6
Candra mendapat telepon siang itu dari papanya dengan suara yang tidak biasa.
"Cepat ke IRD putri Pak Ananta terluka kena tusuk! Pak Ananta minta kamu mendampingi putrinya.!"
Deg ...
Bagai terbang Candra setengah berlari yang saat itu sedang berada di koridor klinik dengan Dokter Moses.
Sesampainya di IRD terlihat Ananta dan istrinya yang terlihat panik, dan segera menemui Candra. Menceritakan semuanya pada Candra dan bertanya mengapa Candra baru muncul setelah dokter melakukan tindakan pada Livia.
"Maaf Tante dari tadi saya juga banyak pasien, dan baru keluar karena istirahat siang dan ngobrol sebentar dengan Dokter Moses, saya ditelepon papa, papa juga sibuk Tante baru saja keluar dari ruang operasi."
Candra terlihat berbicara dengan dokter yang menangani Livia, lalu tak lama menemui Devi dan Ananta lagi.
"Nggak papa Tante, luka di pinggang Livia nggak parah, lengannya juga yang kena sabet nggak begitu dalam hanya memanjang, bentar lagi Livia akan dipindah ke ruang perawatan, Tante dan Om tenang saja, in shaa Allah Livia akan baik-baik saja."
.
.
.
Candra baru saja keluar dari ruang perawatan Livia, ia merasa sungkan karena di sana ada calon ibu mertua Livia. Selain itu juga baru saja dua anggota kepolisian meninggalkan kamar Livia setelah bertanya banyak hal pada Livia dan calon mertuanya. Dan yang lebih membuat Candra geram, ia sempat diiterogasi juga oleh pihak kepolisian. Apa urusannya ia dengan percobaan pembunuhan Livia.
Saat akan menuju ruangannya ia bertemu Adam, seketika amarahnya meledak mereka saling menatap dengan tatapan tajam.
"Kau mengaku tunangannya, tapi tak becus menjaga nyawanya, untung sabetan di pinggangnya tidak parah, hanya lengannya yang robek agak memanjang,"
"Tidak ada urusan denganmu, kau bukan apa-apanya," sahut Adam.
"Dia klienku, dia masih sering meminta nasehatku, dia sering mengeluh kau terlalu posesif, ditambah mulut adikmu yang membuatnya kehilangan percaya diri, lebih baik kau menjauh, kalau bukan karena kau, dia takkan mengalami nasib seperti ini, tadi polisi banyak bertanya pada Livia dan bundanya, sekarang sudah ketahuan siapa yang merencanakan ini, kau tahu polisi sempat curiga padaku, tapi aku bukan orang gila yang akan membunuh wanita yang aku sukai," Candra berlalu dari hadapan Adam.
Adam hendak mengejar Candra saat Devi, ibunda Livia muncul dihadapannya dengan mata berkaca-kaca.
"Dam, bagaimana mungkin sampai sejauh ini, bagaimana mungkin Daaam, ibumu ada di kamar Livia sekarang, tadi polisi sudah mencocokkan dengan keterangan Livia, dia masih lemah, tapi ia bisa menjawab pertanyaan polisi, juga ibumu diiterogasi," akhirnya air mata Devi mengalir juga.
"Maksud ibu..maksud ibu bagaimana?" tanya Adam bingung.
"Kami semua kaget saat polisi menangkap adikmu, tidak mungkin adik sepupumu yang melakukan ini apa dia mencintaimu sampai melakukan ini, penyelidikan polisi sangat cepat, kejadian ini pagi, Mas Nanta langsung lapor polisi dan baruuu saja adikmu ditangkap, barang bukti yang berupa pisau ditemukan di area hypermart, mereka akan segera melakukan penyidikan malam ini juga Dam, pembuktian sidik jari saat ini sedang dilakukan menurut mereka, tapi kami tak yakin, tak mungkin adikmu yang melakukan, apa alasannya dia melakukan ini, meski benci pada Livia mengapa sampai berniat melukai bahkan mungkin ingin membunuh Livia, ibumu juga tak percaya Dam," ujar Devi sambil sesekali mengusap air matanya.
"Aku jadi berpikir, jika akan membuat Livia celaka akan lebih baik kau menjauh Dam dari Livia, jika memang benar adikmu yang melakukan ini, suatu saat dia bebas, maka aku yakin ia akan melakukannya lagi, lalu apa alasannya mengapa sampai berbuat senekat ini pada Livi, aku curiga dia mempunyai perasaan suka padamu, kalau hanya sekadar membenci Livia tidak akan sampai melakukan percobaan pembunuhan seperti ini, pikirkan lagi Dam, apakah kau akan melanjutkan hubunganmu dengan Livia yang malah membahayakan hidupnya seperti ini," ujar Devi meninggalkan Adam yang mematung sendiri.
Candra mendengar semua pembicaraan Devi dan Adam, ia segera berlalu menuju ruangannya namun baru saja ia masuk, mamanya sudah menyusul.
"Dengarkan mama, kau jangan coba-coba masuk lagi ke ruangan perempuan itu, mama tahu kau menyukainya, dengarkan mama, ia tak pantas untukmu, ia wanita beranak satu yang tak jelas siapa ayah dari anaknya ..."
"Aku tahu semua cerita tentang Livia dan mama tak perlu memberi tahu aku, aku juga tahu mama menyimpan dendam pada Tante Devi karena Om Ananta lebih memilih Tante Devi, iya kan? Masa lalu mama yang coba mama lupakan tapi tak bisa. Aku tahu banyak hal tentang mama seperti mama tahu aku banyak hal, siapa Om Edi bahkan ada apa antara mama dan Dokter Moses, aku hanya diam saja, mendoakan mama agar segera sadar."
"Tutup mulutmu, satu hal yang kau perlu tahu, bulan depan kau harus menikah dengan Feyna, tak ada penolakan atau bantahan, dan ingat jika kau nekat tetap mengejar wanita tak jelas itu, mama takkan pernah merestui kalian, kau akan mama anggap mati dan hilang dari keluarga Barata."
Palupi meninggalkan ruangan Candra dengan penuh kemarahan. Candra hanya bisa mengembuskan napas. Sepenuhnya ia sadar bahwa dirinya takkan pernah bisa memilih, ia hanya ingin menikmati saat-saat terakhir bersama Livia, sebelum akhirnya ia menikah nanti. Namun sekali lagi ia akan berusaha mengundur tanggal pernikahannya.
.
.
.
Pagi hari saat Candra melihat luka di lengan Livia, tiba-tiba ia bertanya.
"Kamu mantap akan menikah dengan Adam?" tanya Candra tiba-tiba. Livia kaget dengan pertanyaan Candra yang tiba-tiba, tapi beberapa detik kemudian Livia sudah bersikap wajar lagi.
"Dia telah sabar menungguku bertahun-tahun, menemaniku mulai aku hamil, melahirkan sampai menjaga Biru saat sakit, dan aku pikir tidak semua laki-laki sanggup menunggu selama bertahun-tahun, apalagi dengan kondisiku yang hamil, jika dipikir kan alangkah bodohnya dia mencintai wanita bekas orang lain, mengasuh anak laki-laki lain, juga sabar menghadapi aku yang kadang nggak jelas, apalagi ditambah kejadian kemarin saat semuanya menghakimi dia tak bisa menjagaku, tapi aku yang mengalami langsung peristiwa itu dapat melihat bagaimana dia melompat berusaha menyelamatkanku, tak takut pisau yang ada di depan matanya, menendang orang yang menyerangku hingga tersungkur, hingga aku sampai pada kesimpulan, tidak semua laki-laki akan bertindak bodoh seperti itu kecuali karena alasan dia betul-betul mencintaiku," ujar Livia panjang lebar.
"Kau mencintainya?" tanya Candra lagi.
"Setelah semua yang aku alami dalam hidup, ternyata kenyamanan lebih aku perlukan dari pada cinta, aku yakin cinta akan datang dengan sendirinya, karena pengalaman hidup yang aku alami cinta hanya mendatangkan kesesangsaraan Ndra, dan kau kembalilah pada calon istrimu, dia mencintaimu, maaf jika aku ikut campur," ujar Livia.
"Dari mana kau tahu dia?" wajah Candra tiba-tiba berubah.
"Mas Adam yang bercerita jika pacarmu adalah teman smanya," jawab Livia. Candra mengerutkan kening.
"Apakah dia bercerita semua masalah kami pada Adam?" tanya Candra terlihat menatap Livia dengan tajam.
"Tidaaak dia hanya bercerita jika kau memutuskan hubungan dan saat disusul ke Singapura kau malah mengatakan sudah menyukai orang lain, ah Ndra kembalilah padanya, dia mencintaimu," ujar Livia.
"Tidak, dia mencintai pekerjaannya, dan aku diabaikan, dia lebih senang jadi dokter terkenal dari pada mendampingiku, aku tidak suka wanita dominan, mengapa sebagian laki-laki menyukai tipe wanita sepertimu, karena hanya dengan menatapmu seolah kau butuh perlindungan," sahut Candra.
"Kau hanya cemburu karena karirnya lebih bagus darimu, bicarakanlah lagi berdua, aku yakin dia mau mengalah, karena dia sampai nangis-nangis karena kau putuskan, artinya cintanya padamu sangat besar," ujar Livia lagi.
"Tapi sukaku padanya sudah hilang," sahut Candra.
"Tidak mungkin secepat itu, pasti kau hanya marah, renungi lagi bahwa cinta yang kau miliki....,"
"Hanya untuk kamu Livia....,"
Dan mulut Livia terbuka karena kaget.
***
7 Juli 2020 ( 16. 55 )
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top