Bab 10
Bintang gemintang menghiasi langit kelam tanpa awan. Bulan purnama nampak hampir bulat sempurna di atas sana. Cukup menyegarkan pemandangan di gelapnya malam ini.
Edmund tengah berbaring di atas rerumputan. Sibuk menghitung rentetan bintang yang tersebar layaknya milky way di langit. Susan dan Sahara tengah berbincang di sebelah sana. Meski agak jauh, tapi suara mereka entah kenapa begitu keras sampai terdengar hingga ke tempatnya.
"Jadi, kau adalah satu-satunya manusia disini?" Susan menatap Sahara tak percaya.
Meski tadi dia sempat curiga dengan niatan Sahara, sekarang semuanya telah terselesaikan. Susan percaya Sahara adalah gadis baik yang ingin membantunya keluar dari WildArea. Perempuan ini nampak tulus.
"Yah, sejauh ini kalian berdua adalah satu-satunya manusia yang aku lihat." Tutur Sahara. Gadis tan itu memainkan rerumputan di bawahnya.
"Apa kamu tidak penasaran dengan dunia luar?" Jujur saja. Susan tak percaya ada manusia yang tinggal di tengah hutan ini dengan hewan-hewan saja. Meski dia dan para saudaranya pernah begitu, tapi itu tak bertahan lebih dari setahun. Karena Peter telah membawanya dan adik-adik mereka pergi mengelilingi dunia. Mulai ke Archenland, hingga mengelilingi lautan. Yang mana, ada banyak sekali manusia di luaran sana.
Sedangkan Sahara, sejak kecil dia dibesarkan oleh Harimau. Teman-temannya yang paling mirip manusia hanyalah naiad, centaur dan satyr.
"Dunia luar, ya? Karena manusia, ayah bilang aku tidak bisa melewati perbatasan. Sekali menginjakkan kaki, aku bisa langsung mati." Sahara nampak menyendu.
Susan jadi tak tega melihatnya. Di ingin sekali membawa Sahara ke Cair Paravel, menaiki kapal dan mengunjungi Archenland. Memakaikan gaun-gaun cantik pada gadis itu, juga mengadakan pesta bersama.
"Kalau kau tidak bisa melewati perbatasan, bagaimana dengan kami?" Edmund yang sejak tadi berbaring, bangkit dan mendudukkan diri. Matanya menatap dengan tajam di bawah sinar rembulan.
Sahara tersenyum kecil. "Para Phoenix akan mengantar kalian. Mereka akan terbang di atas hutan, jadi kalian akan keluar dengan aman."
Susan meraih kedua tangan gadis di depannya. "Kalau begitu, ikutlah dengan kami. Ada banyak hal yang bisa aku tunjukkan kalau kita keluar dari sini."
Susan menatapnya dengan penuh harap. Tapi Sahara melepaskan tangannya lembut. Dia menggeleng pelan, menolak dengan suara yang halus. "Aku ditakdirkan menjaga WildArea. Aku adalah penerus berikutnya Zen. Zen sudah tidak memiliki keturunan lain selain aku. Jadi tidak ada yang bisa menggantikanku untuk meneruskan kekuasaan Zen."
"Kau bicara seolah kau benar-benar anak kandungnya. Biar bagaimanapun, kau adalah manusia. Kau harus menikahi manusia juga untuk menghasilkan keturunan. Jika tidak menemukan manusia lain, pada akhirnya kau akan mati juga." Edmund terdengar sarkas.
Hal itu membuat Sahara menoleh padanya. Kalimat lelaki itu memang terdengar masuk akal. Sahara pun tidak ingin tetap di sini, dia juga ingin bebas. Tapi, Zen tidak akan mengizinkan itu. Bagaimanapun dia meminta, Zen tidak akan melepaskan Sahara. Mungkin memang sudah takdirnya Sahara menjadi satu-satunya manusia disini.
"Aku lelah. Aku akan tidur duluan."
Gadis itu membaringkan diri di rumput, menutup mata dan mulai tidur. Tidak tahu kalau besok akan terjadi hal yang diluar dari kepala ketiga manusia itu.
***
Tapak kaki singa itu bergerak cepat melompati berbagai akar pohon yang mencuat. Kepala bermahkota bulu emasnya bergerak gesit menghindari ranting-ranting tajam dari pohon yang dilalui. Meski mentari telah lama tenggelam dan dunia tengah bergantung pada cahaya rembulan dan bintang gemintang, itu tak menyulitkan sang singa agar bisa berlari menuju tempat yang dia tuju.
Aslan dalam wujud singanya, berlari dengan kecepatan penuh menuju WildArea. Tujuannya saat ini adalah untuk menemui putri dari Zen. Rencananya dia akan bicara baik-baik untuk mengembalikkan jiwanya ke dimensi asalnya. Tapi jika jiwa itu menolak, maka Aslan akan memikirkannya nanti saja. Pokoknya sekarang yang penting bertemu dia dulu.
Singa itu telah melewati perbatasan, hutan yang dipenuhi tumbuhan berwarna biru. Jangan bingung kenapa dia bisa melewati perbatasan dengan mudah. Itu semua karena dia adalah pencipta. Segala macam jenis racun di dunia ini tidak akan menyakitinya.
Kakinya kini telah menginjak rerumputan hijau. Aslan terdiam sejenak. Ia entah kenapa mencium aroma dari anak-anak Pevensie disini. Aslan yang membawa anak-anak itu ke Narnia. Jelas dia tahu betul aromanya seperti apa meskipun waktu telah lama berlalu. Bagaimana mereka bisa ada disini?
Cahaya menyilaukan keluar dari tubuhnya. Kaki berbulu dan ekor panjang menghilang, digantikan dua tangan dan dua kaki. Dia kembali ke wujud manusianya, Ash. Itu untuk jaga-jaga jika anak-anak Pevensie melihatnya.
Dia tidak boleh ketahuan kalau dirinya adalah Aslan. Itu adalah peraturan antara pencipta dan dunia mereka. Bahwa jika bukan pada waktu yang ditentukan, mereka tak boleh memasuki dunia yang telah mereka ciptakan. Tapi jika sangat ingin masuk, maka menyamarlah sebagai makhluk yang tak dikenal siapapun.
Aslan memilih tubuh manusia Ash sebagai tubuh yang akan dia gunakan jika ingin jalan-jalan di Narnia. Karena tidak akan ada yang bisa menyangka bahwa manusia bernama Ash adalah Aslan.
Lelaki itu menyibak poni yang menutupi alis. Dia melangkah dengan santai melewati jalan yang telah dia hapal mati. Di depan sana nampak hamparan Padang rumput yang luas.
Tatapan Ash langsung mengarah pada batu pipih tempat Zen sering istirahat. Tempat itu seperti singgasananya sendiri. Tapi sang harimau tak ada disana. Justru ada tiga anak manusia berbaring di dekat batu pipih. Alis Ash mengernyit. Katanya hanya ada satu manusia di WildArea. Kenapa sekarang jadi tiga?
Hidung Ash mencium aroma familiar. Rupanya aroma anak-anak Pevensie yang dia cium tadi berasal dari dua yang disana. Sepertinya itu adalah Edmund dan Susan.
"Mereka tidak kembali ke perkumpulan tadi, rupanya karena mereka ada disini." Ash bergumam.
Salah seorang dari mereka bergerak. Dia adalah yang berbaring di paling ujung kanan. Ash berhenti berjalan. Dia mengamati gerakan dari manusia satu itu. Sang jiwa dari dimensi lain.
"Ayah?"
Suaranya terdengar serak, khas orang yang baru bangun tidur. Dia mendudukkan diri dan mengucek matanya sambil memperhatikan Ash. Setelah sadar Ash bukanlah sosok yang di cari, netra gadis itu melebar tapi seketika langsung kembali seperti biasa.
Ash menatapnya dengan datar. Dia tidak tahu apakah jiwa yang mengisi tubuh Sahara di depan ini berbahaya atau tidak. Jika dia mengenal Ash maka dia berbahaya. Artinya dia adalah satu dari golongan penyihir hitam yang memang sengaja mendatangi celah antar dimensi untuk mengacau di dimensi lain. Untuk itu, Ash akan langsung bertindak.
"Kau siapa?" Gadis itu menatap Ash dengan tatapan sayu. Sepertinya masih mengantuk.
Kedua sudut bibirnya tertarik keatas. Rupanya dia benar-benar jiwa yang tersesat. Bukannya penyihir hitam dengan niat jahat.
Ash menaruh tunjuknya di bibir. Memberi kode agar gadis itu tak begitu berisik. "Apa aku membangunkanmu?"
Sahara menggeleng. Tadinya dia memang mimpi buruk. Jadi tanpa sadar justru terbangun begitu saja. Saat bangun, dia mendengar suara gesekan rumput. Dia pikir itu Zen yang baru pulang. Rupanya orang asing dengan rambut emas.
Siapa dia? Peter? Tidak mungkin. Peter adalah manusia. Dia tidak akan bisa melewati jalur perbatasan untuk sampai kesini. Kalaupun melewati jalur lain, harusnya kedatangannya itu begitu berisik karena ditemani oleh makhluk-makhluk lain. Tentulah karena dia pasti datang untuk mencari dua saudaranya yang hilang. Pasti akan membawa banyak orang.
Tapi yang satu ini sangat tenang. Dia seorang diri dan tidak berisik. Bahkan sekarang meminta Sahara agar tidak ribut.
"Kamu siapa?"
Lelaki itu membungkuk sedikit. "Ash. Panggil saja begitu. Boleh kutahu siapa jiwa yang tersesat ini?"
Mata sayu Sahara melebar. Dia mendadak tidak mengantuk. Makhluk ini, apakah dia tahu keadaannya? Sahara spontan berdiri. Dia melangkah dengan pelan dan mendekati Ash dengan agak ragu.
Sahara menggeleng kecil. Dia tidak boleh mengatakan secara gamblang kalau dirinya memang bukan Sahara asli. Gadis itu menatap sosok di depannya dengan bingung.
"Aku tidak mengerti apa yang kau maksud."
Senyum Ash melebar. "Permisi sebentar." Tangan kanannya meraih tangan kiri Sahara, sedangkan tangan kirinya memeluk pinggang gadis itu erat.
Netra Sahara tertutup erat saat ada angin kuat yang terasa seolah menariknya. Tangan kanannya spontan menarik kerah baju yang dimiliki Ash. Tak begitu lama, angin kuat itu memudar hingga menghilang. Tubuh Sahara pun terasa ringan. Juga pelukan dari lelaki tadi itu telah tak terasa lagi. Barulah Sahara membuka mata.
Pemandangan di depannya begitu indah. Padang rumput kekuningan, ada air terjun besar di depan mata, juga banyaknya bebatuan di sekitarnya. Sesekali seekor rusa cantik akan lewat. Kadang berhenti untuk minum air di pinggiran air terjun. Kadang pula akan langsung pergi begitu saja.
Kerennya lagi, disini bukan malam. Sahara tak yakin ini jam berapa, tapi udara dan suasananya seperti pagi hari. Tak ada matahari menyengat, tapi tempat ini begitu cerah.
Sahara celingukan, mencari sosok yang membawanya ke sini. Dia mendapati lelaki berambut emas disebelahnya tengah menatapnya lembut. Alis Sahara mengernyit, waspada akan sosok ini.
"Siapa kau?"
Sejauh yang Sahara tahu, tidak ada makhluk magis yang bisa berteleportasi seperti ini di WildArea dan Narnia. Sahara tak tahu jika di luar sana. Tapi yang jelas, seluruh makhluk di WildArea dan Narnia tidak memiliki kekuatan untuk berteleportasi.
Artinya orang ini adalah orang dari luar Narnia. Benar-benar mencurigakan.
"Kamu itu apa, tepatnya. My lady." Ash mengoreksi. Jemari lelaki itu merapikan anak rambut Sahara yang hampir menusuk matanya.
Sahara menepis tangan lelaki itu. Dia tidak butuh koreksi dari pria asing. "Terserah."
Ash justru tertawa alih-alih marah. "Sepertinya kamu benar-benar tidak tahu apa-apa."
Lelaki itu meregangkan tangan dan memperbaiki postur tubuhnya yang sejak tadi menunduk dikarenakan tubuh Sahara ternyata jauh lebih pendek dari Susan. Dia menghadap ke arah air terjun dan mengerling pada Sahara. "Apa kau penasaran ada dimana kita sekarang?"
Sahara mengangguk pelan. Dia tidak akan bohong, dia penasaran setengah mati. Dimana tempat yang terasa begitu damai ini?
"Satu bagian kecil di negeri laut, tanah lahirku." Ash menyibak poni emasnya. "Apa kau bisa menduga siapa sebenarnya aku?"
Sahara spontan menatapnya datar. Siapa dia? Memangnya kalau bilang disini namanya negeri laut maka Sahara akan langsung tahu? Ckckck. Jika dia bilang kalau dia anggota boyband K-Pop saja, Sahara belum tentu kenal. Apalagi bilang tentang negeri yang entah dimana ini. Mana Sahara tahu?
"Kamu terlihat tidak tahu." Ash nampak kecewa. Tidak dia sangka dirinya yang Agung dan luar biasa terkenal ini justru tidak di kenali oleh gadis dari dimensi lain. Yah, tidak masalah. Kan dia dari dimensi lain.
"Lupakan saja tentang aku. Sekarang mari kita bahas tentangmu." Raut kecewa Ash berubah menjadi senyum manis. "Kamu jiwa asing yang tiba-tiba masuk ke tubuh Sahara, kan?"
Mata Sahara menyipit. Sebenarnya darimana dan bagaimana Ash ini bisa tahu? Oh, apa mungkin ...
"Jangan bilang kau yang mengirim aku kesini?" Sahara menatap lelaki emas itu tak percaya. Dia lantas menarik kerah Ash dan memaksa kepala tingginya itu jadi lebih rendah. "Kembalikan aku!"
Ash terdiam karena kaget. Senyumnya tak menghilang. Tangan lelaki itu menggenggam tangan Sahara di kerah bajunya dengan lembut. "Tenangkan dirimu. Aku kesini tentu saja untuk itu. Untuk mengembalikanmu ke dimensi asalmu."
•
•
•
TBC~
Btw maaf, ya... Akhir-akhir ini aku sibuk banget. Jadi gak sempat update ಥ_ಥ
______________________________________
28 Agustus 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top