Bab 21
Warning: episode ini memiliki adegan berdarah yang bisa membuat para pembaca menjadi tidak nyaman.
Peter sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengejar Lucy. Tapi tanpa aba-aba kuda yang dia tumpangi itu meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya. Tak sengaja membuat Peter terjatuh.
"Apa-apaan, Almond?!" Peter segera bangkit. Mengernyit dan menatap sang kuda yang rambut emas dengan tatapan bingung dan kesal.
Almond nampak gelisah. Dia perlahan menginjak-injak tanah dengan kedua kaki depannya. "Yang Mulia, bukannya bermaksud. Tapi perasaanku tidak enak. Ada sesuatu." Keluhnya.
"Tapi tidak perlu sampai membuatku jatuh. Apa salahnya bicara? Jelaskan apa yang kau maksud sesuatu itu." Peter menghela napas.
Almond memang bukan kuda yang tenang. Dia selalu bersemangat meskipun umurnya sudah cukup tua. Selain itu, kuda emas satu ini juga lebih suka menunjukkan perasaannya dengan gerakan tubuh. Bukan dengan bicara. Kadang Peter iri dengan Edmund yang mendapat kuda yang cukup tenang meski banyak bicara seperti Black.
"Aku merasakan keberadaan seseorang. Mungkin bersembunyi disekitar sini." Almond menjelaskan. Kakinya masih menapak-napak di atas rumput. Peter yang melihat jadi ikut gelisah.
"Bagaimana bisa? Aku sudah memerintahkan bagi para draiad dan Dewi Angin untuk mengabari jika ada penyusup." Peter bergumam.
Dewi angin adalah sebutan mereka untuk sesosok yang mengatur angin dan senantiasa membawa kabar pada mereka sejak mereka memerintah di Narnia.
Memang benar para draiad dan Dewi Angin adalah mata dan telinganya di daratan. Hanya dengan hembusan angin yang dibawa Dewi Angin, Peter bisa langsung tahu apapun yang terjadi selama itu masih dalam jangkauan Narnia. Tapi bagaimana bisa dia tidak mendengar apapun dari Dewi Angin?
"Mungkin... mungkin dia ditangkap." Almond semakin gelisah. Kakinya mulai menggaruk-garuk tanah seperti anjing yang mencari sesuatu meskipun dia tidak punya cakar.
"Hentikan, Almond." Peter mengusap leher kuda itu. "Semua akan baik-baik saja. Kau punya empat penguasa yang bisa mengatasi apapun. Kita akan melewati ini dengan baik seperti yang sebelum-sebelumnya."
Almond menghela napas. "Benar. Benar. Aku punya kau dan adik-adikmu. Kalian bisa mengatasi banyak hal selagi bersama." Dia mengangguk. Berusaha untuk menenangkan diri.
"Ada apa, Pete? Tertinggal adik bungsu yang semakin hebat setiap harinya?" Susan datang dengan kuda peraknya. Masih tidak mengetahui situasi yang ada, jadi dia terlihat senang. Bahkan sempat mengolok Peter.
Peter menoleh dengan wajah serius. "Almond gelisah. Katanya kita dibuntuti."
Susan menarik tali kudanya dan mengernyit. "Bukankah kalau yang seperti itu tinggal tanyakan pada Dewi Angin? Dia tahu segala hal yang terjadi di tanah Narnia." Dia menatap Almond yang memang sudah cukup tenang, tapi masih gelisah.
"Aku tahu. Tapi tidak ada kabar apapun. Aku bahkan tidak tahu dimana dia." Jelas Peter.
"Mungkin dia sedang makan bersama para draiad?" Susan asal menebak. Tapi otak cerdasnya bekerja dengan cepat. Dia mengatakan itu agar suasana tidak semakin tegang selagi kepalanya sedang memikirkan sesuatu yang mungkin saja bisa terjadi.
"Ini aneh." Kuda silver Susan akhirnya bicara. Olive, kuda pendiam itu berhenti bergerak dan menatap Peter.
"Terlalu hening." Susan menambahkan. Matanya menelusuri posisi dimana mereka berhenti ini. Hanya ada jalan di depan-belakang mereka dan hutan di kiri-kanan. Umumnya di musim panas akan ada bunyi jangkrik di jam berapapun itu selagi tidak hujan. Tapi alih-alih jangkrik, bahkan bunyi daun bergesek akibat angin pun tidak ada. Seolah-olah waktu berhenti.
Atau mungkin waktu tidak berhenti, tapi angin yang berhenti berhembus.
"SUSAN!" Peter menarik pedangnya dan dengan refleks menghantam pedang yang mengarah ke Susan.
Bunyi dentingan dua bongkahan baja itu terdengar keras dan pedang Peter terpental agak jauh akibat salahnya dia mengambil posisi saat menerima ayunan pedang itu. Seekor satyr yang masih memegang pedang nampak beringas.
Olive seketika berlari, membawa Susan dan mencari tempat aman meski tak begitu jauh dari Peter. Susan segera menarik panahnya. Dia membidik leher satyr itu dan melepas anak panahnya.
Hanya saja, bahkan belum sempat anak panah itu mencapai leher sang satyr, sebilah panah melesat dan membelah anak panahnya. Susan menoleh pada sosok draiad yang memegang panah.
Mereka bukan makhluk dari Narnia. Meskipun mirip, tapi mereka memiliki lambang berbentuk kubus di dahi mereka. Tidak ada tanda seperti itu jika mereka makhluk Narnia.
"Siapa kalian?" Susan bertanya selagi Peter melesat untuk mengambil pedangnya. Baru kali ini Susan melihat kakaknya itu kalah dalam adu pedang selain melawan Edmund.
"Memang perlu untuk memberitahu siapa kami?" Sang satyr bicara. Dia mengusap pedangnya sendiri dan menodongkannya pada Susan yang masih duduk di atas kuda. "Padahal sebentar lagi kalian akan mati."
Susan mengernyit. Tidak suka mendengar kalimat seperti itu. Berani-beraninya dia meremehkan seseorang seperti Susan! Dia adalah Ratu Agung! Sesosok yang sudah memimpin tanah Narnia ini dengan sangat baik!
"Susan!"
Suara Peter membuat lamunan Susan buyar. Dia menoleh pada sang kakak pertama yang kini nampak begitu serius. "Cari Lucy. Serahkan mereka padaku."
Wajah Peter begitu serius. Membuat Susan memakai busurnya lagi. Dia menggenggam erat tali kudanya. "Kami akan menunggumu."
Peter tersenyum. "Simpankan seekor rusa jantan untukku."
Dasar. Padahal sudah genting begini, tapi Peter masih sempat memikirkan rencana berburu mereka. Susan mengangguk mantap. Dia menarik tali kuda dan mulai memacu kudanya menuju ke area perburuan.
"Clay, kau lawan gadis itu!" Sang Satyr memberi perintah.
Sosok draiad yang disebut clay itu langsung berlari, mencoba memanah kuda Susan. Peter melesat menuju draiad itu dan membelah setiap anak panah yang dia luncurkan untuk Susan. "Kalau kubilang aku akan menangani kalian, tolong jangan cari predator lain."
Wajah Peter nampak serius. Kali ini dia akan menunjukkan seperti apa karakter dari pemimpin nomor satu Narnia. Sosok orang yang memegang hukum di tanah ini. "Kalian sudah berani menganggu orangku, aku akan—"
Belum sempat Peter menyelesaikan kalimatnya, kepala pemanah bernama Clay itu langsung terputus. Dibelakang ada Ash yang memegang pedang dan penuh darah. Bak pembunuh berantai, dia menoleh pada Sang Satyr.
"Ash! Jangan dibunuh! Aku membutuhkannya untuk mencari Dewi Angin!" Peter berseru saat dia melihat Ash sudah mulai mengangkat pedang. Gerakan lelaki ini menakutkan sampai membuat Peter merinding.
Sang satyr yang terkejut hanya bisa melebarkan mata. Kini dia seperti melihat malaikat maut yang Ingin menarik jiwanya. Bayangkan saja tanpa aba-aba, ada sebilah pedang yang membunuh rekanmu. Setelah itu dengan gerakan kilat, kini orang yang memegang pedang itu kini mengarahkan pedangnya padamu. Jelas sang satyr syok.
Ash terdiam sejenak. "Ada sekitar lima puluh draiad dan naiad dari pulau Lighter sebelum aku kesini." Tanyanya setelah hening beberapa saat. Pedang yang dia pegang kini mendekat di leher sang satyr.
"Apa? Lalu bagaimana kau bisa..." Mata Peter melebar. Tidak mungkin orang ini...
"Aku menghabisi mereka karena mereka menghalangi jalanku." Mata Ash terlihat dingin saat dia menekan leher Satyr itu dengan pedangnya. Goresan kecil terbit di leher makhluk itu.
Rupanya Ash menggila dan membunuh para musuh dengan membabi-buta.
Peter tak pernah tahu Ash memiliki kekuatan seperti ini. Meski begitu, bukan saatnya dia bertanya. Sekarang adalah saat yang tepat untuk melakukan hal lain. Menginterogasi satyr ini misalnya.
Satyr itu tak bergerak. Diam bak patung. Atmosfer disekitarnya begitu berat dan seolah-olah menekan seluruh tubuhnya. Jelas semua itu karena dia hanyalah manusia setengah kambing dan tengah berdiri didepan predator singa yang sedang mencari mangsa seperti Ash.
Peter mengamati situasi. Jika gagal, kemungkinan besar dia tidak akan tahu siapa dalang dari penyerbuan ini. "Kau boleh menghabisi siapapun. Tapi setelah kita mendapatkan informasi dari mereka."
Ash diam tak berkutik. Keheningan yang menegangkan timbul sejenak diantara ketiganya. "Aku tidak punya urusan dengan kalian semua." Dia menarik lengan Satyr itu dan melemparnya pada Peter.
Peter dengan gerakan refleks mengunci pergerakan satyr itu. Dia menatap Ash dengan tatapan bingung. "Lantas kenapa kau disini?"
"Dimana Edmund?" Ash bertanya tanpa basa-basi.
"Jika dia tidak mengikuti kami dari belakang, kemungkinan besar dia melewati jalur lain. Tapi aku sendiri tidak tahu dia ada dimana. Ketimbang mencari di seluruh Narnia, bagaimana jika kau membantuku untuk menginterogasi orang ini? Nanti kita akan berkumpul di tempat perburuan. Edmund pasti akan kesana dengan keadaan selamat. Aku jamin itu." Jelas Peter.
Ash terdiam cukup lama. Menimbang tawaran yang diberi Raja Agung satu ini. Meskipun punya kekuatan teleportasi yang begitu besar, tapi mencari keberadaan Edmund dan Sahara tidak akan mudah. Pastilah membutuhkan banyak waktu karena dia tidak mengetahui posisi pasti mereka.
"Hanya menginterogasi, kan? Kebetulan aku hebat dalam hal itu." Ash melangkah mendekat. Dia hanya menatap Satyr yang masih terdiam seperti orang linglung. "Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan."
"Siapa dalang dari penyerbuan ini?" Tak butuh waktu lama untuk Peter mulai bertanya. Dia melepas satyr itu dan menatapnya dengan wajah datar.
Sang satyr gemetar sedikit. Entahlah itu karena dia takut ataukah karena hal lain. "A-aku tidak tahu."
"Masih tidak mau menjawab?" Ash memiringkan kepala. Dia menggerakkan sedikit pedang yang dia pegang. "Kakimu sepertinya bagus untuk dijadikan pajangan. Kebetulan rumahku tidak memiliki apapun untuk dipajang."
Terkadang ancaman juga merupakan sesuatu yang efektif. Satyr itu langsung bersujud karena takut. "Aku tidak tahu! Dia memakai jubah hitam saat menemuiku. Kakinya tak begitu jelas karena tertutup salju dan gelap malam. Tapi aku bisa jamin dia setinggi Ratu Agung Susan."
"Kau mau menuduh adikku sebagai dalangnya?" Peter menarik kerah satyr itu.
Sang satyr panik. "Bukan! Aku hanya bisa memberikan ciri-cirinya karena kalian seperti akan memakanku hidup-hidup!"
"Ya, kurasa memakanmu juga bukan hal yang buruk. Lagipula kamu masih satu bangsa dengan kambing." Ancam Ash.
Peter mengangkat tangan, meminta Ash untuk berhenti mengancam. Sang satyr sudah lebih dulu kencing celana karena terlalu takut. "Tidak ada satyr disini. Meski kau mirip dengan faun, tapi aku tahu kau bukan dari Narnia. Draiad yang sudah mati tadi juga sama. Siapa kalian dan dari mana kalian berasal?"
"Pulau Lighter. Kami semua berasal dari sana. Mirip dengan Narnia, banyak hewan mistis yang hidup disana. Hal yang membuat kami berbeda adalah kami semua lahir dari pohon kehidupan, bukan dipanggil oleh Aslan seperti kalian. Bentuk kubus di dahiku adalah tanda kalau kami berasal dari sana." Jelas sang satyr.
Peter menoleh pada Ash. "Tadi kau mengatakan hal yang mirip. Apa itu pulau Lighter?"
Ash menghela napas. Sebenarnya bukan kewajibannya untuk menjelaskan ini itu sekarang. Tapi jika ini tidak selesai, maka dia akan lebih lambat menemui Sahara yang katanya bersama Edmund.
"Itu pulau di ujung Narnia. Kalian belum pernah kesana?"
Peter menggeleng mendengarnya. "Pulau terjauh yang pernah kami datangi adalah pulau Loneisland." Jawabnya.
"Singkatnya pulau itu adalah Narnia versi kedua. Tapi dengan ukuran lebih kecil." Lanjut ash. Dia menoleh pada Satyr Sebelum bertanya. "Omong-omong, kudengar mereka tak membuka gerbang untuk siapapun, baik orang luar yang ingin masuk maupun orang dalam yang ingin keluar. Bagaimana kalian bisa keluar?"
"Kami..."
•
•
•
TBC~
______________________________________
6 Oktober 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top