🥞[16C] Starry Night
Yeyy!! Aku update kannn?
Wkwkwk.
Bab 16, Bagian C:
Starry Night
••••••
Merasa jenuh menjalani hari di Jakarta? sangat dirasakan oleh sosok Boas. Ibukota memang tempat yang begitu sibuk, entah dengan berbagai macam hiruk-pikuk keramaian yang memekakkan telinga. Tanpa disadari, kemacetan, beban kerja, dan modernitas mengonsumsi kebahagiaan Boas, sehingga pada beberapa titik di hidupmu, kamu harus rehat sejenak untuk menyegarkan pikiran. Untungnya Boas memiliki malaikat kecil dan sosok bertubuh mungil di sampingnya sekarang.
Di sisi lain, ketika Boas ingin mengisi waktunya sendiri, maka pria itu akan pergi entah camping atau jalan-jalan ke museum, hanya sekedar melihat dan menikmati keindahan di sana. Kedua hal itu, memang sesuatu yang mampu menenangkan diri Boas saat penat dan kelelahan yang di rasakan.
Hanya saja, camping kali ini berkali-kali lipat lebih mengasyikkan dibandingkan camping yang telah berlalu. Boas tidak tahu bagaimana caranya mengutarakan perasaan, namun satu hal yang pasti, senyum tidak lepas darinya sejak menginjakkan kaki di Lembah Mandalawangi.
Keindahan Lembah Mandalawangi memang tak perlu diragukan lagi. Di atasnya tumbuh berbagai pepohonan rindang dan flora-flora cantik lainnya. Karena keindahannya itulah, maka Mandalawangi kini menjadi bumi perkemahan untuk berbagai kalangan.
Dari camping ground, kamu bisa melihat deretan perbukitan yang memeluk lembah. Pada saat matahari terbit dan terbenam, pemandangan akan semakin cantik bak potongan dari surga. Sinar mentari membuat bukit-bukit berwarna keemasan.
Bangun tidur disambut dengan perbukitan hijau dan sungai yang jernih, tampaknya seperti sebuah mimpi indah. Namun, kamu tidak bermimpi saat mengalaminya di Mandalawangi.
Terlebih dari semua itu, tentu saja faktor utama yang memengaruhi suasana hati Boas adalah dengan kehadiran Naomi. Ditambah dengan kemampuan perempuan itu yang sudah terbiasa untuk melakukan aktifitas seperti camping seperti ini, membuat Boas tidak perlu repot-repot untuk menjelaskan hal-hal dasar kepada Naomi, bahkan untuk ukuran perempuan, Naomi sudah sangat luar biasa menurut Boas.
Naomi memang memiliki banyak sekali kelebihan yang tidak ada habis-habisnya membuat Boas menatapnya kagum. Bisa mengatasi masalahnya sendiri, mampu melakukan apapun sendiri, walau kadang Boas suka gemas melihat Naomi yang sok bisa melakukan apapun sendiri.
Maka di sinilah mereka berdua berada, menatap langit indah di malam hari setelah melewatkan beberapa hal yang cukup menguras tenaga dan pikiran.
“Kamu tahu, enggak, itu rasi bintang apa?" Boas menunjuk ke arah langit.
“Yang mana?” tanya Naomi, memperhatikan lebih teliti taburan bintang yang tidak begitu banyak di langit malam itu.
“Itu. Yang ada tiga bintang berjejeran. Terus coba ditarik garis-garisnya, kek ada orang pegang busur gitu, nah bentuknya kayak tifa gitu, kamu tau tifa kan?”
“Hoo? Yang itu?”
“Yes! Namanya Orion!”
”Makasih, Mas. Udah ngajak aku ke sini.”
“Any time. Saya juga senang ada kamu di sini. Suasananya jadi beda.”
“Biasanya sendiri aja, ya?”
“Hmm.” “Kamu mau ikut saya camping di tempat lain, next time?”
“Of course! Enggak ada alasan buat aku nolak ajakan ini.” “Dari dulu, aku udah mengharapkan bisa ngelakuin camping sama seseorang, dan hari ini mana tahu aku bakal terjadi. So, Mas udah bantuin aku buat menceklis salah satu wish aku.”
“Saya dengan senang hati mau ngelakuin sama-sama bareng kamu untuk sisa wish list kamu yang belum tercapai.”
“Huh?”
Naomi mengigit bibir bawa dengan gelisah. Dasar buaya darat, mulutnya manis sekali. Ini dirinya tidak sedang diajak nikah serius sama Boas kan secara tidak langsung?
Cup. Satu kecupan singkat pada kening Naomi yang dilakukan tanpa berdosa oleh Boas.
“Mas!”
“Maaf, saya kelepasan.”
Kelepasan apanya, jika sedikit kemudian Boas malah mendekatkan wajahnya pada Naomi, mengikis jarak di antara mereka. Waktu seakan berotasi pada mereka berdua sebagai pusatnya. Perlahan tapi pasti, bibir Boas menyapu permukaan kulit bibir Naomi yang lembut, lalu disusul dengan kenyalnya benda itu. Tidak ada pergerakan, Boas menunggu Naomi bereaksi terhadap tindakannya, namun perempuan itu hanya diam sambil memejamkan mata.
Sudut bibir Boas terangkat, seringai halus di sana muncul bersamaan dengan lumatan lembut. Tangan Boas spontan memegang dagu Naomi untuk tidak menundukkan wajah dan tengkuk leher belakang perempuan itu untuk menekan wajah keduanya, agar intensitas cumbuan yang terasa semakin nikmat.
Boas melepaskan tautan bibir keduanya saat Naomi memukul pelan dada bidangnya. Terlihat mata perempuan itu begitu sayu, kelelahan dengan sepenggal aktifitas mereka barusan. Boas kemudian kembali memeluk erat tubuh Naomi dan mengecup keningnya berulangkali dengan gemas.
“Mas? Geli tau!” seru Naomi seraya menjauhkan wajahnya.
Naomi berharap Boas akan berhenti melakukan hal gila--yang menyumbangkan banyak kupu-kupu berterbangan di perutnya--tersebut, namun alih-alih menuruti, Boas malah berpindah ke area wajah perempuan itu.
“Mas!! Hih, jauhan Sana!” Naomi tertawa lepas di sela-sela seruannya. Seharusnya Naomi marah, dan melayangkan pukulan di wajah pria itu, namun sebaliknya, ia sangat menikmati tindakan Boas.
“Mas! Udahan, ya?” Iya, pria itu harus berhenti jika tidak mau jantung Naomi meledek karena sentuhan pria itu. Rasa-rasanya semua pembuluh darah di tubuhnya berdenyut kencang.
Boas melepaskan kecupann kesekiannya, yang kali ini mendarat mulus pada leher jenjang Naomi. Seketika Naomi menegang dalam posisinya yang entah bagaimana bisa, dirinya tela berada di bawah tubuh Boas.
Mengetahui ketengan yang Naomi rasakan, Boas tidak langsung mengangkat wajahnya menjauh dari sana. Perlahan kecupan singkat ia layangkan pada kulit wangi Naomi. Deru napas dan juga sentuhan lembut tersebut membuat Naomi harus menahan napas panjang. Ia tahu, jika sekali saja ia bersuara, maka nada terkutuk itu akan membuatnya malu setengah mati di sisa umurnya.
Boas segera berdiri dari posisi, menjauh sedikit dari Naomi. Jika terus melakukannya, Boas akan melakukan hubungan intim yang sebelumnya tidak ada dalam daftar perjanjian mereka. Boas tahu, di situlah batasannya sekarang.
Naomi ikut duduk sambil merapikan rambutnya yang berantakan ketika suara Boas memenuhi tenda itu kembali.
“Mantan kamu dulu ketua Geng motor?” tanya Boas. Jujur saja, ia penasaran dengan pria yang disinggung Tama tadi.
Naomi mengerutkan keningnya. “Hmm. Iya. Kenapa Mas?”
“Kalian pacaran berapa lama?” Mengabaikan pertanyaan Naomi, Boas malah menyuarakan isi kepalanya.
“Empat tahun. Ya, Samapi semester empat, dia tiba-tiba ngilang, sih. Terus hilang kontak sampai sekarang. Udah aku cari-cari juga tapi enggak ada informasi sedikit pun. Teman-teman dia juga nutupin semua hal dari aku. Ya, sudahlah, mungkin dia bosan sama aku?” Naomi bercerita dengan enteng. Ya, karena memang itu sudah menjadi masa lalunya. Terlebih dari itu, Naomi sudah melupakan seperti rasa cintanya pada pria bernama Rangga tersebut.
“Jadi kalian Officely belum putus, kan?”
Naomi menggaruk pelipisnya. ”Ya, emang sih. Tapi kan udah enggak ada komunikasi juga. Entah dia di sana udah nikah, kek, atau udah punya pacar kek. Ya biarian aja. Aku di sini juga udah punya kehidupan baru,” putus Naomi.
To be continued
Gimana part ini? Wkwkwkw.
Doakan aku semangat menulis yaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top