5


"Gini Fey, untuk mengembalikan hubungan kalian hanya satu saranku, kurangi kesibukanmu, tunjukkan bahwa kau benar-benar mencintainya, melanjutkan kembali asa yang telah terputus," ujar Adam sambil melihat Fey yang menggeleng lemah.

"Kami sudah putus, ia memutuskanku, Dam, memutuskanku, dan nggak mau ketemu lagi," Feyna menangis. Adam menepuk punggung tangan Feyna.

"Kau mencintainya?" tanya Adam.

"Sangat Dam, sangat," jawab Fey sambil terisak.

"Kapan hari aku dengar dia pamit pada Ibu Devi jika ia mau ke Singapura, kalau nggak salah mau menghadiri seminar di sana, susullah, katakan penyesalanmu, lalu ingat luangkan waktu untuknya, meski hanya ke mall atau duduk di cafe seperti ini, kalo gak salah besok seminarnya," ujar Adam.

"Kau tahu Fey, aku menunggu lama untuk sekadar bertunangan, empat tahun kau tahu, lalu datang calon suamimu itu mengacaukan segalanya, aku gak tahu lagi jika Livia tak ada di sisiku, aku pernah berpacaran tapi tidak seperti ini rasanya Fey, apalagi dia sudah punya anak, aku ingin melindunginya," ujar Adam menghembuskan napas lelah.

"Anak? kok bisa, dia pernah menikah?" tanya Fey menghapus air matanya.

"Panjang ceritanya, dia melakukan itu di saat dan di tempat yang salah, mengantar teman bundanya ke guesthouse yang dalam keadaan mabuk dan laki-laki itu melakukan hal terlarang itu padanya lalu meninggalkannya untuk kembali ke negaranya, dia hamil Fey, lalu setelah anak itu lahir, eh muncul lagi laki-laki bule itu, dan seenaknya akan bertanggung jawab padahal ia sudah punya istri, dan kau tahu anak itu, anak yang lahir karena insiden tak sengaja itu kelainan jantung sejak lahir, makanya aku ingin melindungi keduanya Fey, aku merasa calon suamimu juga terenyuh karena kisah tragis itu, makanya dia jadi rajin ke rumah besar itu, bantu aku Fey, aku sangat mencintainya," ujar Adam memelas.

"Aku akan menghubungi papa, hari ini juga aku akan mengusahakan tiket ke Singapura, besok loh ternyata seminarnya itu, aku akan menuruti saranmu Dam, makasih sudah ngasi aku saran, aku pulang Dam," Feyna melangkah cepat keluar dari cafe setelah meminta nomor hp Adam, sedang Adam terlihat memesan hot cappucino, setelah pesanannya datang ia menyesap perlahan, berusaha menghilangkan keresahannya.

.
.
.

Candra kaget saat memasuki hall tempat dilaksanakannya seminar, ia mendengar teriakan yang sangat ia kenal suaranya. Candra menoleh dan wajahnya dingin seketika.

Feyna segera mendekap lengan kekar Candra dan bersama masuk ke ruangan yang telah disediakan. Mereka mencari tempat yang dirasa nyaman untuk mendengarkan tambahan ilmu yang akan mereka dapat hari itu.

"Buat apa kamu hadir di sini, ini tidak ada hubungannya dengan bidang yang sedang kamu tekuni," ujar Candra pelan.

"Gak papa, kan aku pengen nememin kamu, masa gak boleh?" Feyna mendekatkan wajahnya pada wajah Candra, Candra menjaga jarak dan merasa jengah saat beberapa teman kuliahnya dulu ada yang menyapanya, lalu duduk diantara Fey dan Candra. Feyna tetap berusaha tersenyum meski dalam hati ia merasa terganggu.

.
.
.

"Kok ikut aku? Kamarmu mana?" tanya Candra menatap Feyna yang senyum-senyum sambil tetap memeluk lengan Candra.

"Aku bosan di kamar sendiri, tar juga balik ke Indonesia kita kan? Aku cuman mau ngobrol aja sama kamu, masa gak boleh?" tanya Feyna.

"Aku masih mau cari oleh-oleh untuk anaknya Livia, kamu silakan aja balik duluan ke Indonesia." Candra membuka pintu kamarnya dan Feyna menerobos masuk. Candra hanya berdiri di depan pintu, menatap dalam diam wanita yang masih saja gigih mengejarnya.

Candra melangkah lalu melepas sepatunya, tiba-tiba ia merasakan pelukan erat Feyna dari belakang. Badan Candra menegang, ia dapat merasakan dada Feyna di punggungnya.

"Lepaskan Fey, makanya aku nggak mau kita berdua dalam kamar karena aku yakin kamu akan melakukan hal aneh kayak gini, aku nggak mau kamu jadi terlihat semakin murah di mataku." Feyna melepas pelukannya, lalu menarik Candra hingga mereka berhadapan dan memeluk Candra lagi.

"Aku nggak peduli kamu bilang murah atau apa, aku nggak pernah tergila-gila kayak gini, kita coba lagi ya Ndra, aku yakin kita bisa menjadi lebih baik, aku mencintaimu Ndra, aku mencintaimu."

Candra diam saja, mengeratkan gerahamnya. Ia laki-laki normal, berdua dalam kamar dengan posisi seperti sekarang akan mengakibatkan hal-hal tak terduga. Candra berusaha melepaskan pelukan Feyna, namun yang terjadi malah tangan Feyna memegang pipinya, menarik lebih dekat ke wajahnya dan meraup pelan bibir Candra.

Candra segera mendorong Feyna perlahan dan melepaskan ciumannya. Ia pandangi wajah cantik di depannya.

"Bisakah kamu mendekati aku tidak dengan cara seperti ini? Aku semakin tidak tertarik padamu, bisakah kau menjauh dariku Fey? Kamu wanita kuat, wanita yang bisa melakukan apapun tanpa aku, dan ... aku sepertinya mulai menyukai wanita lain, aku ingin melindunginya, matanya seolah meminta itu."

Hati Feyna terasa sakit tiba-tiba ia sudah tahu siapa wanita yang dimaksud Candra tapi ia hanya ingin tahu pasti dari mulut laki-laki yang ia cintai. Dengan mata berkaca-kaca Feyna menatap Candra dan mulai melepaskan pelukannya.

"Siapa wanita itu?"

"Livia."

Badan Feyna menegang sesaat lalu napasnya sedikit memburu. Ia tatap tajam mata Candra.

"Aku tak peduli kau menyukai siapa, selama kau belum punya ikatan apapun, aku akan terus berusaha mendapatkanmu dengan cara apapun, karena aku yakin, hanya aku wanita yang tulus mencintaimu."

Feyna berbalik dan melangkah tergesa menuju ke pintu. Candra memejamkan matanya saat mendengar pintu ditutup dengan keras.

Sesampainya di dalam kamarnya Feyna menangis dengan keras, ia mengambil ponselnya dan mencari nomor Adam, ia akan memberitahu bahwa Candra terang-terangan telah mengatakan menyukai wanita yang dicintai oleh temannya itu. Saat nada tersambung dan terdengar suara Adam, Feyna menceritakan semuanya sambil menangis.

Makasih Fey kamu segera memberitahu, dengan begini, aku akan mempercepat pernikahanku, bulan depan ya bulan depan

.
.
.

"Assalamualaikum wah pada kumpul ya?"

Muncul wajah Candra yang sepertinya dia tidak dari rumahnya, melihat wajah lelahnya dan oleh-oleh yang ia bawa.

"Wa alaikum salaaam," sahut semuanya

"Dari mana, kok kayak nggak dari rumah deh?" tanya Devi, Candra hanya tertawa dan duduk di sebelah Livia.

"Iya tante,  dari bandara langsung ke sini, eh Livi mana Biru? aku bawakan oleh-oleh," kata Candra sambil mengeluarkan mainan dari tasnya.

"Sudah tidur Ndra, sudah jam segini," sahut Livia.

"Aku kangen Biru, sama emmaknya Biru juga," tawa Candra pecah saat mata Livia membulat.

Devi dan Ananta tersenyum saling pandang, sementara wajah Adam terlihat berusaha menahan kesabaran.

"Jangan ge-er Liviiii aku cuman bercanda aja, ada tunangan kamu di sini, bisa-bisa aku kena bogem ntar," kata Candra masih saja tertawa.

"Eh ada apa kok pada ngumpul?" tanya Candra.

"Bulan depan saya dan Livia akan menikah, kami membahas itu saat ini," sahut Adam dengan cepat dan wajah Candra yang awalnya tertawa berubah datar.

"Oh, mengapa harus cepat, apa ada hal penting yang harus disegerakan, eh maaf cuman nanya?" ujar Candra berusaha wajar.

"Lebih baik disegerakan, dari pada banyak gangguan, lagi pula kami sudah terlalu lama saling dekat bahaya juga kalau terlalu lama tidak di sahkan," sahut Adam lagi.

"Ah baiklah saya pulang om, tante, kapan-kapan saya ke sini lagi, rasanya saya Biru addicted deh," Candra kembali tertawa. Lalu bangkit dan menyentuh kepala Livia, berjalan menuju pintu depan, diantar oleh Devi dan Ananta.

Sampai di luar rumah kediaman keluarga Ananta, Candra terdiam. Merasakan hatinya yang terasa hampa dan sakit. Aku kehilanganmu Livi.

.
.
.

Di tempat lain, mama Candra yang baru saja mendapat telepon dari Feyna sambil menangis meraung-raung, wanita itu menceritakan semua yang ia alami selama di Singapura, wajah Palupi mengeras, ia tak mau anaknya mempermainkan hidupnya sendiri. Ia telah memberi jalan hidup yang lebih nyaman tapi Candra malah memilih kubangan penuh masalah. Palupi meraih ponsel di meja kerjanya. Ia mencari nama seseorang, Fera, mama Feyna.

Kita harus mempercepat pernikahan anak kita, saya akan cari cara agar ia mau tidak mau harus menikahi Feyna

***

6 Juli 2020 (04.42)

Semangat semuanya, semangat di hari Senin, jangan lupa bantu vote cover di dua cerita saya yang akan segera PO 💞💞💞

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top