Bab 9

Carolus menatap Frozen Lake. Sudah lewat dari tiga jam sejak Raja dan Ratunya pergi menaiki perahu. Satu jam pertama dia menduga mereka menikmati pemandangan yang disuguhkan. Dua jam berikutnya dia berpikir mereka pergi cukup jauh jadi membutuhkan waktu untuk kembali.

Dan sekarang sudah tiga jam. Posisi terbaik untuk mendirikan perkemahan sudah di temukan. Hanya tinggal membaca bintang untuk menentukan bagaimana perkembangan cuaca hingga sebulan ke depan, maka pekerjaan mereka akan selesai.

Hanya saja, pada siapa Carolus bisa melaporkan bahwa pekerjaan mereka telah selesai separuh? Tidak mungkin dia kembali ke Cair Paravel dan melapor pada Raja Agung. Beliau pasti akan menanyakan keberadaan Ratu Agung Susan dan juga Raja Edmund. Bagaimana Carolus bisa menjawabnya?

"Bagaimana, Uniar?" Carolus menatap naiad yang baru keluar dari air danau itu.

Uniar terdiam sejenak. Terlihat ragu untuk melaporkan keadaan. "Aku sudah bertanya pada seluruh makhluk di dalam danau. Mereka bilang satu-satunya perahu yang lewat itu masuk ke dalam gua di pinggir danau."

"Lalu? Apa yang kau temukan?"

"Aku sudah ke sana. Tapi aku tidak bisa memasuki pintu yang ada di gua itu. Sesuatu menghalangiku." Naiad cantik itu nampak sendu karena dia telah gagal menjalankan tugas yang diberikan.

Carolus berdecak. Kepalanya pening sekarang. "Tahan satu jam lagi. Jika beliau berdua tidak kunjung kembali, kita akan menelusuri gua itu."

Makhluk yang ada di sana semuanya mengangguk patuh. Tidak sadar ada satu makhluk yang telah menghilang.

Manusia berambut emas yang berdiri tak jauh dari para makhluk yang mengerumuni Carolus itu, pergi dengan pelan-pelan. Berusaha agar tidak ada satupun makhluk yang menyadarinya. Setelah cukup jauh, lelaki itu menghela napas panjang. Dia menatap sosok bertudung hitam yang bersembunyi di balik pohon di depan sana.

"Gerda, apa yang kau lakukan disini?"

Sosok itu membuka tudungnya. Nampak lelaki rupawan dengan rambut hitam sebahu menatapnya dengan takut. "Aku telah melakukan kesalahan, Aslan."

Lelaki berambut emas itu mengernyit. Dia mengedarkan pandangan, memastikan bahwa tidak ada makhluk selain mereka disana. "Kau tak lihat wujud manusiaku? Selama aku berwujud manusia, jangan sekali-sekali kau menyebut nama itu. Panggil aku Ash."

Benar. Lelaki pirang yang memperkenalkan diri sebagai Ash itu adalah Aslan The Lion. Pencipta yang menciptakan dunia yang bernama Narnia. Sang singa yang begitu diagungkan oleh seluruh makhluk di dunia ini.

Gerda meneguk ludah, terlihat takut pada singa berwujud manusia itu. "Baiklah, Ash. Tapi bagaimana ini? Aku sudah mengirim jiwa yang salah."

Mata Ash menyipit. "Kau bermain-main dengan jiwa makhluk hidup lagi? Bukankah kau adalah penyihir ruang dan waktu? Murid Father of Time? Bagaimana bisa kau lupa akan larangan bermain dengan jiwa makhluk hidup tanpa izin?" Dia mengatakannya dengan suara tenang. Tapi wajahnya terlihat penuh amarah.

Gerda merengek. Dia berjongkok di lantai dan menutup kepalanya dengan kedua tangan. "Aku sangat penasaran dengan cara kali ini. Awalnya aku ingin berhenti di pertengahan. Tapi tanpa sadar, semua prosesnya telah kulakukan dan pada akhirnya jiwa itu masuk ke tubuh yang sudah mati."

Manusia pirang menghela napas panjang. Dirinya adalah Aslan Yang Agung. Singa yang menciptakan Narnia. Makhluk magis terhebat yang tak tertandingi, pemimpin seluruh pencipta yang mengurus ekosistem dunia.

Ada banyak sekali pencipta. Mereka adalah tangan Tuhan. Seperti Father of Time, King of Zodiak, Queen of Astron, dan lain sebagainya. Tugas mereka adalah menciptakan dunia, menjaga waktu, hingga mengurus jiwa suatu makhluk. Semua adalah pekerjaan para pencipta.

Dan Aslan adalah pemimpin mereka semua. Yang terkuat dan paling diagungkan.

Dialah Aslan.

Hanya saja, kenapa dia yang luar biasa ini, justru harus mendengar masalah yang dilakukan oleh murid dari Father of Time?

"Dengar, Gerda. Harusnya kau melaporkan masalahmu ini pada Father of Time." Aslan, atau Ash, menutur.

Gerda menggeleng. Dia menengadah dan menatap Ash dengan raut ketakutan. "Pak tua itu akan membunuhku jika dia tahu kelakuanku."

Ash menggeleng. Father of Time tidak sekejam itu. "Father of Time adalah satu dari rekanku yang paling baik. Dia tidak akan membunuhmu. Paling hanya menghancurkan kepalamu, lalu mengembalikkannya seperti semula."

Air mata kini tergenang di pelupuk mata Gerda. Lelaki itu menangis dan menggeleng. "Tidak, Ash. kali ini dia akan benar-benar membunuhku. Jiwa yang kupindahkan ini adalah jiwa dari dimensi lain!"

Mata Adh melebar. Di luar sana, ada banyak dimensi yang berjalan sama rata dengan dimensi mereka. Kita yang ada disini, akan ada di sana meski dalam wujud maupun karakteristik yang berbeda. Kita mengetahui keberadaan mereka, tapi mereka yang tidak mengetahui keberadaan kita, ataupun sebaliknya.

Dimensi ini dan yang lainnya tidak boleh sedikitpun bersinggungan. Karena itu bisa merusak tatanan suatu dunia. Memang akan ada satu waktu dimana terbukanya celah antara dimensi. Tapi Father of Time telah menjaga celah itu agar tidak ada apapun yang memasuki ataupun keluar dari dimensi ini.

Sayangnya muridnya sendiri, Gerda, telah merusak pekerjaan gurunya.

"Kamu tahu kalau adanya jiwa dari dimensi lain akan menghancurkan garis takdir makhluk yang ada disini, kan?" Ash menelengkan kepalanya. Wajahnya tidak terlihat penuh emosi, melainkan nampak dingin tanpa emosi. Seolah-olah dia memaksa dirinya untuk menahan semua perasaannya agar tidak meledak sekarang juga. Bisa hancur Narnia jika dia marah disini.

Gerda mengangguk pelan. "Aku tahu. Aku pikir kali ini aku hanya akan menarik jiwa dari dunia ini. Tapi aku melakukan kesalahan. Hari itu adalah hari terbukanya celah dimensi, lalu aku tanpa sengaja menarik jiwa dari sana. Ugh, bagaimana ini, Ash?"

Ash terdiam agak lama. Jika jiwa dari dimensi lain masuk ke dimensi ini, maka hanya satu cara untuk mengeluarkannya. Yaitu menunggu celah dimensi terbuka kembali. Dan waktu celah itu terbuka secara random, tidak pasti. Bisa jadi hanya setahun, bisa jadi juga sekitar seratus tahun atau lebih.

Ini masalah besar.

"Father of Time pasti sudah mengetahuinya. Kau tidak bisa lari, Gerda. Untuk sementara, aku akan menangkap jiwa asing itu. Pada siapa kau mengirimnya?"

Gerda menunduk. "Anak angkat dari Zen di WildArea."

Netra Ash melebar. Dari sekian banyak makhluk, kenapa harus dia?

Zen adalah salah satu rekannya yang telah pensiun. Sebenarnya pencipta tidak akan pensiun. Tapi untuk kasus Zen, dia sedikit berbeda. Dialah yang menciptakan Charn. Tapi karena kesalahannya yang membiarkan penyihir putih kabur, Zen diberhentikan secara paksa dari posisinya.

Ash membawa Zen untuk tinggal ke Narnia agar harimau itu bisa menikmati hidup selayaknya makhluk immortal lainnya.

Zen tidak pernah bahagia sejak tinggal di Narnia. Meskipun dia memiliki banyak anak-anak, wilayah untuk di urus, tapi Zen tidak pernah mengatakan kalau dia bahagia.

Sampai beberapa tahun yang lalu saat Ash menemuinya, Zen memamerkan anak kecil yang katanya adalah putrinya. Hari itu adalah satu-satunya hari dimana Ash mendengar kata 'aku bahagia' keluar dari mulu sang harimau. Bersamaan dengan senyum terlebar yang pernah ditunjukkan makhluk itu.

Jika Zen tahu putrinya sebenarnya telah meninggal dan yang ada di dalam tubuh putrinya itu adalah jiwa dari dimensi lain, bagaimana perasaan makhluk itu?

"Ini rumit sekali."

***

Di sisi lain, Susan, Edmund, Sahara juga Zen nampak terdiam setelah Edmund menanyakan pertanyaan "Kenapa kalian begitu membenci kami?"

Zen terlihat tidak ingin menjawab. Seolah dia terlalu kesulitan untuk memikirkan kalimat apa yang bisa dia keluarkan untuk menjawab Edmund. Karena itu, Sahara melebarkan senyum.

"Omong-omong, aku lapar. Apa tidak bisa kita makan siang dulu?" Sahara menatap ke arah Morez. "Nyet, bawa makanan, dong." Dia menaikturunkan alisnya pada monyet satu itu.

Morez hanya bisa menghela napas. "Paling tidak panggil aku dengan benar." Dia menggerutu. Tapi tetap membawa kakinya untuk pergi mencari makanan.

Sahara terkekeh. "Bawa yang banyak untuk Susan dan Edmund!" Serunya sambil melambai.

Zen menatap putrinya yang begitu penuh perhatian. Dia tersenyum kecil. Harimau itu menghela napas sebelum menatap Edmund dan Susan. "Singkatnya, bangsa kami banyak yang mati karena kebusukan kalian. Pokoknya hanya itu yang bisa kukatakan."

Kepala Edmund masih penuh dengan pertanyaan. Tapi dia menahan diri. Dia tahu Zen tak akan membicarakannya sekeras apapun dia bertanya. Jadi dia hanya bisa mengangguk dalam diam. Menanti makanan yang akan datang.

Morez datang tak lama setelahnya. Diikuti beberapa monyet di belakang, dia membawa beberapa ikat daun pisang yang berisi banyak buah. Monyet-monyet itu menaruh daun pisang berisi buah di depan mereka, menghidangkan makanan itu tanpa suara. Lantas pergi begitu saja.

"Ayo makan. Aku sangat lapar." Sahara tanpa ragu mengambil buah-buahan yang ada. Memakannya dengan nikmat.



TBC~

______________________________________

12 Agustus 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top