Bab 20
Warning: episode ini memiliki adegan berdarah yang mungkin bisa membuat para pembaca menjadi tidak nyaman.
•
•
•
Kuda hitam itu melaju kencang. Sahara bisa merasakan sesuatu menyentuh bahu kanannya. "Buka matamu, Sahara. Cobalah untuk menikmati pemandangan ini."
Itu suara Edmund. Suaranya cukup menenangkan Sahara dan membuat gadis itu membuka mata. Di depannya nampak bukit kecil yang penuh dengan rumput segar. Pepohonan yang renggang yang dedaunannya nampak menari dimainkan oleh angin. Jauh di sisi kanan nampak gunung putih yang diselimuti salju. Di bagian kiri penuh dengan hutan.
Sejenak Sahara menahan napas melihatnya. Ketenangan yang hanya di dapat dari melihat pemandangan memang berbeda.
"Bagaimana, keren, kan?" Suara Edmund masih terdengar jelas di telinga Sahara. Karena lelaki itu memang berbicara di telinganya.
Angin menerpa wajah sumringah gadis itu. Dia mengangguk. Black memang membawa mereka dan melaju dengan begitu cepat, tapi pemandangan yang dilihat Sahara memang sebanding dengan rasa takutnya sebelum ini.
Selain itu, Sahara tidak pernah tahu. Berkuda dengan kecepatan penuh itu rupanya semenyenangkan ini. Rasanya mirip-mirip dengan naik motor. Tapi yang ini ada sensasi tersendiri karena tumpangan yang dia naiki bukanlah besi dingin milik motor, melainkan kuda hidup yang keren.
"Dimana yang lain?" Selepas menikmati pemandangan, barulah dia ingat tentang Susan, Peter dan Lucy.
Tangannya masih di pergelangan tangan Edmund, tapi sudah tidak mencengkramnya. Lebih seperti memegang lembut pergelangan tangan lelaki itu. Tanda bahwa dia sudah lebih nyaman dan terbiasa dengan kegiatan balap kuda dadakan ini.
"Di jalan lain. Aku menggunakan jalan khusus yang aku ketahui sendiri agar lebih cepat." Jawab Edmund langsung. "Pemandangan ini cukup untuk membuatmu senang, kan?"
Sahara terkekeh. "Lebih dari cukup. Terima kasih. Kamu sampai memikirkanku."
Edmund memperlambat laju kudanya. "Bukan. Sebenarnya aku ingin mendiskusikan sesuatu."
Sahara mengernyit. "Apa itu?"
"Aku dan Lucy tidak menjadikanmu tontonan maupun sirkus. Kami juga tidak bersaing dengan Peter. Aku murni membantumu karena tidak ingin Lucy sedih."
Seolah peka, Black melaju dengan lebih lambat. Membiarkan keduanya berbincang dengan tenang. Angin yang menerpa wajah Sahara pun kini tak sekencang sebelumnya.
"Sedih? Kenapa Lucy bisa sedih?" Alis Sahara semakin mengernyit. Apa maksud orang ini?
Edmund melepas tangannya di tali kekang kuda. Dia kini menggenggam tangan Sahara. "Lucy adalah adik yang paling kusayangi. Dia sangat baik dan lembut seperti Susan meski dia lebih berani dan terkadang terlalu jujur. Karena itu, dia juga sangat peka dengan kebahagiaan seseorang."
Sahara akhirnya menoleh padanya. Black kini terasa lebih seperti berjalan.
"Jika kamu menikahi Peter sedangkan kamu tidak mau, maka Lucy yang pertama kali akan sedih. Meskipun kamu bilang kamu akan baik-baik saja, tapi Lucy akan tetap sedih mewakilimu. Karena itu, aku akan menjaga kebahagiaanmu. Katakan kalau kamu tidak ingin menikahi Peter. Aku akan melakukan apapun agar kamu bisa terjauh darinya." Edmund menggenggam jemari gadis itu. Dia tidak punya niat apa-apa, tapi tubuhnya bergerak sendiri. Ingat, dia tidak punya niat apa-apa, kok.
"Tahu darimana Peter mau menikahiku?" Sahara mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. Dia masih tidak mengerti kenapa Edmund seperti paling tahu tentang semua hal di dunia ini bahkan perasaan Lucy juga Peter.
"Mudah saja menebaknya. Dia bertingkah tidak seperti biasanya. Apa-apaan itu? Dia melecehkanmu menggunakan kata-kata yang seharusnya tidak dia ucapkan pada seorang perempuan yang baru dia kenal. Dia tidak pernah begitu." Alis Edmund kini mengernyit. "Kakakku adalah pria bermartabat yang bahkan tidak tertarik mengenggam tangan perempuan selain hanya untuk bersalaman."
Ah, begitu. Nampaknya Edmund cukup kecewa dengan perubahan kakaknya yang sangat drastis. Tiba-tiba menggenggam tangan dan menggoda perempuan yang baru ditemui. Tentulah Edmund kaget.
"Tapi kamu juga melakukannya." Sahara menatap lelaki itu dengan senyum kecil.
"Melakukan apa?" Edmund kini menatap Sahara kembali dengan wajah bingung.
"Menggenggam tangan perempuan." Sahara menatap tangannya yang digenggam Edmund.
Sontak lelaki itu melepasnya. "Maaf." Lirihnya. Nampak pipi porselen Edmund memerah sedikit. "Tanganmu hangat dan lembut, persis seperti Lucy. Jadi aku tanpa sadar menggenggamnya."
Sahara mengangguk perlahan. Dia juga tidak masalah karena Edmund terasa seperti kakaknya. Entahlah, hanya terasa seperti itu saja.
"Jadi... Apa kamu mau menikah dengan Peter?" Edmund mengembalikan topik yang sebelumnya sedikit melenceng.
"Tidak." Sahara menjawab spontan. Toh, dia memang tidak mau. Pasalnya gadis itu akan kembali ke dunia asalnya. Untuk apa bermain cinta-cintaan dengan orang-orang ini?
"Kamu bahkan menjawabnya tanpa ragu." Dia terkekeh sedikit. "Kalau begitu, kamu bisa mengandalkanku untuk menjauhkanmu dari Peter." Lelaki itu kini mengambil tali kekang kudanya.
Sahara mengangguk. "Mohon bantuannya."
Swing.
Anak panah melesat lurus tepat didepan Sahara. Jika Black melaju lebih cepat satu detik, maka anak panah itu sudah pasti akan menancap di kepala Sahara. Wajah Sahara langsung pucat saking kagetnya.
Sebagai makhluk yang peka, Black spontan berhenti dan mengangkat kedua kaki depannya karena panik. Dia meringkik seperti kuda yang lepas kendali.
Edmund memeluk erat perut Sahara dan menariknya untuk jatuh berguling di atas rumput. Penyerangan ini bukan hal yang bisa ditebak Edmund. Tempat yang dia lewati kali ini bukan merupakan jalan yang biasa dilewati orang. Jadi bandit dari wilayah lain tidak mungkin melewati jalan ini karena jarangnya mangsa untuk mereka yang muncul.
"Sial."
***
Disisi lain, Aslan masih bingung. Matanya menatap fokus pada Father Of Time. "Apa maksudmu retakan dimensi akan terbuka beberapa hari lagi?"
"Ah... Sebenarnya itu hanyalah prediksiku. Tadi aku mulai melihat tanda-tanda retakan dimensi. Paling lama mungkin tiga hari. Paling cepat besok pagi." Terang. Father of Time.
"Bagaimana bisa secepat itu? Bukankah baru beberapa bulan lalu retakan dimensi muncul?" Bohong jika bilang Aslan tidak panik. Itu artinya semakin cepat retakan dimensi muncul, semakin singkat pula waktunya bersama Sahara.
"Ini bukan hal yang mustahil mengingat retakan dimensi memang sering muncul tanpa bisa diprediksi jauh hari sebelumnya. Bukankah aku pernah bilang juga? Pernah ada kejadian retakan dimensi muncul dalam jangka waktu satu bulan." Jelas Father Of Time. Pak tua itu nampak sangat senang, jujur sebetulnya lebih terlihat bersemangat.
"Tapi..." Aslan tak bisa membantah lagi. Dia menghela napas panjang. "Baiklah. Aku mengerti." Singa itu segera berubah menjadi manusia bernama Ash lagi. "Aku akan mengatakannya pada Sahara."
Father Of Time mengangguk. "Pergilah. Pastikan dia mau dengan senang hati kembali ke dunia asalnya."
Aslan, atau Ash langsung berteleportasi tanpa ragu menuju Cair Paravel. Saat dia tiba, Cair Paravel nampak sepi. Hanya para faun yang lalu-lalang melaksanakan tugas harian mereka. Ash tak mampu menemukan aroma Sahara maupun keempat Pevensie.
"Ash?" Seekor berang-berang betina yang membawa keranjang cuci baju langsung berlari ke arah Ash. "Astaga. Sahara mencarimu sejak semalam. Dia dan para Raja dan Ratu sudah pergi ke tempat perburuan. Sebenarnya kemana kamu selama ini?"
Ash tak begitu hapal namanya. Jadi dia tersenyum lembut. "Aku punya urusan mendadak. Terima kasih sudah memberitahuku." Lelaki itu langsung berlari menuju tempat sepi untuk berteleportasi menuju tempat perburuan.
Dan yang pertama menyambutnya adalah aroma darah.
"KUPERINTAHKAN KALIAN UNTUK MUNDUR!" Lucy berteriak sambil menodongkan belati perak pemberian Santa Claus miliknya.
Gadis muda itu tengah dikepung oleh beberapa minatour bersenjata dan juga serigala salju. Tak sampai sepuluh, namun terlalu banyak untuk dihadapi oleh gadis sekecil Lucy. Ditambah minim pengalamannya, dia sudah terluka cukup banyak.
Lucy bukan kesatria seperti Edmund atau Peter. Bukan juga pemanah handal seperti Susan. Syukur-syukur dia masih bisa berdiri. Biasanya orang normal pasti akan pingsan karena kekurangan darah atau terlalu takut. Tapi Lucy tidak. Dia masih bertahan dan bahkan dengan berani menodongkan pisau belatinya pada musuh. Tak heran gelarnya Ratu Lucy yang berani. Dia benar-benar pemberani.
Dari jejak pertarungan yang ada dan juga lukanya yang sedikit mengering, kemungkinan dia sudah bertahan sejak tadi. Luar biasa karena dia belum tumbang. Mengingat banyaknya luka yang dia terima.
Tapi makhluk-makhluk itu nampak menggeram, tidak tertarik untuk mundur. "Kepala Ratu kedua adalah hadiah yang paling sempurna untuk Master. Penggal dia!" Seekor minatour berseru.
Ash langsung berlari dan menendang salah seekor serigala. "Beraninya kalian main keroyok!"
Sebagian dari mereka menoleh pada Ash. "Dasar tukang ikut campur! Setengah minatour dan serigala habisi bocah pirang ini, setengahnya penggal kepala Ratu!" Minatour yang berteriak pertama itu nampak menggeram. Sepertinya dia adalah pemimpinnya.
"Aku hanya melakukan hal yang harus kulakukan." Suara Ash merendah. Nampak dingin dan tak berperasaan. Ash membuat gerakan seperti menarik pedang dari sarungnya. Sebuah pedang perak muncul di tangan lelaki itu. Dia menodongkannya pada musuh yang ada di depan.
"Aku tidak biasa bertarung menggunakan tubuh ini. Jadi jangan kaget kalau kalian kesakitan." Lelaki itu berlari dan menerjang musuhnya. Tiap tebasan yang dia lakukan nampak akurat memotong setiap bagian tubuh minatour yang menghadang. Hasil tebasannya pun nampak cukup rapi meskipun darah tetap muncrat ke wajahnya.
Auranya membuat makhluk disekitar terasa ketakutan.
Mereka merasa bahwa Ash seperti singa yang sedang berburu.
Meskipun Ash memang singa..
Berbeda dengan Lucy yang sejak tadi selalu bertahan tanpa bisa menyerang balik, Ash menebas para minatour tanpa ragu. Gerakannya seperti sedang menari. Sangat terampil seolah dia lahir dengan bakat pedang.
Mereka yang ada disana sampai tidak sanggup bergerak, rasa takut juga terkesima membuat mereka hanya bisa menonton Ash membunuh satu persatu rekan mereka. Lucy bahkan menarik napas saking terkejutnya. Tidak tahu Ash rupanya sekuat itu.
Ash menusuk salah satu jantung minatour. Membuatnya tumbang hanya dalam sekejap mata. Tubuhnya penuh darah musuh. Dan dia bisa mencium aroma menyengat dari tubuhnya. Meski begitu, ekspresi wajah lelaki itu sangat dingin. Jauh sekali dari ekspresinya biasanya. Seolah dia adalah orang lain.
Seekor serigala meloncatinya dari belakang. Tanpa berbalik, Ash langsung menusuk leher serigala itu dan melemparnya jauh dari sana.
Ash terlihat tidak lelah. Lelaki itu tetap menebas musuh tanpa ragu. Menyisakan Lucy seorang diri yang nampak sangat pucat. Gadis itu jatuh terduduk. Tidak tahu harus lega atau tidak. Tapi dia senang karena selamat.
"Terima kasih." Gumamnya. Suaranya hampir tak keluar karena masih kaget.
"Dimana Sahara?" Ash tak peduli pada apapun. Sejak tadi dia gelisah dan hanya membunuh musuh yang muncul karena dia ingin cepat-cepat bertanya pada Lucy dimana gadis itu.
"Ah.. dia.. dia bersama Edmund." Lucy akhirnya menemukan suaranya.
Meski begitu Ash tidak tertarik untuk peduli pada Lucy. Dia langsung berlari ke tempat sepi dan berteleportasi untuk mencari keberadaan Sahara.
•
•
•
TBC~
______________________________________
2 Oktober 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top