Bab 1
"Clara, ma'am, yok." Melodi, teman kerja Clara menarik pelan gadis yang masih duduk santai sambil memainkan ponselnya di kursi kantor itu.
Yang dimaksud hanya menoleh pelan. "Nggak, ah. Nggak lapar."
Melodi menggeleng. "Bohong! Kamu lapar tapi masih pengen baca novel itu, kan? Apa sih namanya? Oh! Funfact!"
Akhirnya Clara menoleh. Tatapannya nampak datar dan menyeramkan dengan lingkaran hitam di kedua matanya. "Fanfict, Melodi. Fanfict."
Melodi mengangguk cepat. "Iya itu. Novel buatan penggemar yang terlalu mencintai karakter fiksi. Berhenti baca itu dulu, Clara. Kamu harus makan!"
Clara memutar bola matanya malas. Baru sepuluh menit sejak jam istirahat dimulai. Clara juga baru beberapa menit membaca fanfict yang baru dia temukan. Melodi justru mengganggu waktunya yang sangat jarang senggang ini.
"Lebih tepatnya kamu yang lapar, Mel. Sudahlah. Aku jadi gak mood baca lagi. Kuy."
Dua gadis itu keluar dari ruang kerja. Memilih untuk melewati koridor dengan langkah cepat. Ah, tentunya Melodi yang menarik Clara agar bisa melangkah lebih cepat.
Saat berbelok, mereka hendak menuruni tangga. Tapi Clara tidak siap dengan pembelokan dan langkah cepat itu. Gadis itu dengan tidak sengaja salah menginjak anak tangga.
Clara yang memang memiliki refleks cepat itu, segera menarik Melodi, memeluknya agar gadis yang berstatus sebagai sahabatnya itu bisa terlindungi dari benturan.
Tapi Clara tidak tahu. Dirinya yang melindungi Melodi itu, membuat jiwanya berpindah dan tiba di tubuh yang asing tepat ketika dia kehilangan kesadaran.
***
Berat. Itu adalah hal yang dia sadari ketika sudah bisa merasakan tubuhnya. Rasanya seperti sedang di tindih sesuatu. Apa ini? Apa dia ketindihan? Kalau tidak salah ingat tadi Sahara jatuh dari tangga, kan?
Tak heran kalau dia sadarnya di rumah sakit, berarti mungkin saja ketindihan. Setan di rumah sakit kan banyak. Atau dia berakhir di neraka, ya? Setannya kan lebih banyak.
"Menyingkir, monyet! Sahara sudah bangun." Suara maskulin yang terdengar berat dan agak serak itu membuat Clara spontan membuka mata seketika. Bukan apanya. Suaranya seperti suara pria dewasa yang termasuk dalam tipikal suara favorit Clara. Suara sugar daddy!
Lumayan kalau dokter ganteng yang merawatnya. Eh, tapi kalau setan ganteng juga tidak buruk. Paling tidak enak untuk cuci mata.
Cahaya terang memasuki indra penglihatan gadis itu. Membuatnya buta sejenak karena belum terbiasa. Ia mengerjap beberapa kali dan menoleh ke kanan dan kiri. Hanya untuk mendapati kalau tidak ada pria tampan bergaya bak sugar daddy. Justru dia mendapati harimau yang ... berkharisma?
Selain itu ada monyet gemuk di atas perutnya. Oh, ini yang membuat tubuhnya berat? Gadis itu dengan sekuat tenaga mendorong monyet gemuk itu. Membuatnya terjatuh dengan tidak elit. Lantas Sahara menatap harimau itu dengan cemberut. Kecewa karena tidak ada lelaki rupawan, kaya raya yang bisa dia jadikan dompet berjalan.
Tapi, sebentar. Apa? HARIMAU?!
Clara spontan berdiri, hendak melangkah mundur. Tapi dirinya justru terjatuh karena tubuhnya yang sulit dia gerakkan. Sekarang badannya terasa sakit, seolah habis diremukkan.
Harimau itu tidak bergerak. "Ada apa, Sahara? Kamu seperti melihat setan saja."
Suara itu! Suara tampan itu terdengar dari harimau besar ini. Rahang Clara spontan jatuh. Matanya melebar dengan kedua alis yang terangkat kaget. Siapa yang tidak kaget melihat harimau bicara?
Terlebih, siapa yang dia maksud Sahara?
Clara menunjuk tubuhnya sendiri. Sang harimau mengangguk. Tapi seketika harimau itu terlihat mengerikan. Dia melangkah mendekat dan mengendus tubuh Clara.
"Kamu kenapa, Sahara? Lapar?" Tanpa mendengar jawaban Clara, harimau itu menoleh pada monyet yang tadi di dorong oleh Clara.
"Morez, bawakan makanan. Pilih yang paling bergizi untuk Sahara. Kalau kau membawa makanan busuk, aku benar-benar akan memakanmu."
Monyet itu langsung mengangguk cepat. Dia melompat dan menghilang di balik pepohonan.
Clara spontan menatap awas pada harimau di depannya. Tadi ada monyet yang menemaninya sebagai sesama mangsa. Tapi sekarang hanya ada dia dan harimau itu sebagai seorang mangsa, dan pemangsa.
"Tenanglah, Sahara. Kenapa kamu terlihat ketakutan? Apa aku menakutkan?" Harimau itu berkata lembut. Tatapan mengerikannya tadi seolah menghilang tak berbekas.
Clara mengernyit bingung. Jujur dia tidak kenal siapa Sahara. Namanya Clara. Tapi sejak tadi harimau ini bertingkah seperti mengenalnya dan selalu memanggilnya Sahara.
"Anu. Kamu siapa?"
Sang harimau spontan melangkah mundur. Mata bulatnya itu melebar, sedang pupilnya mengecil berbentuk vertikal. Terlihat jelas dia sangat kaget
"Kamu tidak mengenali ayahmu sendiri?!"
Sekarang justru giliran Clara yang kaget. Mana ada ayah harimau dan anak manusia?!
"A-ayah?!" Gadis itu menatap harimau di depannya dengan teliti. Di lihat darimana pun juga harimau ini memiliki bulu oranye, bercorak garis putih dan hitam. Memiliki empat kaki dan telinga runcing di atas kepala.
Kini Clara menatap tubuhnya sendiri. Kulit kecokelatan tanpa bulu, kain dengan corak aneh yang di ikat di tubuhnya, menutupi bagian dada hingga ke lutut. Tunggu. Baju macam apa ini? Kenapa lebih mirip seperti sarung yang dililit begitu saja di tubuhnya?
Tidak, kulit Sahara kan lebih putih dari ini. Kulitnya kuningangsat, bukan sawo matang. Apa yang terjadi dengan tubuhnya?!
"Aku adalah Zen. Ayahmu. Kau sendiri yang bilang begitu saat aku menemukanmu di tengah hutan. Hampir dimakan serigala." Sang harimau menghela napas panjang.
"Sahara, apa kamu kehilangan ingatanmu? Bagaimana aku bisa menyembuhkannya? Perlukah kupanggil Centaur itu kesini agar mereka bisa memberikan berkat bintang mereka?"
Kepala Clara pusing dengan semua kalimat aneh Zen. Gadis itu menggeleng kecil sambil menepuk kepalanya. Kalau di ingat-ingat, Clara tadi jatuh dari tangga. Apakah dia mati dan merasuki tubuh seseorang?
Oh, apa benar ini tubuh orang lain dan bukan tubuhnya? Tapi Zen tadi memanggilnya Sahara. Bukan Clara. Kalau mau disimpulkan, bisa jadi Clara merasuki tubuh seorang gadis antah berantah bernama Sahara.
Yah. Clara yang merasuki tubuh orang lain. Itu terdengar bagus. Sejak dulu Clara memang selalu bermimpi akan pindah ke dunia lain, hidup dengan cogan-cogan kaya raya dan menjalani kehidupan bergelimang harta.
Tapi!!!
Kenapa dia malah jadi anak harimau?! Kenapa bukan jadi anak duke saja? Atau, sekalian putri raja. Yang uangnya banyak, cogannya banyak! Kenapa harus di tengah hutan dengan harimau dan hewan-hewan? Apa ini seri disney? Dia jadi Aurora? Putri yang dicintai hewan?
Omong kosong! Kalau begitu, tidak ada artinya Clara pindah tubuh begini. Apa gunanya Clara masuk ke tubuh orang lain kalau ujung-ujungnya dia tidak bisa menikmati kekayaan karena terlahir dari keluarga duke?
"Sahara? Kau mendengarku?"
Clara menatap harimau itu. Benar juga. Sebenarnya bagaimana Clara bisa pindah ke tubuh Sahara? Apa yang terjadi pada Sahara?
"Aku... kenapa?" Tanya Clara hati-hati.
Sang harimau tersenyum kecil. "Kamu terjatuh dari tebing. Tenang, saja, tidak ada luka serius. Kamu hanya sempat tidak sadarkan diri selama tiga hari. Tapi, paling tidak kamu bangun sekarang."
Penjelasan Zen membuat Clara jadi sadar. Dirinya jatuh dari tangga. Lalu, Sahara jatuh dari tebing. Mungkinkah saat itu mereka jadi bertukar tempat? Atau sebenarnya Clara sudah mati lalu pindah ke tubuh Sahara karena jiwanya tidak diterima surga?
Sebuah bulu hangat menempel di dahi Clara. Hal itu membuat Clara menatap bongkahan obsidian yang indah. Mata harimau ini mirip seperti permata hitam yang berkilauan.
Zen menempelkan dahinya pada Clara. Kelopak matanya bergerak menutup dua bongkahan obsidian yang berkilau.
"Sahara." Suaranya benar-benar menenangkan. Membuat Clara mendadak ikut menutup mata tanpa sadar.
"Apa ada yang sakit?"
Clara menggeleng kecil. Dengan kedua dahi yang terhubung itu, rasa sakit di tubuhnya entah kenapa menghilang seketika. Membuat Clara merasa sehat mendadak.
"Katakan saja pada ayah kalau kamu merasa ada yang salah."
Zen melepaskan tautan dahi mereka. Membuat Clara membuka mata dan memandangnya. Kalau diperhatikan lebih jelas lagi, harimau di depannya ini nampak benar-benar... tampan.
Tidak. Bukan fisiknya. Auranya!
Setiap kali Clara melihatnya, Zen sungguh terasa tampan. Mulai dari gerakannya, caranya menatap, suaranya. Clara sungguh terpesona.
Baiklah.
Meskipun Clara perlu hidup dengan harimau dan hewan-hewan, paling tidak mereka bisa bicara. Terlebih Zen. Suara dan auranya benar-benar bagus! Mungkin Clara akan aman saja kalau hidup sambil mendengar suara indahnya setiap hari. Walaupun wujudnya harimau. Tapi kalau dengan suara seperti ini membuat Clara ingin memanggilnya harimau ganteng.
"Ah, maaf ayah. Sebenarnya aku agak lupa-lupa sedikit. Mungkin akibat jatuh." Clara akan menjadi Sahara saja. Lagipula kalau mau menjatuhkan diri lagi dari tebing, tidak ada yang tahu apakah Clara bisa hidup di tubuh orang lain lagi atau tidak. Siapa tahu justru itu akan jadi ajalnya? Clara sih masih mau hidup. Mumpung dia sudah transmigrasi begini, mending dinikmati saja. Iya, kan?
Zen menatapnya khawatir. "Perlukah aku memanggil para Centaur? Kudengar mereka memiliki berkat bintang yang bisa mengembalikan ingatan."
Tanpa mendengar jawaban Clara, Zen langsung berbalik. "Thias! Panggilkan Centaur."
Batang pohon dibelakang Zen bergerak, membentuk sulur-sulur panjang. Lalu bergerak dan membuat sebuah pohon kecil berbentuk mirip manusia. Kalau kalian pernah menonton film I am groot, nah. Bentuknya persis seperti groot di film itu.
"Zen, Centaur ada di wilayah timur kalau kau lupa. Kita perlu izin resmi kesana. Anak-anak penguasa itu benar-benar teliti." Manusia tumbuhan itu berbicara.
Zen mendengus dan menatapnya datar. Jelas sekali terlihat jengkel saat mendengar fakta itu"Kita bicarakan lain kali."
"Tuan! Tuan!"
Seekor monyet datang membawakan daun pisang. Saat dia menaruh daun pisang itu, puluhan buah nampak segar memenuhi penglihatan Clara, atau mari kita panggil Sahara saja mulai sekarang.
Apel, pisang, buah naga, hingga durian pun ada. Sahara dengan riang menatap Zen yang tersenyum.
"Kamu senang? Makanlah, Sahara." Harimau itu mengizinkan.
Setelah di izinkan barulah Sahara menyantap sebuah apel. Omong-omong rasanya agak berbeda dari harapannya. Rasa apel ini lebih seperti campuran sedikit lemon dengan buah pear. Ini jelas bukan rasa apel.
"Agak aneh, ya. Kamu memang jarang pergi berkelana. Tumbuhan-tumbuhan ini berevolusi sendiri. Mereka mengawinkan diri mereka sendiri dan menciptakan buah baru dengan rasa baru. Aku pribadi cukup suka. Tapi kalau kamu tidak suka, kita pergi ke kebun saja. Kamu kan sering makan disana."
Sahara menggeleng. Bukannya tidak suka. Dia hanya belum terbiasa saja. Lagipula kasihan monyet yang tadi mengambilnya. Dia sudah susah payah membawanya kesini tapi Sahara justru tidak memakannya. Kan tidak sopan. Jadi dengan senang Sahara menyantap hampir setengah dari buah-buahan itu.
"Kamu terlihat menyukainya. Syukurlah."
•
•
•
TBC~
Heluu~ setelah sekian purnama akhirnya aku kembali dengan cerita baru :3
Kali ini sama Aslan sesuai janjiku di masa lalu wkwk janji gak tuhh. Pokoknya begitu, deh. Spesial karena aku lama menghilang, aku up 3 chapter.
Selamat menikmati~
PS: btw kalau ada typo, bilang, ya.(✿^‿^)
______________________________________
24 Juni, 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top