sebenarnya buat aku hidup susah itu sudah bukan masalah lagi, aku sudah teruji saat kita mengasingkan diri, aku hanya kepikiran Mama, Alya dan Aldo...!"
Ali bergumam seperti pada diri sendiri tetapi sambil menatapku sendu. Aku membelai rambutnya yang berada dipangkuanku. Dia memejamkan matanya. Angin yang berhembus disekitar balkon dimana kami duduk dikursi yang ada memainkan rambutku.
"Aku gak bisa komentar banyak, aku juga gak tau kalau aku yang ngalamin apa aku bisa sekuat kamu, tapi aku yakin kamu bisa ya ngadepinnya!!"
Aku mencium keningnya. Menatap lama wajahnya yang nampak tirus dengan kening yang berbekas garis - garis halus akibat sering dikerutkan karena banyak pikiran. Ali membuka matanya menggenggam tanganku yang didekap didadanya.
"Aku kuat karna ada kamu, aku bersyukur Allah tuliskan kamu ada dalam takdirku...!"
Ali mengangkat tangannya menyibak rambutku yang dimainkan angin ketelinga dan mengelus pipiku dengan jarinya.
"Jangan berlebihan, siapapun yang mendampingi kamu pasti akan berbuat hal yang sama!"
Aku mencubit hidungnya.
"Enggak, belum tentu, aku bersyukur sekarang yang dampingin aku itu kamu!"
Ali menggelengkan kepalanya. Ali menyentil hidungku dengan jarinya.
"Aku pasti dukung kamu, kamu harus kuat, keluargamu sekarang bergantung padamu!"
Ali menganggukkan kepalanya.
"Makasih ya Cinta, aku sayang kamu!"
Ali menaikkan tangannya kebahuku, mengisyaratkan agar aku menundukkan wajah dan dia sedikit mengangkat kepalanya untuk menyentuhkan bibirnya kekeningku, mengecup bibirku lembut dan menahannya dalam lumatan singkat.
"Sama - sama, Cinta, Aku juga sayang kamu!"
Kami berpandangan dan beberapa saat hanya diam entah apa yang dipikirkannya. Tanganku masih dalam dekap tangannya dengan wajah yang kelihatan merapuh. Aku tak tega beberapa hari ini sepertinya senyum jarang menghiasi bibirnya.
"Cintaa...!"
Aku memanggilnya hati - hati, takut apa yang akan kusampaikan menyinggung perasaannya.
"Hmmm...iya Cinta?"
Dia menatapku dengan tatapan lembutnya yang selalu merambat dan menggetarkan hati.
"Maaf, apa aku boleh bantu kamu?"
Aku bicara pelan dan lebih hati - hati karena yang didepanku ini sedang sensitif.
"Maksudnya?"
Ali mengerutkan keningnya. Aku langsung mengusapnya, agar dia berhenti mmengerutkan keningnya nanti garis - garisnya makin nampak kalau terbiasa dikerutkan.
"Kamu mau aku bicara sama Papi?"
Aku bertanya sambil sedikit tak nyaman takut menyinggung perasaannya.
"Maksud aku siapa tau Papi bisa membantu kesulitan kamu!"
Aku melanjutkan lagi.
"Jangannn, aku sedang memikirkannya bersama Alya, Makasih ya udah mikirin bantuin aku tapi aku gak ingin Kamu dan orangtuamu jadi repot...!"
Aku sudah menduga pasti ditolak. Padahal sebenarnya aku sudah bicara pada Papi dan Mami, Papi justru menyuruh Ali memperkuatkan usahanya sebelum aku bisa ikut terjun keperusahaan Garmen Papi. Aku bilang saat ini Ali gak mungkin konsen dan sedang ikut membenahi usaha Papanya yang sedang terjun bebas.
"Enggak repot kok, sungguhhh, ya, biarin aku bantuin kamu...!"
Aku melanjutkan bicaraku dibalas gelengan Ali.
Aku hanya bisa menghela nafas.
Dia mengelus pipiku menenangkan.
"Aku sedang berusaha sama Alya, aku hanya minta bantuan doa dari kamu, Cinta, ya, kamu jangan ikut pusing...!"
##########
Ali Pov
"Li, kamu harus pikirkan tawaran Om Siddiq...!"
Papa menatapku dengan nada berharap.
"Tawaran apa Pa?"
Aku memandang Papa tak mengerti.
"Ternyata sejak lama Shinta anaknya Om Siddiq menyukaimu, Om Siddiq mau membantu kita jika kamu mau menikah dengannya!"
Apa-apaan sih Papa? Kenapa jadi klasik sekali sih masalahnya? Barter bantuan ekonomi dengan mengorbankan anaknya sendiri. Terlebih aku ini sudah menikah.
"Papa kenapa punya pikiran sepicik itu sih Pa? Inget Pa, Ali ini sudah punya isteri!"
Aku menekankan kata isteri agar pria tua didepanku ini memahami posisiku.
"Shinta mau menunggu kamu menceraikan isteri kamu!"
Tanpa dosa Papa mengeluarkan kalimat yang kotor kurasa.
"Papa benar-benar gak punya hati ya Pa, kebangkrutan ini gara - gara salah Papa, kenapa Papa harus korbankan kebahagiaan Ali. Gak nyangka ya Pa ada manusia sekeren Papa ini pemikirannya, yang hanya mau jalan pintas untuk menyelamatkan diri sendiri!"
Aku sudah tak tahan dengan sikap Papa yang sudah diluar batas.
Memang benar yang Prilly katakan, Harta, Tahta, Wanita bisa menjadi kehancuran bagi pria jika tidak hati-hati.
Tiba-tiba aku merindukan isteriku. Aku takkan mau menukar kebahagiaanku hanya karna ingin menyelamatkan aset keluarga. Walaupun akhirnya Mama, Alya dan Aldo menjadi korban.
"Jadi kamu lebih memilih mengorbankan Mamamu, kakakmu Alya, adikmu Aldo dan dirimu sendiri daripada mengorbankan Prilly???"
Papa menekanku karena dia tau aku peduli pada mereka.
"Lima banding satu Li, apa kamu tak punya hati sehingga mampu mengorbankan keluargamu...!"
Papa melanjutkan dengan wajah tanpa dosa.
"Bicara mengenai hati harusnya tanya sama diri Papa....Papa yang menyebabkan semua ini terjadi!!!"
Aku menentang mata Papa. Apa yang ada dipikiran Papaku ini? Apakah setan-setan sudah sedemikian kuat bergentayangan diotaknya.
"Kamu yang tak mengerti!"
Papa tetap pada pendiriannya yang merasa benar.
"Aku ngerti Pa, ini yang terjadi ketika Papa harus meninggalkan Maminya Prilly, iya?? Papa dipaksa kakek untuk melakukan hal ini, iya?"
Aku berkata dengan rahang mengeras.
"Kita berbeda Pa, Prilly isteri Ali, dan dia sedang mengandung, seumpama tidakpun Ali takkan berpikir untuk tega meninggalkan semua bahagia Ali bersamanya!"
Aku melanjutkan ucapanku sambil berlalu dari hadapan Papa.
Inilah yang terjadi. Aku dipaksa meninggalkan Prilly dan menikahi Shinta hanya karena perlu bantuan dari Ayah Shinta? Oh, No. Aku mengerti didunia bisnis takkan ada yang tulus dalam membantu. Harus ada embel-embelnya. Take and Give. Ada syarat. Dan syaratnya takkan bisa kupenuhi.
"Ali gak usah dengarin Papamu yang sudah syaraf, Nak!"
Aku keluar dari ruangan kerja Papa disambut Mama yang membuat aku sedikit lega dengan ucapannya. Setidaknya Mama tidak ikut menekanku.
Dan aku cukup geli dengan ucapan Mama yang mengatakan Papa Syaraf.
"Syaraf itu sodaranya Gila atau Sinting Ma?"
Aku memandang Mama yang tersenyum.
"Jangan ikut stress kaya Papa, Li, Cukup Papamu aja yang stress!"
Mama mengusap punggungku dan membawaku duduk disofa.
"Apa Ali harus menemui Shinta Ma?"
Aku menoleh Mama.
"Bicarakan saja maumu sama dia, Li, siapa tau dia ngerti."
Mama menatapku lembut tetapi mengeluarkan kalimat meragukan.
"Siapa tau Ma?"
Aku tiba - tiba ngeri mendengar kalimat ragu seperti itu.
"Kalau dia gak ngerti bagaimana Ali, Ma?"
Aku menekan keningku. Kenapa persoalannya jadi tak bermutu begini? Sudah tau aku ini punya isteri, kenapa tiba-tiba disuruh menikahi wanita lain?
"Harus diberi pengertian dulu, kalau Mama jadi dia, Mama akan menolak, buat apa merebut suami orang, Mama aja menyesal kenapa bisa merebut milik orang lain...!"
Mama sepertinya benar - benar menyesal karna matanya berkaca ketika menyelesaikan kalimat terakhir.
"Iya kalau dia Mama, lagipula apa lagi Ma yang harus disesali, Mama punya tiga buntut Ma sekarang?!"
Aku mengelus bahu Mama yang sedang tertunduk.
Aku menghela nafas, kenapa harus begini sih persoalannya. Complicated. Classic. Persoalan cinta dan perjodohan. Warisan Siti Nurbaya ternyata masih menjamur dimuka bumi ini dan sekarang menyentuh hidupku. Tapi aku akan tetap bertahan demi Prilly. Karna mencintanya aku pasti bisa melewati ini. Aku takkan menyerah.
##########
Author Pov
"Jadi, lo mau menceraikan isteri lo, Li?"
Gadis didepan Ali berkata membuat Ali tersedak menyemburkan es capucinnonya yang langsung ditutupnya dengan telapak tangan segera sebelum membasahi wajah gadis tersebut.
Lama saling diam disebuah Cafe tempat mereka janji bertemu kalimat gadis itu mengagetkan Ali.
"Maaf ya Shinta, gw harus jujur sama lo, gw gak bisa menerima tawaran barter ini ... !"
Ali langsung pada poinnya saja.
"Maksut lo?"
Shinta tampak mengeryitkan alisnya yang tipis tertulis pensil alis dengan rapi.
Sebenarnya Shinta gadis yang cantik, rambut sebahu dengan poninya bahkan lesung pipit menghiasi wajahnya yang oval.
"Papa lo mau bantu Papa gw asal gw nikah sama lo itu gw benar-benar gak bisa...!"
Kulihat dia memiringkan kepalanya.
"Seumpama gw nikah sama lo, gw kasian sama lo, gw gak cinta sama lo dan mungkin gak akan pernah nyentuh lo, karna gw sangat mencintai isteri gw!"
Ali mengungkapkan isi hatinya. Ali memang peduli pada keluarga tapi dia juga punya perasaan dan harus menjaga perasaan Prilly.
Shinta menatap Ali tajam dan akhirnya tertawa tergelak. Tawanya membuat Ali heran, apa yang terjadi dengan gadis itu.
"Rupanya Papa lo penuh dengan strategi Li, Papa lo bilang justru lo diem diem jatuh cinta sama gw, gw sampai heran perasaan waktu ketemu diulang tahun Alya dulu lo biasa - biasa aja sama gw, gak ada tertarik tertariknya sama sekali, kok tiba tiba dibilang diem diem jatuh cinta bahkan ingin meninggalkan isteri lo!!"
Shinta menahan senyum menyelesaikan omongannya.
"Jadi Papa juga berbohong, mengatakan lo suka sama gw!!"
Ali terperangah sekaligus ada lega dihatinya.
"Hmmm..menurut lo??? Emang lo yakin semua cewe tertarik sama lo dan punya hasrat mengejar lo?"
Shinta menjawab dengan senyum. Ali melihatnya bukan senyum menjatuhkan tetapi cukup mengena dihatinya.
"Lo ganteng, lo layak dikagumi, gw ngefans sama lo, lo gentle ngakuin kalau gak bisa sama gw karna cintanya lo buat isteri lo, good, gw suka cowo yang jujur daripada terpaksa ngelakuin sesuatu yang bertentangan dengan hati, senang lebih mengenal lo!"
Shinta mengulurkan tangannya. Ali menyambutnya dengan senang hati.
"Jadi kita sepakat untuk menolak warisan Siti Nurbaya ini??"
Ali menatap Shinta penuh harap.
"No, No, No...!"
Shinta menyanggah diiringi keryitan dahi Ali yang menatapnya kuatir.
"kita sepakat untuk membuka mata orang tua kita, Bisnis is Bisnis, Love is Love, itu terpisah gak bisa disatukan, berhenti untuk selalu berpikir bahwa pernikahan antara anak dan anak untuk menguatkan bisnis....ini lebih dari sekedar menolak warisan Siti Nurbaya-kan?"
Shinta tersenyum dan kalimatnya membuat Ali lega dan merasa beruntung dipertemukan dengan wanita - wanita baik dan tak berambisi. Ali berpikir Mungkin ini adalah balasan bagi yang mempunyai niat baik. Balasannya adalah Kemudahan.
"Yank, sini...aman kok!!"
Shinta melambaikan tangan pada seorang Pria yang menatap tiga meja dari meja mereka duduk. Pria itu berdiri dan menghampiri mereka.
"Ini pacar gw, Ronald!"
Shinta memperkenalkan pacarnya. Ali lega dan bayangan Prilly kembali melintas dibenaknya.
"Ok, kalau begitu gw anggap persoalan kita selesai!"
Ali berdiri dari duduknya sambil menjabat tangan Roland.
"Kemana lo, gak ngobrol dulu?"
Roland terheran memandang Ali.
"Gw kangen sama bini gw bro, pasti.dia cemas jam segini gw belum pulang!!"
"Hmm yang udah punya bini, kita kapan yank nikahnya!"
Roland mengacak rambut Shinta dan duduk disebelahnya.
"Jangan tanya aku yank tanya hatimu kapan berani ngelamar aku!!"
Shinta memukul bahu Roland.
Ali tersenyum melihat mereka yang sedang mabuk cinta. Sama seperti dirinya dan Prilly.
"Buruan Shin paksa dia melamar lo, pasti lo ketagihan kalau sudah masuk Roland..!!"
Ali terbahak sendiri dengan ucapannya.
"Ihhh maksut lo Apa? Gw kagak ngerti..."
Shinta melotot kearah Ali yang tambah tergelak.
"Gak usah ngerti lo, kode gitu hanya punya gw sama Prilly...udah ya gw tinggal, thanks'sis bro...!"
Ali menepuk bahu Roland yang cengengesan mendengar kode yang disebut Ali.
Ali pulang dengan lega. Takkan ada yang tak bisa diselesaikan jika kita melakukannya dengan tujuan yang baik. Allah masih memberi kemudahan dan Ali bersyukur karenanya. Jujur ternyata tetap lebih baik.
Langkah Ali pasti menuju rumah mertuanya dengan perasaan rindu membara pada Prilly. Terbayang senyum manja isterinya yang membuat harinya tak sedetikpun berlalu tanpa bayangannya.
"Lo kangen ma gw tapi gw jangan dibekep kenceng - kenceng, honeyy!!"
Langkah Ali terhenti didepan pintu rumah Prilly ketika mendengar suara seorang pria.
"Biarin, siapa juga nyuruh lo ilang lama - lama terus tanpa kabar datangnya!!!"
Suara manja Prilly membuat jantung Ali berdebar lebih kencang dari biasanya. Ali mengintip ruang tamu, terlihat Prilly sedang mendekap seorang pria yang tampan, berperawakan sedang sepertinya dia pernah melihat pria itu.
"Nah kan jatohkan kita. Untung jatohnya di sofa, empuk, kalau dimarmer habis dah pantat lo minta elusin gw lagi kalau sakit!!"
Suara Pria itu mengomel diiringi tawa manja Prilly. Seketika Ali merasa hatinya seperti terhantam pal melihat Prilly jatuh disofa diatas tubuh pria itu.
"Kalau jatoh dimarmer minta angkatin lo paling!"
Prilly berseru lagi-lagi dengan manja.
"Maunya lo, manja dari dulu emang lo Honeyy!!"
Honey katanya. Ali terbakar panas.
"Kangennnn, digendongg lo, Ayoooo gendonggg, gw cape nihhh ..."
Prilly menggoyang bahu pria tersebut dengan manja merentangkan tangannya minta digendong. Ali merasa kakinya sudah tak menginjak tanah lagi ketika melihat Pria itu berdiri dan mengangkat tubuh Prilly menggendong tubuh mungil isterinya seperti menggendong anak kecil.
"Mau digendong kemana sih, honey cantikku??"
Pria itu menatap wajah prilly yang berada diatasnya. Walaupun wajah mereka tak bersentuhan dengan jarak yang tak dekat Ali benar - benar merasa kakinya mati rasa.
"Kekamar, ayooo!!!"
Kekamar?? Ali tambah ngilu mendengarnya, dia seperti robot saja sekarang berdiri kaku, tak bisa melakukan apapun. Ali blank.
" Lo tambah berat aja sih honeyy!"
Pria itu mulai melangkah dan berhenti saat melihat Ali yang berdiri didepan pintu dan menowel pinggang Prilly dengan tangan yang sebelahnya menyangga pantat dan paha Prilly. Pria itu mengarahkan dagunya kearah Ali, Prilly menoleh dan melebarkan matanya melihat Ali berdiri didepan pintu.
"Cintaaaa!"
Prilly terlihat kaget luar biasa, dan turun dari gendongan Pria itu.
"Apa masih perlu kamu panggil aku cinta, didepan orang yang memanggilmu honey??"
###########
Yuhuuuu.....
Maaf aku hari ni sibuk banget... dirumah & dikantor sama sibuknya, tapi aku berusaha tetep update hari ini walaupun agak telat...demi readersku yang setia menunggu! (Ciahh belagu kaya ada yang nunggu aja hihi)
Spesial buat @Sinta_DevitaSari yang katanya ulang tahun, dan yang lain juga kalau sedang ulang tahun happy brithday, all the best for you!
Because Mencinta akan segera tamat, gantinya nanti aku akan buat cerita pendek yang akan dikumpulkan dalam satu judul, jadi perbagian akan beda judul dan langsung End, kalaupun bersambung paling hanya dua part....
Jangan lewatkan ya cerita cerita romantis yang terangkum di One Short Story...
Aku akan buat lagi cerbung kalau idenya udah matang judulnya "Dehidrasi Love"
Terima Kasih Readers yang kusayang udah kasih vote dan komennya disetiap ceritaku...
Cup Cinta...dari papi cinta dan mami cinta...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top