Bab 2
Selepas makan, Zen pergi entah kemana. Katanya ada hal penting yang harus dia lakukan. Sesuatu yang menyangkut tentang Centaur. Harimau ganteng itu bilang kalau Sahara boleh kemana saja asal tidak keluar dari semak hijau.
Hal itu membuat Sahara penasaran. Memangnya ada semak lain berwarna hijau? Jadi disinilah Sahara, menatap semak biru dan semak hijau di depan sana.
Pepohonan menjulang tinggi dengan batang besar. Seolah hutan ini telah tak tersentuh manusia sejak ribuan tahun lalu. Seluruh tumbuhan disini benar-benar berukuran besar.
"Aku jadi penasaran. Kenapa tumbuhan berevolusi, tapi hewan-hewan tidak?" Gumamnya.
Benar juga. Morez si monyet itu saja berukuran selayaknya monyet yang sering Sahara temukan di kehidupan sebelumnya. Kalau Zen, Sahara tidak pernah melihat harimau. Tapi sepertinya ukurannya normal.
Benar-benar, deh. Sebenarnya dunia mana yang Sahara masuki kali ini? Kalau Harry Potter, jelas bukan. Harusnya Sahara tersesat di Hogwarts atau Diagon Alley alih-alih hutan belantara.
Kalau dia kesasar di dunia Enola Holmes pun, harusnya bukan di hutan melainkan pusat kota London. Lantas dunia mana yang memiliki hutan besar seperti ini?
Sudah terlalu banyak film yang ditonton dan novel yang dibaca Sahara. Jadi dia tidak bisa mengingat satu persatu ceritanya. Harry Potter begitu membekas karena itu adalah series yang sudah dia nonton sejak kecil. Mungkin dia sudah menontonnya lebih dari sepuluh kali. Kalau film Enola Holmes, Sahara baru selesai menonton movie keduanya kemarin. Jadi jelas dia akan ingat alurnya.
"Apa Narnia?" Sahara berjongkok. Mulai lelah berdiri selepas berjalan agak jauh tadi. Mata cokelat gadis itu memandang hutan dengan semak biru di depan.
Benar-benar seperti perbatasan. Semak hijau itu membentuk garis bak pagar, membatasi area semak-semak biru. Lalu sepanjang mata memandang, di balik semak biru itu ada banyak sekali buah dan bunga berwarna warni. Tapi cukup sampai disini. Sahara tidak mau melangkah lebih jauh lagi. Rasa penasarannya lebih kecil ketimbang rasa takutnya dimakan harimau.
Meski Zen bilang kalau dia adalah ayah yang membesarkan Sahara, tapi tidak menutup kemungkinan harimau ganteng itu akan menghabisi Sahara karena marah. Jadilah Sahara hanya diam dan menatap semak biru itu.
"Sahara? Apa yang kamu lakukan disini?"
Sahara berbalik, mendapati wanita cantik dengan rambut biru tua panjang hingga ke lutut. Kulitnya porselen dan hanya ditutupi selembar kain yang dililit seperti yang dikenakan Sahara. Siapa dia?
Wanita cantik itu tersenyum kecil. "Jangan pergi terlalu jauh. Apa kamu lupa kalau dulu kamu hampir mati dimakan serigala disana?"
Ah, orang ini sepertinya sangat mengenali Sahara. Agar tidak mencurigakan, Sahara beranjak mendekatinya dengan senyum riang. "Maaf. Aku hanya berpikir ternyata tempat itu sudah tidak menakutkan lagi."
Wanita itu terkekeh. Tapi ada yang membuat Sahara jadi salah fokus. Giginya. Giginya nampak runcing, lebih seperti gigi hiu. Astaga! Spesies macam apa dia ini?
Sahara jadi penasaran tentang dunia ini. Bagaimana jika dia tanyakan saja pada wanita cantik ini?
"Omong-omong, apa kamu tahu Narnia?" Sahara bertanya ragu.
Senyum wanita itu menghilang selepas dia mendengar kata Narnia. "Tidak ada yang tidak tahu itu, Sahara. Sebagai pemimpin naiad di WildArea, aku Mel, memiliki hubungan yang benar-benar buruk dengan pemimpin para Naiad di Narnia. Tidak hanya aku, semua makhluk di sini tidak ada yang menyukai makhluk Narnia."
Sahara memiringkan kepala. Naiad katanya? Wanita cantik itu Naiad? Peri air dari mitologi Yunani?!
Tunggu dulu. Otak Sahara mendadak berhenti. Harimau bicara, Centaur, Naiad, tumbuhan aneh, pohon raksasa.
Mitologi Yunani.
Ada banyak film yang menggunakan mitologi Yunani dalam ceritanya. Tapi yang pernah membahas WildArea dengan hewan berbicara, hanya ada satu yang membekas di kepala Sahara.
The Chronicles of Narnia. Singkatnya, Narnia. Satu-satunya film yang bisa membuat Sahara rela mengeluarkan uang tabungannya untuk membeli seluruh series bukunya.
Di bukunya, sempat disinggung WildArea yang berada di ujung barat. Tapi Sahara tidak begitu ingat karena dia membacanya sudah lebih dari lima tahun lalu.
Kalau benar tempat yang Sahara datangi ini adalah film Narnia, maka itu artinya ada empat Pevensie. Melihat pohon yang terlihat, seperti tak tersentuh ribuan tahun lalu. Mungkinkah sekarang adalah masa keemasan Pevensie? Atau setelahnya?
Lalu katanya sihir es Jadis si penyihir putih itu mencakup seluruh Narnia. Otomatis kalau sekarang masih zaman penyihir itu, maka harusnya sekarang WildArea penuh oleh salju. Atau tidak?
Uh. Sahara jadi membutuhkan orang untuk ditanyai! Meski begitu, dia tak bisa asal mengeluarkan pertanyaan. Oleh karena itu, yang bisa dia keluarkan hanyalah satu kata.
"Kenapa?"
"Sejarah lama. Pokoknya kami tidak akrab. Memang ada apa dengan Narnia?" Mata Mel nampak memicing curiga padanya.
Belum sempat Sahara menjawab, suara lain lebih dahulu memotongnya.
"Disini kamu, Mel. Oh, ada Sahara juga." Seorang wanita cantik yang agak mirip dengan Mel, datang dengan raut khawatir. Tapi dia mengubahnya jadi senyum kecil saat melihat Sahara.
'Siapa lagi dia?' Batin Sahara.
"Nay, ada apa?" Mel, gadis bergigi runcing di sebelah Sahara bicara.
Nay yang di maksud diam sejenak. Dia memainkan jemarinya pelan. Matanya menatap ke arah Mel seolah memberi kode akan sesuatu yang tak Sahara ketahui. "Zen memanggil."
Mel tanpa ragu mengangguk. Mereka seolah bertelepati. "Sahara, jangan bermain terlalu jauh. Jaga dirimu." Tanpa menoleh Mel langsung pergi dengan Nay. Meninggalkan Sahara seorang diri di sana.
***
Di suatu ruangan di Cair Paravel, seorang perempuan cantik dengan rambut hitam bergelombang tengah menatap ke arah rak buku yang tertempel di dinding. Jemarinya menelusuri puluhan jenis buku yang telah ada disana sejak ratusan tahun lalu.
Dia adalah Susan, High Queen Susan The Gentle.
Susan nampak berhenti di sebuah buku bersampul kulit harimau tanpa judul. Entah kenapa dia merasa cukup tertarik dengan buku itu lantaran sampulnya yang terbuat dari kulit harimau, lain hal dengan buku lain yang menggunakan kulit ular atau hewan tak berbulu lainnya.
Tanpa sadar perempuan itu menariknya, membuka sampul dari buku itu. Nampak gambaran harimau dengan puluhan jenis hewan karnivora disisinya. Mulai burung gagak, elang, ular, buaya, dan lain sebagainya. Melihat itu, Susan merasa bahwa buku ini mungkin semacam ensiklopedia hewan buas. Itu jika dia tidak membaca judulnya.
'WildArea'
Tertulis dengan tinta emas di atas kertas dengan jenis perkamen. Di ujung pojok bawah ada satu huruf yang sepertinya adalah inisial nama orang, 'G'. Hanya itu bagian sampulnya.
Omong-omong, WildArea merupakan daerah yang katanya penuh bahaya. Konon katanya pergi ke WildArea tanpa persiapan, bisa membuat kita langsung mati seketika hanya karena bernapas. Yah, itu hanya rumor yang beredar. Tapi memang. Siapapun yang pergi ke sana, tidak pernah terdengar kabar kalau dia kembali.
Susan membalikkan halaman, kali ini tertulis dengan tinta hitam. Perempuan tujuh belas tahun itu membaca dengan seksama. Menikmati setiap kata yang berjejer rapi dan indah disana.
Buku ini mengisahkan seindah apa Wildarea yang dipimpin oleh Harimau dari generasi ke generasi. Hutan yang berisi banyak sekali makhluk yang tidak muncul di tanah lain. Meski beberapa memang berbahaya, tapi beberapa justru penuh khasiat. Bahkan ada buah yang membuat panjang umur jika dikonsumsi sekali.
Susan yang membaca buku itu, seolah mendapat dunia baru yang tak pernah dia ketahui. Diikuti dengan gambar-gambar tanaman yang terlihat indah, ia dibuat terpesona setiap halamannya.
Hingga pada titik dimana dia menemukan adanya ras Harimau yang berbeda dari harimau yang dia ketahui. Harimau ini, alih-alih memakan hewan, justru dia hanya makan buah dan tumbuhan.
Dia adalah Harimau Zen. Di buku tertulis nama setiap anak harimau yang lahir adalah Zen. Jadi untuk membedakan, mereka menambah satu atau dua huruf lain di depan kata Zen. Misalnya Izen, Azen, Ruzen dan lain sebagainya.
Setiap kali diantara saudara harimau Zen itu telah dewasa, mereka boleh mengembara kemanapun yang mereka ingin. Tapi satu akan tetap tinggal. Dan satu itu lah yang telah terpilih untuk menjaga WildArea. Sedang yang lain, tidak boleh kembali lagi ke WildArea meskipun mereka ingin.
Tapi katanya, harimau Zen di generasi pertama belum mati. Di buku tertulis kalau harimau tua itu masih hidup sejak hari pertama Narnia di ciptakan hingga sekarang.
Hingga langit menggelap, Susan bahkan tak berhenti membaca. Padahal niat awalnya dia ingin membaca buku tentang Raja sebelumnya, tapi dia justru terjebak di dunia WildArea. Bahkan dia tak sadar kalau dia membaca sambil duduk di lantai.
"Susan? Ayo makan malam. Semua orang menunggumu." Lucy datang dengan alis mengernyit.
Kakaknya yang bermartabat, duduk lesehan di lantai sambil membaca buku berbulu. Ada apa dengannya? Tidak biasanya dia begini. Susan biasanya paling tidak akan mencari tempat dan duduk di kursi.
"Susan?" Remaja empat belas tahun itu menghampiri kakaknya. Dia menatap raut Susan yang penuh kejutan, weolah menemukan dunia baru dimatanya.
"Su?" Lucy menggeser sedikit buku yang dipegang sang kakak. Berharap Susan akan menaruh atensi padanya.
Dan benar saja. Susan menoleh dengan senyum senang. "Apakah sudah waktu makan malam?"
Lucy mengangguk dengan heran. "Kenapa denganmu?"
Susan menggeleng kecil. Dia menutup buku itu dan menarik adiknya pergi dari perpustakaan Cair Paravel. Untuk sementara, mari tidak membahas kisah dunia lain WildArea itu.
Karena Susan cukup penasaran. Manusia mana yang menulis buku itu. Padahal tidak ada satupun kabar kalau ada manusia yang kembali hidup-hidup dari WildArea. Bahkan di halaman pertengahan, tertulis angka 1000 N di pojok kanan bawah kertas. Seolah menunjukkan kalau buku itu ditulis tepat ketika para Pevensie tiba di Narnia.
"Kau melamun, Saudariku."
Susan menatap netra biru cerah di depannya. Peter dengan wibawanya menegur sang saudari yang membuat kesalahan kecil.
Susan menunduk menyesal. Mereka tengah makan dan yang lain sibuk menghabiskan waktu bersama. Tapi dia justru melamun.
"Apa ada yang kau khawatirkan? Ceritakan pada kami jika itu mengganggumu." Peter menatap khawatir sang adik.
Susan menggeleng kecil. "Bukan masalah. Hanya tentang WildArea yang cukup membuatku penasaran. Katanya ada banyak tumbuhan keren disana."
"Daerah itu ..." Mr. Tumnus bicara. Keempat manusia itu spontan menoleh pada faun ini. "Itu daerah yang tak terjangkau, Ratuku. Dan aku menjamin kalau tempat itu begitu berbahaya untuk manusia."
Alis Susan mengernyit. "Apa itu artinya daerah itu akan aman jika bukan manusia yang memasukinya?"
Sejak tadi dia memikirkannya. Manusia memang akan sulit memasukinya. Tapi untuk makhluk mistis ataupun hewan berbicara, bukankah itu hal yang mudah? Karena jelas mereka memiliki fisik yang jauh di atas manusia.
Mr. Tumnus mengangguk. "Iya, Yang Mulia. Sejenis Centaur, atau naiad bisa memasuki wilayah itu dan kembali tanpa terluka. Adakah yang anda butuhkan disana?"
Susan menggeleng. Jujur dia hanya penasaran. Bukannya membutuhkan barang dari tempat berbahaya itu.
Peter mengetuk kukunya pelan di atas meja. Seolah meminta atensi orang-orang disana. Mata birunya menatap ke arah sang penasehat kerajaan, Mr. Tumnus. "Kalau tidak salah, kau pernah menceritakan Raja terdahulu pernah pergi ke sana?"
Mr. Tumnus kembali mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Tapi beliau pergi menggunakan seekor pegasus yang merupakan sahabat beliau. Hal itu membuat Yang Mulia Raja terdahulu bisa kembali dalam keadaan hidup."
Susan jadi teringat dengan angka seribu di buku itu. "Mr. Tumnus, apa kau tahu buku WildArea yang memiliki sampul kulit harimau? Kapan buku itu ditulis?"
Kali ini Mr. Tumnus terdiam cukup lama. Faun dewasa itu mengernyit seolah berusaha mengingat buku manakah yang dimaksud Susan. "Bolehkah saya mencari tahu lebih dulu? Izinkan saya pamit, Yang Mulia."
Faun itu berdiri dan membungkuk hormat pada keempat penguasa yang ada disana. Susan hanya mengangguk untuk menanggapi. Biarlah Mr. Tumnus mencari tahu buku itu ditulis sejak kapan. Toh, dia memang penasaran.
•
•
•
TBC~
Kalau ada typo, jangan lupa bilang~
______________________________________
24 Juni, 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top