2


Dua Minggu sudah Feyna berusaha mendekati Candra, berbagai usaha ia lakukan diantara kesibukannya sebagai dokter umum di klinik milik papanya dan berbagi waktu dengan kegiatan lainnya. Gampang-gampang susah mendekati Candra yang tidak begitu banyak berbicara. Kadang suatu saat ia mau diajak bicara tapi di saat yang lain Candra akan lebih banyak diam.

Suatu malam saat Candra hendak pulang tiba-tiba saja Feyna muncul di ruangannya dengan wajah lelah sambil memegang goody bag di tangannya. Candra menatap wajah lelah namun tetap cantik di hadapannya dengan penuh tanya.

"Ada apa kau ke sini?"

"Ah kamu loh aku kan dah jarang-jarang ke sini, kok masih gitu sih tanyanya? Masa gak kangen sama calon istri?" tanya Feyna sambil melangkah mendekati meja kerja Candra, lalu meletakkan goody bag di meja Candra. Mengeluarkan tiga boks tempat makanan. Menata di meja kerja Candra.

"Temani aku makan,"pinta Feyna, sambil menjalin rambut panjangnya menjadi satu di bahu sebelah kiri. Candra hanya menatap semua gerakan wanita cantik yang sebenarnya mudah membuat siapa saja jatuh cinta, hanya karena pergerakannya menakutkan membuat Candra bimbang. Selama seminggu pertama, tiga kali wanita di hadapannya ini selalu rutin menemuinya, tapi pada Minggu kedua, hanya sekali Feyna mengunjungi kantornya.

"Maaf aku sibuk seminggu ini, makanya aku hanya sempat sekali aja mampir, gak papa ya?" tanya Feyna sambil memasukkan mie seafood ke mulutnya. Ia mendesis kepedasan tapi masih saja ia lanjutkan dengan lahap makanan yang ia bawa dan sesekali terlihat meneguk air mineral dari botol yang ada di meja Candra.

"Apa kamu selalu saja sibuk seperti ini? Apa kamu berpikir jika kelak kau menikah dan punya anak bagaimana? Apa kamu nggak khawatir mereka akan terbengkalai?" tanya Candra berutbi-tubi. Mata Feyna membulat, ia raih tangan Candra menggenggamnya.

"Kau sudah berpikir tentang itu ya? So sweet deh, aku akan berhenti jika kau mau, tapi nantiii kalo kita jadi nikah dan harus jadi pastinya, aku nggak terbiasa hal yang aku inginkan nggak jadi."

"Aku bukan barang yang bisa kamu inginkan dan saat aku sudah membosankan bagimu akan kamu buang dan hanya kamu pakai jika kamu ingin," sahut Candra.

Feyna bangkit dari duduknya dan duduk di meja Candra, memegang pipi Candra.

"Mamamu juga kerja kan? Apa kamu nggak terbiasa dengan ritme wanita bekerja?"

"Justru karena mama kerja makanya aku jadi tahu nggak enaknya punya mama yang kerja, apa-apa pembantu yang layanin," ujar Candra sambil menurunkan tangan Feyna dari pipinya.

"Kita masih punya waktu dua minggu lagi, jujur aku katakan kau cantik, sangat cantik, untuk suka padamu takkan butuh waktu lama, hanya caramu mendekati seseorang apakah selalu begini? Maaf jika pertanyaan ini aku ulang lagi."

Feyna memandang laki-laki yang telah lama ia sukai, sebenarnya ia merasa tersinggung tapi demi rasa cinta yang ia pendam sejak lama, ia memilih mengalah.

"Sekali lagi juga aku bilang ke kamu, hanya sama kamu aku yang gini, Ndra, sudah lama banget aku suka kamu tapi aku nggak tau caranya biar kamu bisa suka aku, kamu terlalu cuek, bener kata mamamu kamu irit bicara pada orang yang nggak kamu suka, makanya kamu jadi sulit pacaran, lah model kamu kayak gini, ngeselin, diem aja kalo gak suka sama orang, makanya aku yang aktif Sayaaang kan gak jalan kalo dua-duanya diem aja?"

Dan Candra kaget setengah mati saat Feyna tiba-tiba duduk di pangkuannya. Mengusap pipinya dan mencium bibirnya meski sekilas.

"Fey."

Candra menjauhkan wajahnya dengan jengah, wajahnya pasti memerah ia bukannya tak pernah berciuman tapi diserang lebih dulu baru kali ini ia alami.

"Kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Feyna semakin menarik leher Candra mendekat ke wajahnya lagi, memiringkan wajahnya dan meraup bibir merah Candra yang tak juga membalasnya.

Di saat bersamaan, Palupi yang awalnya mau masuk ke ruang kerja Candra jadi mengurungkan niatnya saat tanpa sengaja ia melihat bagaimana keduanya saling berpagutan, ia tak tahu jika Candra berjuang mati-matian menolak serangan membabi-buta Feyna, yang menciumnya dengan cara menakutkan.

Palupi menutup pintu lebih rapat, sambil tersenyum ia melangkah menuju tempat parkir, ia yakin sebentar lagi Candra akan luluh juga dengan pendekatan dan perhatian terus menerus dari Feyna.

***

Jam menunjukkan pukul dua belas malam saat Palupi mendengar suara pintu terbuka lalu menutup lagi. Palupi yang telah menggunakan baju tidur tersenyum menatap wajah putra bungsunya yang tetap seperti biasa, datar seolah tak mengalami apapun. Ia melihat Candra berhenti melangkah, lalu berjalan mendekat ke arahnya, menatap wajah paruh baya mamanya yang masih terlihat cantik.

"Aku tak tahu apakah harus melanjutkan hubungan tak jelas ini dengan Feyna atau tidak Ma."

"Setelah saling berpagutan kau masih mengatakan ragu ingin lanjut atau tidak? Ayolah jangan munafik, kalian telah saling berciuman tadi kan?"

Candra mengernyitkan keningnya, mamanya tak tahu apa yang terjadi, bagaimana dia akhirnya melepaskan ciuman Feyna yang menakutkan.

"Terserah Mama mau berpikir apa, yang jelas aku ragu kami bisa lanjut ke jenjang yang lebih serius."

Candra melanjutkan langkahnya menuju kamarnya di lantai dua, beberapa kali ia terlihat mengembuskan napas jika mengingat bagaimana Feyna masih saja berusaha mengusap lehernya sambil terus menciuminya. Ia laki-laki normal yang akan terbakar jika terus disentuh di tempat-tempat yang sensitif. Ia hanya tak mengerti apa yang ada dipikiran Feyna, mereka baru dua Minggu berkenalan tapi cara Feyna mendekatinya sungguh tak biasa.

***

Memasuki minggu ke tiga, Candra berusaha bersikap wajar pada Feyna karena jika semakin ditolak maka Feyna akan semakin mengerikan pergerakannya.

Meski kadang Feyna benar-benar sibuk, namun perhatian dalam bentuk bunga dan makanan yang dikirim ke ruangan Candra lewat kurir mau tak mau membuat Candra mulai terbiasa. Kartu ucapan terselip diantara bunga yang dikirim kadang mampu membuat Candra tersenyum.

Hingga suatu saat Candra yang berinisiatif mengajak Feyna makan malam setelah ia menyelesaikan tugasnya di klinik, ia menunggu Feyna menjawab teleponnya dan ...

Apa Candra Sayang?

Emmm bisa kita makam malam bentar lagi?

Aduu maaf, aku sibuk di klinik papa

Kalo besok?

Aku hubungi deh ya Sayang? Aku banyak kerjaan dan tugas perkuliahan juga yang gak sedikit

Candra menutup teleponnya, ia hanya tak mengerti apa yang dicari wanita-wanita seperti Feyna dan mamanya, kesibukan yang tiada henti, tak masalah Feyna yang masih single tapi saat menikah nanti apa mereka tahu arti kesepian seorang anak saat menunggu pelukan dari mamanya saat jam tidur tapi mereka justru mendapat pelukan hangat para mengasuh. Hingga sebulan berlalu, Feyna masih sesekali menemui Candra di klinik,  tapi Candra harus kembali menelan pil pahit saat ia membutuhkan Feyna, justru Feyna masih di berkutat dengan pekerjaannya yang seolah tak mengenal waktu. Hingga akhirnya ia menemui mamanya saat klinik telah mulai sepi, ia datangi mamanya di ruang kerjanya, ia menemukan mamanya dengan teman mamanya yang juga seorang dokter, Dokter Edi,  menurut mamanya, dia adalah sahabat mamanya sejak SMA, entahlah dan Candra tak ingin tahu lebih banyak. Mamanya kaget saat Candra membuka pintu tanpa permisi.

"Ada apa?" Palupi melihat Candra yang masih berdiri di ambang pintu.

"Aku nggak mau lanjut sama Feyna, Ma, bosen juga pendekatan sama manusia yang seolah tak kasat mata, udah dulu Ma, aku pulang duluan."

Candra menutup pintu, tak menghiraukan teriakan mamanya yang memanggilnya berkali-kali.

***

Setelah sekian purnama akhirnya up juga 🙏😊, maaf menyelesaikan aku bukan bunga dan Ly, juga El dan Rani yang akan proses cetak

3 Juli 2020 (04.42)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top