Because Mencinta (duabelas)
Cintakan membawamu
Kembali disini, menuai Rindu, membasuh perih...
Bawa serta dirimu, Dirimu yang dulu
mencintaiku apa adanya
Dewa19
Ali Pov
PLAAKK!!!
Kuraba bibirku yang berdarah.
Kulihat mata Om Wendy menatap mematikan padaku. Aku hanya bisa menerima dengan ikhlas karena ini akibat perbuatanku sendiri.
Kulihat Tante Laura menyabarkan Om Wendy dengan mengelus bahunya.
"Aku kecewa padamu Ali, aku menikahkan Prilly denganmu, dan ikut menentang penolakan Kakakku padamu ternyata hanya ini balasannya!"
Aku tak mampu menjawab apapun lagi. Mereka sudah teramat sangat kecewa dengan apa yang kulakukan. Aku berbohong pada Prilly dengan mengatakan kalau aku mengantar Yona dan Yodi kemall karna mereka ingin makan siang disana padahal aku sedang tak dapat menolak permintaan Gladys menemaninya makan dan ke-salon.
Gladys adalah kakak Giska teman Yona yang aku kenal saat mengantar Yona ke ulang tahun Giska disebuah restoran. Aku sebenarnya tak ingin ikut masuk dan hanya ingin menunggu dimobil atau kembali dulu kerumah tetapi saat itu kado Giska tertinggal dimobil dan Yona memintaku mengantarkannya ketempat pesta lalu aku bertemu dengan Gladys, gadis berusia 21tahun sama seperti Prilly dan sekarang masih kuliah dikota tempat asalku yang sedang liburan semester.
"Kenalin ini Om Ali, Om aku".
Yona memperkenalkanku pada Giska dan saat itu Gladys disampingnya. Aku memang pantas disebut Omnya daripada supir, Yona memang selalu mengatakan itu pada semua orang.
Ternyata ketampananku masih saja bisa mempengaruhi gadis-gadis Abg kelas 8 seumuran Yona karna mereka terlihat terpesona menatapku. Aku seperti kembali kekampus merasakan aura kepopuleranku saat masih aktif dikampus.
Gladys seorang gadis yang ceria dan juga manja seperti Prilly, aku seperti melihat Prilly dalam dirinya itulah kesalahanku. Setelah ketika beberapa kali kami bertemu disekolah saat aku menjemput Yona dan Gladys menjemput Giska suatu hari mobilnya masuk bengkel karna menabrak trotoar akibatnya Giska ikut menumpang dimobil yang aku bawa untuk mengantarkannya kebengkel tempat Gladys membetulkan mobilnya.
"Sebagai tanda terima kasih, gw ingin nraktir lo makan bang, mau-kan?"
Gladys mengajakku makan siang kala itu.
"Sambil nunggu mobil gw selesai, soalnya gw takut pulang kalau gak selesai hari ini, bisa - bisa SIM gw dicabut gak boleh lagi bawa mobil!"
Gladys benar - benar mengingatkanku pada Prilly.
"Cinta, aku siang ini gak pulang lagi ya, Yona minta antar ketoko buku!"
Itulah pertama kali aku berbohong karna Gladys pada Prilly. Padahal sebelumnya aku dan Prilly selalu berharap aku bisa pulang kerumah disiang hari supaya bisa makan siang berdua.
"Aku siang ini gak balik, Yodi gak jelas minta jemput atau enggak!"
Berbohong keduaku pada Prilly karna Gladys ketika dia meminta aku membuatkan gambar desain kamar yang minimalis untuk merenovasi kamarnya karna dia tau aku calon Arsitek dari obrolan kami.
"Yodi minta antar kekolam renang pulang sekolah jadi aku tak pulang!"
Aku tidak berbohong aku pergi kekolam renang bersama Yodi tapi juga dengan Yona, Giska dan Gladys.
Aku dan Gladys memang tidak ikut mandi tapi duduk menunggu dikursi yang ada didekat kolam.
Aku merasa nyambung bicara dengan tema apapun padanya, dari masalah desain rumah, otomotif, fashion, bahkan bolapun dia bisa mengimbangi obrolanku. Hingga kami semakin akrab tanpa kusadari.
"Kamu lagi apa? Gak papakan kalau aku tak pulang siang ini, Yona dan Yodi minta antar kemall pingin makan disana katanya..!"
Inilah alasanku siang tadi pada Prilly.
Padahal Gladys minta temani makan siang lagi dan setelahnya minta temani ke-salon.
Aku sadar secara tidak langsung melupakan isteriku, padahal dia mengeluh wajahnya jerawatan tetapi karna dia tau aku tak punya badget untuk membawanya kesalon dia tidak meminta untuk membawanya Facial kesalon.
Aku juga bingung kenapa aku bisa menenggelamkan diri dengan perkenalanku dengan Gladys padahal aku sangat mencintai isteriku.
"Haii Beb Gladys cans, mo facial rutin? Silahkan menunggu sebentar ya! Euy cowo lo? Gans bingit!!"
Seorang Pria kewanitaan menyapa kami yang baru masuk salon. Gladys hanya tersipu sambil melirikku mendengar digoda manusia setengah-setengah itu.
"Tunggu ya Bang Ali, gak papa kan, tinggal menjemput Yona sama Giska, sejam aja kok habis tu kita jemput mereka!"
Aku mengangguk saja karna jadwalku memang tinggal menjemput Yona sambil menoleh menatapnya yang juga sedang menatapku.
Kami berdua tak pernah membicarakan masalah pasangan. Dia tidak bertanya padaku, akupun tidak bertanya padanya. Aku juga tak pernah merasa ini adalah pendekatan atau apapun itu yang menjurus.
"Neng, kalau mau facial tunggu duduk disebelah sana, antri setelah Mbak Gladys ya...!"
Suara pria kewanitaan tadi terdengar menyebut nama Gladys dan aku menoleh kearahnya.
Jantungku terasa mau lepas dari tempatnya ketika melihat isteriku berdiri tak jauh dariku sambil menatapku dengan mata berkaca. Dadaku berdenyut melihat luka dimatanya. Aku tak tau wajahku seperti apa, tapi aku tau aku telah salah berbohong padanya.
"Makasih ya, Li! Makasih untuk semuanya!!"
Prilly menyeka airmata yang turun dipipinya. Aku berdiri ingin menghampiri dan menghapus airmatanya. Gladys terlihat bingung sambil menyentuh tanganku tapi aku menariknya segera. Prilly pasti sudah berpikiran buruk melihat semua ini, tapi memang dia benar aku jahat padanya. Aku merasa telah sangat menyakiti hatinya dan aku benar-benar Blank ketika Prilly berbalik dan memandang Siska sejenak lantas berlalu.
"Isteri lo sedang hamil, tapi lo ternyata kaya gini, lo tega ya Li, kakak gak nyangka!!"
Siska membalikkan badan dan keluar mengikuti Prilly.
"Bang Aliiii...!!"
Panggilan Gladys tak aku hiraukan lagi. Aku tau posisiku sulit menjadi pihak yang bersalah tapi harus kuhadapi.
Didalam mobil aku menarik nafasku sebentar, mengumpulkan kekuatan agar bisa menyetir dengan tenang. Apa yang harus kukatakan?
"Hallo...!"
"Ya Bang Ali, Bang Ali dimana sekarang!"
"Maaf lo pulang sendiri ya, tadi itu Prilly isteri gw, dia sedang hamil, nanti dia salah faham, jadi gw ingin meluruskan sama dia, Maaf ya gw ninggalin lo disini!"
Gladys menelponku, aku sengaja menjawab begitu agar dia tau aku ini bukan pria bebas karna aku memang tak pakai cincin. Setelah menikah cincinku terpaksa dijual, dan cincin Prilly pun akhirnya bernasib sama. Aku bodoh. Hidup sudah sesulit ini masih juga menambah persoalan baru dengan hanya memikirkan kesenanganku saja melepas pikiran penat diluar tanpa isteriku.
"Prilly tadi dibawa Maminya!"
Sampai dirumah berita Prilly dibawa Maminya dari Siska serasa membuat jantungku berdetak lebih cepat.
"Jangan salahin Maminya karna Prilly yang memaksa ikut pulang!"
Siska menatapku yang langsung terduduk dilantai bersandar ditembok dan meremas rambutku.
Prilly meninggalkan aku. Inilah hasil dari perbuatanku sendiri. Aku tentu sangat mengecewakannya. Prilly-ku pasti terluka dengan kebohonganku.
"Sebaiknya lo luruskan aja kalau Prilly memang salah faham! Tapi kesalahan lo cukup fatal kenapa bisa berbohong demi menemani wanita lain pergi kesalon, padahal isteri lo sedang membutuhkan lo!"
Siska menambahkan lagi.
"Apa mungkin gw dimaafin Kak kalau keadaannya kaya gini?"
Aku memencet keningku.
"Lo wajib berusaha, Prilly hamil, itu bisa menjadi pengikat antara lo sama dia!"
Aku menitikkan airmata.
"Sesungguhnya gw jadi ikut benci sama lo, tapi gw juga gak suka liat rumah tangga orang yang sudah gw anggap adek gw berantakan, separah apapun itu lo harus coba perbaiki!!"
"Gw nyesel, Kak!!"
"Ya iyalah nyesel, kalau gak nyesel kelaut aja sana lo."
"Maafin gw Kak!"
"Jangan minta maaf sama gw, minta maaf sana sama Prilly sama keluarganya, lo sudah nyakitin hati semua keluarganya, sekarang lo harus tanggung jawab!"
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku makanya aku sekarang berada dirumah Om Wendy. Baru melihatku Om Wendy sudah melayangkan telapak tangannya kewajahku. Tangannya yang keras dan kuat menamparku hingga sudut bibirku berdarah.
"Maafkan Aku Om, Aku gak ada maksut...!"
Aku menunduk tak berani menantang mata Om Wendy yang masih menyala walaupun tak semematikan sebelumnya.
"Gak ada maksut gimana? Kalau saja tidak kepergok, mau sampai kapan kamu berbohong dan kucing-kucingan pergi dengan gadis lain?"
Aku menunduk. Om Wendy benar. Tapi aku merasa Tuhan masih berbaik hati mengingatkan sebelum terjadi apa-apa pada hatiku. Tuhan sudah membiarkan Prilly melihat kesalahanku diawal agar aku dan Gladys tak terlanjur punya perasaan lebih.
"Kamu tau, sebenarnya Om mengetahui orang yang mengawasi Prilly waktu itu, dia orang suruhan Maminya, hari itu Om langsung memperingatkan Maminya jangan membuat Prilly ketakutan dengan mengawasinya secara terbuka, itulah sebabnya besoknya orang yang mengikuti Prilly sudah tak nampak tetapi diam-diam tetap memantau!!"
Om Wendy membuka tabir misteri siapakah orang yang waktu itu dirasakan Prilly mengikutinya.
"Prilly itu puteri kesayangan Li harusnya kamu bisa menjaganya dengan baik agar Papi dan Maminya meluluh!"
Om Wendy benar. Aku sudah salah mengambil sikap. Kenapa aku bisa khilaf melupakan isteri yang sangat setia menungguku dan memilih mau menemani wanita lain yang bukan siapa-siapa bagiku?
"Sekarang apa yang kamu lakukan?? Kamu menggali kuburanmu sendiri!!!"
Om Wendy mengutuk kebodohan yang kulakukan. Dan aku sangat menyesal.
"Apakah masih ada kesempatan untukku, Om?"
Aku memberanikan diri mengangkat wajahku menatap Om Wendy dengan tatapan menyesal.
"Hanya Prilly yang bisa menjawab, prinsipnya kalau masalah hati yang lain gak bisa ikut campur!"
Om Wendy melembut sambil menghela nafas.
Yah, inilah yang harus aku jalani hasil dari kebodohanku. Sekarang aku tertinggal sendirian dirumah. Diatas kasur yang dingin tanpa Prilly disisiku lagi. Walaupun aku suaminya dan Prilly seharusnya tidak boleh pergi tanpa ijinku tapi aku tak bisa juga seratus persen menyalahkan kepergiannya karna ini sepenuhnya salahku. Aku gelisah sendirian tanpanya, bahkan perutku yang lapar tak kuhiraukan. Kepalaku dipenuhi bayangan mata terlukanya.
Aku juga terlambat kembali kerumah karna harus mengembalikan mobil dan minta ijin untuk pulang dan tidak menjemput Yona, aku sedang bekerja dan aku punya tanggung jawab walaupun sebenarnya isteriku sangat penting. Tadinya aku pikir aku akan menemukan Prilly dirumah karna aku tak menyangka Maminya datang yang membuat Prilly memutuskan ikut pulang.
"Tante sarankan, Ali besok saja nyusul Ily, sekarang Ily sedang kalut kalau Ali ada dihadapannya nanti malah membuatnya tambah emosi!"
Aku mengikuti saran Tante Laura, walaupun aku sudah sangat ingin menemuinya. Besok aku akan mrngambil travel paling pagi untuk menyusul kerumah orang tuanya. Aku hanya berharap bisa diberi kesempatan kedua. Aku hanya bisa berharap cintakan membawanya kembali.
##########
Prilly Pov
"Prilly harus banyak istirahat ya! Kandungannya gak papa kok, jangan terlalu cape, ini ibu beri vitamin untuk Prilly minum tiga kali sehari...!"
Dokter Rizki Amelia tersenyum sambil membenahi alat - alatnya.
"Makasih bu dokter..!"
Aku memaksakan tersenyum pada Dokter Rizki dokter kandungan teman Mami yang dipanggil kerumah, walaupun rasanya kepalaku pusing dan perutku mual sekali.
"Ily gak papa ya rez?"
Mami bertanya pada dokter sambil mengiringinya keluar kamar.
Kutatap punggung Mami dan Dokter Rezki yang menghilang dibalik pintu.
"Gak papa cuma butuh perhatian aja terutama dari suami, biasanya isteri lebih manja dan sensitif pada suaminya apalagi kalau morning sick!"
Suara Dokter Rizki masih terdengar walaupun samar.
Aku tak perlu perhatian suami. Aku tak perlu dia. Memangnya hanya dia yang bisa membahagiakan aku?
Sisi negatif hatiku berbicara.
Aku tak menyangka akhir kisah cintaku bersama Ali setragis ini.Aku tak menyangka akan kalah dengan pesona wanita lain. Ini bukan hanya sekedar cemburu tetapi juga sakit hati. Kenapa harus berbohong? Kalau tidak ada apa - apa harusnya takkan berbohong.
"Maafin Ily ya, Mi!"
Aku tidur dalam pelukan Mami tadi malam.
"Mami yang minta Maaf, harusnya menyerahkan pilihan sama Ily sendiri!"
Mami mengelus rambutku.
"Tapi pilihan Ily ternyata salah, Mi!"
Airmata tergenang lagi disudut mataku membasahi baju Mami.
"Apa Ily yakin? Bukankah kata Ily, Ali cinta sama Ily...!"
"Itu dulu, Mi, sekarang ada yang lain yang dia cinta!"
Aku merasa perih mengingat jika panggilan Cinta beralih pada wanita lain.
"Mami kok gak yakin semudah itu Ali melupakan cintanya pada Ily!"
"Tapi dia pergi dengan wanita lain, Mi, Ily sakit hati, dia berbohong demi mengantarkan wanita itu...!"
"Itu sebenarnya ujian dalam rumah tangga, Sayang, orang ketiga, pengganggu hubungan orang, wanita penggoda, itu semua bertebaran dimuka bumi ini!"
Mami menyeka airmataku.
"Ada beberapa fase dalam berumah tangga yang harus dilewati, pertama fase awal pernikahan berpikir bahwa ia sempurna, walaupun dalam kehidupan sebenarnya mungkin hanya tampak sempurna, disini kita juga pasti menemukan ujian, begitu juga saat menuju 5tahun dan menuju 10tahun!"
"Jika kita mampu melewati ujian itu kita akan tiba di waktunya untuk Cinta Sejati, nikmati prosesnya sayang!"
Mami menjelaskan panjang lebar. Dan aku heran sama Mami kenapa justru tidak membuatku bertambah panas malah mendinginkan hatiku? Padahal jika Mami mau ini adalah kesempatan buat Mami untuk memisahkanku dari Ali.
Aku berdiri dibalkon. Menatap kebawah. Teringat saat Ali berada disana menengadah melihat kearahku. Saat-saat menyedihkan ketika kami harus dipisahkan. Haruskah semua berakhir sekejap. Dimana letak rasa cinta yang katanya adanya direlung hati yang terdalam.
Jauh dilubuk hatiku, tentu aku tak bisa pungkiri aku mencintainya diatas benciku sekarang. Tapi apa aku sanggup melupakan kesalahan yang telah dilakukannya. Kenapa saat Mami sudah bisa menerimanya sebagai pilihan hidupku, justru Ali berbuat kesalahan.
"Ily sekarang sudah jadi isteri Ali, bahkan Ily mengandung buah cintanya, Mami harus terima itu karna tak ada sejarahnya dalam keluarga kita kawin cerai, Mami mau satu untuk seumur hidup..."
Kalimat Mami menyejukkan jiwaku.
"Cinta....!"
Terdengar suara yang teramat sangat aku kenali bahkan aku rindukan tepat dibelakangku. Aku membalikkan badanku melihat pria yang semalam sudah mencabik - cabik perasaanku.
"Kenapa kesini? Gw benci sama lo, lo tau gak, gw benci sama lo!!!"
Aku mendorong tubuh Ali yang entah kenapa seperti lemah tak punya kekuatan dan dia langsung jatuh kelantai. Aku terkesiap melihatnya, kenapa Ali seperti tak punya tenaga?
Ingin aku membantunya berdiri ketika dia mencoba berdiri dengan susah payah, tapi kakiku tak mampu bergerak .
Dengan menumpukan lututnya dilantai Ali meraih tubuhku dan menempelkan dahinya diperutku dengan wajah bersimbah airmata. Aku tak tega melihatnya. Ali kelihatan kacau sekali.
"Aku gak bisa tanpa kamu, tolong maafin aku, Cinta!"
#########
Terima kasih ya udh vote dan komen, maaf kemarin udah bikin gegana dan gak bisa bobo, sama kaya Papi Cinta, gak bobo dan gak makan akhirnya didorong Mami Cinta dikit jatuh deh!
Cup Cinta......:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top