Bab 13
Kemuculan Phoenix sang burung api menyebar dengan cepat persis seperti api yang membakar. Kabar itu sampai membuat Peter menghentikan rapatnya yang hendak menyerbu WildArea dan langsung keluar dari Cair Paravel dengan tergesa-gesa. Lucy mengikuti dari belakang hingga mereka tiba di teras depan.
Perasaan Peter langsung tenang saat dia melihat senyum Susan. Tangannya meraih pundak adik pertamanya itu, melihat ke seluruh tubuhnya untuk memastikan ada luka atau tidak. Ada kilatan khawatir dimatanya. "Kalian baik-baik saja?"
Susan mengangguk mantap. Dia memberikan sang kakak senyum yang menenangkan. "Jangan khawatir. WildArea menjamu kami dengan baik."
Peter menghela napas panjang. Cukup lega karena adik-adiknya baik-baik saja. Lantas dia mengerling pada Edmund. Senyum bangga melengkung di bibir kala kepalanya mengangguk. "Kau sudah bekerja keras."
Diberi pujian lebih baik ketimbang dikhawatirkan secara berlebihan. Paling tidak begitulah cara kesatria menunjukkan rasa sayang mereka. Edmund memberi kakak pertamanya itu senyum kecil, cukup bangga dengan apa yang dia lakukan kali ini. Dia sudah membawa pulang Susan dengan selamat. Dan itulah tugas kesatria sekaligus Raja sepertinya.
Lantas mata Peter menoleh pada wajah-wajah asing. Matanya sejenak bersirobok pada netra kelam Sahara, dia memberinya senyum lembut sebelum melepas kontak mata mereka dan menatap Susan. Memang begitu cara dia memperlakukan perempuan. Ramah, namun tak begitu peduli.
"Sepertinya kamu membawa tamu." Dia menatap adiknya lembut sebelum kembali menatap Sahara. "Siapakah nona muda yang terlihat bersemangat ini?"
Sahara mengangguk kepada Peter dengan wajah tenangnya. "Aku Sahara, putri dari Zen, penguasa WildArea."
Peter ikut mengangguk. Dia tidak mengenali Zen, jadi dia hanya akan bersikap sopan secukupnya. "Aku Peter, Raja Agung Peter." Dia menoleh pada Lucy. "Dia adalah adik bungsu kami, Ratu Lucy."
Gadis remaja yang terlihat sama tinggi dengan Sahara itu langsung membungkuk kecil. Dia mengangkat ujung gaun dengan kedua tangannya, memberi hormat dengan gestur sempurna. "Tolong panggil saja Lucy."
Sahara mengangguk. Dia tidak tahu tata krama negeri ini. Jika dia mencoba untuk melakukannya dengan sembarangan, maka dia hanya akan ditertawakan. Jadi dia hanya bisa mengangguk.
Peter kini menatap Ash dengan senyum tenangnya. "Dan ... Dia adalah?"
Sahara menoleh ke arah Ash. Benar juga. Dia siapa? Bukannya Sahara tak tahu namanya. Tapi apa posisi Ash? Dia orang negeri laut, tapi disini dia siapa, ya?
"Dia adalah rakyat Narnia. Namanya Ash, perwakilan dari para tikus tanah." Susan menjawab dengan santai. "Dia menggantikan pekerjaan tikus tanah kemarin."
Senyum Peter berubah menjadi tatapan datar. "Jadi kamu yang kabur dari pekerjaan kemarin? Aku sudah mendengar laporan dari Carolus."
Sahara maju selangkah. Gelagat Peter seolah hendak menghukum Ash. Sahara tidak bisa melakukan itu. Dia butuh Ash agar dia bisa kembali ke dunia asalnya.
"Zen, ayahku membawa paksa dia. Jadi itu bukan salahnya." Dia bahkan rela berbohong demi Ash.
Peter nampak menatap Sahara cukup lama. Meneliti dari atas sampai bawah. "Kamu ... Beraninya kamu bicara ketika aku sedang bicara dengannya. Sikap tidak sopan inikah yang diajarkan ayahmu?" Suaranya terdengar dingin. Peter memang sangat memperhatikan tata krama karena dia tumbuh, juga melihat adik-adiknya tumbuh dengan itu. Paling tidak, harus tahu adab saat berada di tempat asing.
Sahara membungkuk sejenak dan menaruh tangan di dadanya. "Maaf untuk itu, Yang Mulia. Hanya saja, aku merasa bertanggung jawab karena ayahku lah yang membawanya secara paksa ke WildArea."
Alis Peter terangkat, dia cukup tertarik. Kira-kira kenapa Penguasa WildArea menginginkan rakyat Narnia hingga membawanya secara paksa begitu? "Lanjutkan."
"Ash adalah sahabat ayah. Dia ..." Sahara melihat Ash sejenak sebelum menghela napas untuk menenangkan diri. "Dia menghilang selama beberapa tahun. Baru-baru ini dia terlihat di sekitar The Frozen Lake. Jadi ayah menculiknya tanpa pikir panjang."
Tentu saja itu bohong. Meski hanya setengahnya. Sahara tahu ayahnya dan Ash itu teman. Hanya saja tidak ada kejadian Zen menculik Ash tanpa pikir panjang. Meski begitu, kebohongan dadakannya ini mampu membuat sang Raja Agung terdiam sejenak.
Peter mengelus dagunya lembut. "Jadi kamu kesini untuk meminta maaf akan hal itu?"
Sahara mengangguk. "Tentu saja..."
Tapi belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, Poem sang Phoenix langsung memotong.
"Meminta maaf? Omong kosong macam apa itu? Untuk apa meminta maaf jika sejak awal Ash adalah orang dari WildArea? Nona Sahara hanya ingin meluruskan kesalahpahaman ini. Ash adalah milik kami jadi dia tidak salah apa-apa." Phoenix satu itu terdengar sopan, tapi juga kasar di saat bersamaan.
Entah bagaimana Poem bisa kepikiran hal itu. Tapi sepertinya dia sudah tahu hubungan Zen dan Ash yang cukup akrab.
Peter menelengkan kepala. Dia mengangkat jari telunjuknya, memberikan gestur mendekat pada pelayan faun terdekat. Pelayan itu datang dan berdiri di sebelahnya
"Bawakan daftar manusia yang bermigrasi ke tanah Narnia." Titah Peter, matanya masih sibuk menatap Sahara.
Pelayan itu membungkuk sebelum berlari untuk mencari buku daftar itu. Setelah menemukannya, dia memberikannya pada Peter.
"Namamu Ash, ya. Jika terbukti namamu tidak ada di buku ini, maka aku akan membiarkanmu kembali ke WildArea. Tentu dengan uang kompensasi." Dia sebetulnya tak peduli dengan masalah ini. Tapi melihat Sahara yang membela Ash mati-matian, Peter jadi ingin menikmati pertunjukan selepas satu malam penuh kekhawatiran akan adik-adiknya. Juga, kebetulan sikap Sahara dan ekspresinya itu cukup menarik untuk ditonton.
Mata biru cerahnya membaca deretan nama di buku itu. Setelah tidak menemukan yang dia cari, Peter menutup buku dan memberikannya pada pelayan lagi. Dia membungkuk sedikit dan meraih jemari Sahara untuk mengecupnya lembut.
"Maaf atas ketidaksopanan kami. Harusnya aku lebih peka kalau kalian datang dengan niat untuk menjelaskan kesalahpahaman ini." Matanya menatap ke arah Sahara dengan senyum hangat di bibirnya.
Sahara hanya mengangguk sebelum menarik tangannya. "Tentu. Terima kasih sudah mau berlapang dada untuk tidak memperbesar masalah ini."
"Meski begitu, aku tetap ingin tahu. Jalan apa yang kamu lewati untuk datang ke sini? Semua jalur darat telah tertutup dan hanya ada satu jalur yaitu jalur gua di Frozen Lake." Peter kini meneliti Ash dari ujung atas hingga ke kaki. Matanya terlihat menilai apakah orang ini sebegitu hebatnya sampai membuat putri penguasa membelanya dengan sungguh-sungguh.
Ash membungkuk saat tangannya dia letakkan di dada kiri. "Saya melewati jalur di Ettinsmore. Ada gua bawah tanah yang terhubung langsung ke WildArea."
Tidak bohong. Memang ada tempat seperti itu di Ettinsmore. Dia tahu karena dia yang membuatnya. Meski begitu, dia tidak perlu menjelaskan semuanya dengan rinci, kan?
Peter mengernyit. Entah kenapa ceritanya terdengar cocok, tapi juga tidak cocok disaat yang bersamaan. Seolah Peter merasakan ada yang salah, tapi juga benar. Perasaan yang membingungkan. "Jadi kamu ... Keluar dari WildArea, lalu ..."
"Saya tersesat di Ettinsmore dan entah bagaimana berakhir di Narnia." Ash melanjutkan. Meskipun itu tentulah bukan kenyataan, tapi memang itu pernah terjadi di masa lalu. Masa yang sangat-sangat lalu.
Peter menoleh pada Mr. Tumnus sejenak. Seolah bertelepati, Mr. Tumnus menggeleng. Entahlah apa yang mereka maksud, tapi hal itu membuat Peter mengeluarkan tawa lembut. "Sebagai permohonan maaf, maukah kalian mengizinkaniu menjamu kalian makan siang? Aku bisa memastikan koki Narnia adalah yang terbaik untuk soal makanan."
Sahara menoleh pada para Phoenix dan Ash, meminta persetujuan mereka. Ketiganya mengangguk seperti tidak mempermasalahkan apapun. Lantas Sahara mengangguk mewakili mereka. "Kami akan merasa sangat terhormat jika kalian mau mengizinkan kami."
Peter menggeleng. Dia mengulurkan tangan, hendak memberikan escort pada perempuan itu sebagai bentuk tata krama. "Kamilah yang merasa terhormat menerima tamu dari wilayah yang tak tersentuh hingga ribuan tahun."
Sahara menerima tangannya dengan senang hati. Terima kasih karena dia dulu selalu membaca novel-novel kerajaan. Raja yang menyambut tamu dari negara lain dan memberikan escort pada beberapa orang memang biasa muncul di beberapa adegan novel. Hal itu membuatnya jadi tidak gelagapan setelah melihat tingkah Peter.
Peter mengiringinya masuk ke Cair Paravel. Orang-orang mengikutinya dari belakang. "Kalau boleh tahu, seperti apa kira-kira Penguasa WildArea? Apakah beliau hebat?"
Sahara melangkah disebelahnya. "Yah, dia ... Harimau terkeren yang pernah aku temui." Memang bagi Sahara, Zen merupakan pemimpin sekaligus ayah yang keren.
"Harimau, ya." Peter nampak tak kaget. Seolah dia mengetahuinya. Tak heran, dia Raja. Dia pasti punya banyak trik untuk mengetahui hal-hal yang tak pernah dia lihat.
"Omong-omong, aku cukup penasaran." Peter menoleh lagi pada Sahara. "Kudengar di WildArea hanya ada makhluk mistis dan hewan berbicara. Bolehkah kutanya kenapa kamu bisa tumbuh menjadi putri pemimpin mereka yang katanya seekor harimau?"
Sahara memberinya senyum simpul. Jelas tidak berniat menjawab. "Hanya terjadi begitu saja."
Sikapnya membuat Peter terkekeh. "Kamu bahkan tidak tertarik untuk menjawab. Ah, jangan khawatir. Aku tidak tersinggung. Hanya saja, ini sangat menarik. Kamu terlihat sangat tenang. Tidak bisakah kamu menunjukkan kalau kamu panik meskipun sedikit? Bagaimana bisa kamu begitu tenang seperti ini, hm?" Dia mengatakannya dengan nada bercanda.
Sahara jadi ikut terkekeh. "Aku hanya bersikap apa adanya."
Alis Peter terangkat sejenak sebelum dia meremas tangan Sahara dengan lembut. "Manisnya." Dia berbisik saat senyum hangat terbit di bibirnya.
Sahara hanya melihat sekilas, tak tertarik. "Salah-salah orang-orang bisa mengira Raja Agung ini ingin mempersuntingku, loh?" Balas Sahara dengan suara kecil, ikut berbisik. Dia hanya bercanda. Benar-benar tidak berminat menikahi siapapun di dunia ini. Toh, dia akan kembali ke dunia asal ua. Jadi buat apa?
Peter terkekeh. Dia mendekatkan wajah rupawannya sedikit ke telinga Sahara. "Bagaimana jika aku ingin?" Peter masih berbisik. Tapi suaranya kali ini terdengar lebih lembut.
Tawa lembut keluar dari bibir Sahara. "Ada-ada saja. Carilah Ratu yang lebih sesuai. Jangan memilih Ratu yang tidak bisa memimpin." Dia melirik lelaki di sebelah dari ujung mata.
Peter menarik diri. Sepertinya dia sudah berlebihan. Sahara telah menunjukkan batas diantara mereka. Karena itu Peter tak ingin mendorong lebih jauh lagi. Dia hanya mengangguk. Tetap berjalan dan membawa Sahara beserta rombongan di belakang mereka menuju ruang makan.
Keduanya terdiam sambil berjalan. Anehnya tidak ada yang merasa tidak nyaman. Mereka memasang senyum lembut, persis seperti Raja dan Ratu yang sesungguhnya. Yang membuat semuanya jelas bahwa Sahara bukanlah ratu milik Peter adalah pakaiannya. Pakaiannya tak seperti para perempuan di Narnia yang mengenakan gaun yang indah.
"Aku akan merasa sangat senang jika kalian ingin menginap. Kami memiliki acara perburuan selama sepekan penuh." Peter menawarkan setelah keheningan mereka. Matanya mengerling pada gadis manis di sebelahnya.
Sahara mengangguk. "Yah, kurasa kami tidak akan mempermasalahkannya. Toh, kami sebenarnya juga ingin menginap beberapa hari."
Peter meremas tangan Sahara lagi dengan lembut. "Keputusan yang bijaksana. Kalau begitu, silahkan menantikan bagaimana Cair Paravel menjamu tamu mereka, Putri Penguasa WildArea, Sahara."
Tawa lembut keluar dari bibir ranumnya. "Aku akan menantikannya, Yang Mulia Raja Agung Peter."
Hanya dari kalimat mereka saja, sudah terasa keharmonisan diantara keduanya. Yang mendengar pastilah mengira keduanya ini adalah manusia yang begitu akrab. Padahal ini adalah kali pertama Sahara bertemu Peter, begitupun sebaliknya. Tapi mereka terasa sangat cocok.
"Omong-omong, entah kenapa rasanya seperti ..."
Peter berbisik, bertanya mengerling dan berpapasan dengan mata kelam Sahara. Senyum simpul terbit di bibir keduanya saat mereka bicara secara bersamaan.
"Jadi seperti punya kembaran."
Tuh, kan.
Pikiran mereka saja sama.
•
•
•
TBC~
______________________________________
7 September 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top