Bab 28

Almond kembali dengan selamat. Akan tetapi, dua centaur yang menemaninya terkena anak panah beracun. Jadi saat mereka tiba, keduanya telah lebih dulu meninggal meski telah diberikan healing potion milik Lucy.

"Musuh punya racun mematikan yang bahkan tidak bisa disembuhkan dengan healing potion." Susan mengernyit saat menatap mayat centaur yang terbaring di aula Cair Paravel itu. Wajah mereka ditutup kain putih, menandakan keduanya telah meninggal.

"Mereka juga punya pasukan sihir yang hebat." Edmund melanjutkan. Hal itu semua berasal dari penjelasan Almond berkat tugas mata-matanya. Edmund menyibak rambutnya frustrasi. Musuh kali ini lebih daripada apa yang dia bayangkan.

Peter dan Lucy terdiam menatap kedua mayat itu. Ini jauh dari apa yang mereka harapkan. Informasi mereka sangat minim. Mengingat musuh yang bisa sihir itu tak hanya satu atau dua  orang. Melainkan lebih dari satu peleton.

"Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak tahu sihir apa saja yang mereka miliki, dan sebesar apa cakupannya." Almond menunduk malu. Dia sudah susah payah kesana dan pulang hanya membawa sedikit informasi yang beberapanya sudah diketahui. Terlebih kehilangan dua pasukan yang bahkan lebih kuat ketimbang dirinya. Harga diri kudanya terluka.

"Tidak apa-apa. Kau bisa kembali kesini pun sudah luar biasa. Terima kasih, Almond." Peter mengelus kepala kuda itu pelan. Sekarang apa? Dia benar-benar buntu.

"Jika saja Sahara ada disini, kita pasti bisa meminta bantuan WildArea." Lirih Susan.

"Mereka juga belum tentu ingin membantu. Makhluk-makhluk disana sangat membenci kita. Kamu pikir karena siapa kita bisa pulang dengan baik? Jika bukan karena Sahara, kita pasti sudah mati disana. Jadi jangan berpikir yang aneh-aneh." Edmund mengingatkan.

Susan mau tak mau mengigit bibirnya frustrasi. Benar yang dikatakan Edmund. Makhluk WildArea sangat tidak ramah. Dan meskipun Susan memohon, belum tentu makhluk arogan seperti mereka mau dengan senang hati membantu Narnia.

"Bagaimana dengan perang palsu untuk menjebak mereka?" Lucy tiba-tiba bicara.

Ketiga saudaranya menoleh. "Perang palsu?" Peter bertanya sambil mengangkat alis.

Lucy mengangguk. Dia meminta seseorang membawakannya pena dan perkamen. Setelah pelayan membawakan apa yang dia inginkan, Lucy dengan segera duduk di lantai.

Para bawahan yang tinggal di Cair Paravel menarik napas dengan tegang. Lucy sang Ratu yang luar biasa duduk melantai. Tanpa ragu mereka juga ikut duduk dilantai demi menghormati sang Ratu.

Lucy yang melihat hanya menatap dengan tidak nyaman. Sudahlah. Disuruh untuk berdiri kembali pun, mereka pasti lebih memilih untuk sujud. Jadi dengan baik hati Lucy mengabaikannya.

Gadis itu menggambar sebuah kotak dan lingkaran, lalu sebuah pohon yang terdiri dari lingkaran dan garis vertikal. "Kotak ini adalah musuh. Lingkaran adalah pasukan kita."

Dia menunjuk gambar pohon. "Lalu ini adalah hutan beracun perbatasan WildArea."

"Kita akan berpura-pura siap berperang di dekat WildArea. Lalu jika memungkinkan, kita memancing mereka menuju hutan beracun itu. Jika mereka semua sudah masuk, kita akan menutup jalur hutan dan membiarkan mereka mati didalam." Jelas Lucy.

Ketiga saudaranya tercengang. Tidak mereka sangka Lucy bisa memikirkan strategi yang diluar nalar begitu.

"Tapi itu terlalu beresiko. Jika bukan makhluk mistis, tidak ada yang bisa melewati wilayah itu dengan aman." Edmund berjongkok, menatap gambar buruk rupa yang dibuat Lucy. Jika Edmund yang gambar, pastilah gambarnya lebih bagus ketimbang kotak dan lingkaran itu.

Lucy menunduk lama. Dia tidak ingat tentang itu. Dan dia juga tidak punya solusinya.

"Pertama, kurasa kita perlu bantuan para Naiad." Peter menoleh ke arah pintu utama. "Kita tidak tahu mereka ada dimana, tapi mereka pasti tidak mati."

Lucy mengangguk cepat. "Bagaimana jika ke laut dan bertanya pada bangsa Mer? Siapa tahu para Naiad kabur kesana?"

Peter tersenyum puas. Lucy memang cerdas. "Kalau begitu, Edmund, kau dan Lucy akan berlayar. Aku dan Mr. Tumnus akan menetap untuk menyusun strategi. Lalu Susan, bisakah kau membangunkan yang masih pingsan? Lakukan apapun selagi itu tidak menyakiti mereka."

"Tapi diluar sedang hujan. Bangsa Mer pasti tidak akan keluar ditengah hujan deras itu meskipun mereka makhluk laut." Susan khawatir pada adik-adiknya. Bagaimanapun, mereka masih terlalu muda. Tenggelam di tengah laut karena buruknya cuaca merupakan hal yang biasa terjadi.

"Benar juga." Edmund mengetuk ujung sepatunya di lantai. Otaknya berpikir keras tentang ini.

"Kalau begitu, lakukan saat cuaca membaik." Peter memberi usulan. "Jika sudah paham, semuanya kembali pada posisi."

Ketiganya mengangguk sebelum berpencar. Susan beranjak ke arah para pelayan hewan berbicara dan pergi menuju para faun yang masih tidak sadarkan diri. Beberapa sudah sadar meski masih pusing. Susan melakukan segala cara untuk membantu mereka cepat pulih. Mulai dari meminta koki menyiapkan sup, hingga menyuruh para pelayan hewan berbicara merawat mereka.

Sedangkan Edmund dan Lucy memanggil para teknisi dan awak kapal untuk mempersiapkan kapal. Meski cuaca masih buruk, dan tidak diketahui kapan cuaca akan cerah. Jadi sebelum itu, mereka lebih dulu mempersiapkan kapal agar bisa segera berlayar saat cuaca cerah.

Peter sendiri berdiskusi dengan Mr. Tumnus. Mereka membuat strategi untuk perang kali ini sambil berharap mereka bisa menang.

***

Sahara menatap Aslan dengan tatapan tidak percaya. Sang singa justru menunduk dalam. Kakinya mengais-ngais tanah dengan lembut dan pelan. Seolah-olah tidak ingin ketahuan sedang mengais tanah.

Sebetulnya dia juga tidak tahu kenapa dengan bodohnya membocorkan kenyataan tentang tubuh aslinya. Padahal sudah jelas ada peraturan jika dia tidak boleh ketahuan menggunakan wujud asli. Akan tetapi dia masih saja melanggar demi Sahara. Rupanya singa ini mulai bodoh. Apa mungkin karena sudah terlalu tua, makanya dia bisa jadi pelupa?

"Astaga." Sahara menarik napas dalam. "Selama ini aku bersama Aslan." Dia menggeleng dengan tidak percaya. Selama ini dia bersama sosok penting dalam film. Sosok paling berkuasa dan kuat di dunia ini, Aslan.

Aslan mengangkat kepala dengan ragu. Melihat wajah Sahara yang masih kaget, dia kembali berubah menjadi manusia. Lelaki itu bersimpuh di depan Sahara.

"Tolong jangan marah. Bukannya aku ingin berbohong. Tapi ada alasan dibaliknya." Dia meraih tangan Sahara dan menggenggamnya lembut. "Sahara, dengarkan aku."

Sahara menoleh dengan tidak percaya. Rupa asli tubuh tampan itu rupanya seekor singa. Mau tidak mau Sahara meneguk ludah. Apa ini boleh? Dia kini duduk dengan sosok paling mulia di Narnia. Terlebih sosok mulia itu menggenggam tangan Sahara dengan lembut.

"Kenapa... kenapa kau tidak berbohong hingga akhir saja? Bukankah itu lebih baik?" Sahara menyuarakan pikirannya. Alisnya mengernyit heran.

Akan tetapi, ekspresi itu ditanggapi lain oleh Ash. Dia mengira Sahara marah padanya karena berbohong. "Sungguh, ada peraturan didunia ini. Aku tidak bisa ketahuan sebagai Aslan didepan para makhluk yang ada disini jika aku ingin melihat-lihat. Aku hanya menaati peraturan. Bukannya sengaja berbohong padamu."

Sahara menghela napas berat. "Makanya itu! Kenapa kau tidak bohong saja sampai akhir? Kenapa malah menunjukkan kebenarannya padaku?"

Ash terdiam lama. Netranya menatap Sahara  dengan wajah menyedihkan seperti anak kucing yang terbuang. "Aku juga tidak tahu." Lirihnya.

Sahara merasa telinganya mulai tuli. Orang ini bilang dia tidak tahu? "Bagaimana bisa kau tidak tahu?"

Kepribadian Ash berubah menjadi manja kembali. Dia segera memeluk Sahara dan menenggelamkannya di perut gadis itu. "Jangan marah. Aku sungguh tidak tahu. Mulutku tiba-tiba saja bicara. Karena kupikir mumpung sudah bilang, jadi lebih baik aku jujur saja."

Entahlah. Sebetulnya Ash merasa dia ingin Sahara melihatnya sebagai dirinya yang asli. Bukan sosok 'Ash' sang manusia. Melainkan 'Aslan' sang singa. Akan tetapi, lidahnya justru mengatakan hal lain dan bertingkah pura-pura tidak tahu. Memalukan.

Sahara menatap Ash lama. Hening yang terasa canggung mengelilingi mereka. Ash memeluknya semakin erat. Dan Sahara tanpa sadar meletakkan tangannya di kepala Ash.

Lelaki itu mendengkur selayaknya kucing. Menandakan dia mulai nyaman. Sahara menutup mata sejenak untuk merenungkan. Informasi tentang Aslan yang rupanya ada disisinya selama ini cukup membuatnya kaget.

Bukan apanya. Aslan bukan makhluk biasa. Dia adalah makhluk mulia yang menciptakan Narnia dengan nyanyiannya. Sahara hanya merasa aneh. Rasanya seperti kau jalan dengan presiden tanpa tahu itu adalah presiden. Jika kau diberitahu, apa kau akan santai saja sambil makan popcorn? Tentulah kau akan kaget. Seperti Sahara sekarang.

"Maaf. Aku hanya terlalu kaget." Lirih Sahara.

Ash membuka matanya sedikit dan mengangguk pelan. "Aku juga salah karena tidak bilang dari awal."

Segera Sahara mengingat sosok mulia ini. Dia langsung mendorong lelaki itu menjauh. Tidak mungkin dia membiarkan Aslan sang singa agung bertingkah manja padanya. Meski di bayar pun, dia tidak berani. Bagaimanapun, Aslan juga idolanya. Kemana semua wibawa yang dahulu muncul di film? Apa itu hanya settingan?

Ash yang didorong memanyunkan bibir. "Sahara, kau membenciku?"

Ya ampun, apa-apaan serangan imut ini?! Lihat saja, wajah tampan lelaki itu cemberut dan sedikit memerah. Membuatnya menjadi sangat imut.

Sahara jadi gelagapan. "K-kau adalah Aslan. Bukankah harusnya kau merupakan makhluk yang berwibawa?"

Ash terdiam agak lama. Wajahnya berubah menjadi serius dan dia memiringkan kepala. Netranya datar dan agak dingin. "Apa aku kurang berwibawa?"

Sahara meneguk ludah pelan. Ash sekarang nampak seperti lelaki villain yang sering muncul di dalam komik. Sebenarnya bagaimana dia bisa merubah ekspresi sebaik itu? Apa dia aktor?

Seseorang berdehem, meminta atensi mereka. Keduanya menoleh pada sosok tua berjanggut putih, Father of Time.

"Dua hari lagi."

"Batas waktumu di Narnia tersisa dua hari lagi."



TBC~

______________________________________

9 November 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top