🥯 [16A] Starry Night

Author note:
🪄 Simsalabim, aku update. Wkwkwkw.
Semua yang ada di part ini, mohon dicerna dengan bijak sana. Enggak semua laki-laki bajingan, ya, tapi emang banyak kasus gini, dan data-data yang terjadi di lapangan tentang fatherless memang nyata adanya dan meresahkan jiwa-jiwa, termasuk saya sendiri adalah korban fatherless yang entah dalam artian punya sosok bapak dalam rumah dan enggak ada sosok bapak. Wkwkw. But, apakah aku terlihat menyedihkan? 🤣 Tentu saja tidak, aku punya wonder woman 👠 mamaku tercinta yang menunjukkan kepada aku bahwa perempuan memang sekuat itu lho. Wkwkwk. Ya sudah thanks.

Di tunggu part berikutnya, enggak bohong tapi pasti kalian suka.

25 vote dan
20 komen kalau bisa, aku update langsung. Tapi kalau enggak, ya, tetap di-update kok. 😭

Selamat menikmati ✨


Bab Empat Belas Bagian C:
Starry Night


•••••


Odette:
Guys, gue hamil.

Belinda:
HUH?!

Odette:
Gue harus gimana, guys?
Gue enggak tau bapaknya siapa!

Belinda:
Lo tenang dulu intinya!
Jangan panik.
Take a breath, inhale, exhale.

Naomi:
Besok, kita ke tempat kalian ketemu.
Semoga si brengsek itu ada.

Odette:
Takut.

Naomi:
Enggak perlu takut!
Ada gue.

Belinda:
Sekarang lo jangan stress dulu, deh.
Kasian dedek bayi.

•••••

Naomi menatap pesan tersebut dengan tangan mengerat memegang benda persegi tersebut.

Mengapa sebagian besar pria itu mengecewakan? Membuat hati perempuan tersakiti tanpa berpikir panjang. Apa karena perempuan lemah? Terlalu mengutamakan perasaan dibandingkan logika?

Beberapa pria dengan seenaknya pergi dari kehidupan perempuan, bahkan meninggalkan sosok kecil di perut sang perempuan, yang nantinya ditanggung sendiri. Memang benar, saat proses pembuatan, kedua belah pihak sama-sama mau, dan sudah seharusnya saat janin itu ada, kedua belah pihak harus bertanggung jawab bersama-sama.

Tapi kenapa? Sekali lagi, pria dengan brengseknya pergi tanpa beban di kepala. What the hell? Apa menurut mereka, membesarkan anak sendiri adalah hal mudah? Apakah menjadi single Mom adalah hal yang gampang? Ribuan hal dipertaruhkan demi mempertahankan sang janin. Air mata bahkan hal yang lumrah dialami perempuan.

Di sisi lain, anak-anak akan merasa kesepian tanpa sosok ayah. Peran ayah sangat penting. Sedangkan, tingkat fatherless di Indonesia sedang tinggi-tingginya. Bukan hanya tidak terlibat secara ruang dan waktu, ketidakhadiran sosok ayah ternyata turut memengaruhi kondisi psikis dan psikologis seorang anak.

Para anak yang terbiasa tidak memiliki figur ayah dalam hidupnya biasanya berujung merasakan father hunger. Father hunger atau kelaparan akan sosok ayah menyebabkan para anak mengalihkan kebutuhannya tersebut kepada hal lain sebagai pelampiasan. Di mana kenyataannya, pengalihan tersebut justru menyebabkan masalah baru yang membahayakan.

Kelaparan akan sosok ayah sendiri mengakibatkan kondisi psikologis anak menjadi tidak matang. Tidak matangnya kondisi psikologis anak menyebabkan anak memiliki self-esteem atau penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Selain itu, anak juga lebih mudah takut dan cemas, tidak merasa aman baik secara psikologis maupun psikis, penyimpangan seksual, gangguan kejiwaan, hingga kenakalan remaja.

Bayangkan dari segi sosial anak itu yang pastinya sangat mungkin menjadi target bullying di lingkungannya, sehingga mengganggu psikologi sang anak. Selain itu, bagi teman-teman muslim yang ingin menikah akan kesulitan karena walinya tidak jelas. Ditambah, beberapa hal dalam sistem administrasi membutuhkan data orang tua laki-laki.

Naomi memang tidak mengalami hal itu, syukurnya ia memiliki keluarga yang lengkap. Namun, lingkungannya tidak. Banyak orang telah ditemui, bahkan kini sahabatnya sendiri telah menjadi salah satu korban dari keegoisan pria.

Di sisi lain, kekerasan juga lebih banyak dilakukan. Bukan ini menyuarakan feminisme di sini. Sama sekali tidak, hanya berdasarkan data riset yang telah dilakukan, bahkan hampir di seluruh dunia, kenyataan memang dominan dilakukan oleh pria terhadap perempuan dan anak-anak. Jika tidak bisa menjadi orang baik bagi sekitar, setidaknya baiklah pada keluarga sendiri.

"Sebagian laki-laki emang gitu, ya, Mas? Enak jidatnya?" Naomi menyeletuk tiba-tiba saat ia dan Boas tengah berbaring di atas matras camping.

Boas yang memejamkan mata seketika membuka mata. "Huh?"

"Enggak punya rasa tanggungjawab? Even bersalah gitu?" Tanya Naomi kembali, tidak menjawab pertanyaan Boas.

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Boas kembali bersuara. "Dalam konteks apa?"

"Semua hal."

Boas bingung sekarang, apa yang harus ia lakukan dan ucapkan kepada Naomi agar mood wanita itu tidak semakin buruk. Entah mengapa sejak meletakkan ponselnya dan berbaring, Naomi tampak diam dan memikirkan sesuatu yang sangat penting.

"Ya, spesifik dulu."

Naomi menghela napas."Terhadap sperma yang mereka hambur gitu saja, padahal dunia sudah secanggih ini tapi tidak menggunakan alat kontrasepsi?" Wanita itu berdecak kesal, lalu melanjutkan perkataannya. "Padahal having sex dilakukan atas dasar mau sama mau, than, why only satu pihak aja yang bertanggung jawab? Bukannya tanggungjawab harus juga berdasarkan mau sama mau?"

Boas tidak menyangka Naomi akan blak-blakan mengutarakan isi kepalanya. Namun mengabaikan semua itu, ia fokus pada inti dari isi kepala Naomi.

"Bajingan memang. Saya juga benci dengan pria seperti itu. Tapi semua enggak bisa diubah kan? Yang bisa dilakukan ya, menerima dan berusaha untuk tidak melakukan hal yang sama seperti orang-orang tidak bertanggung jawab itu." Boas berusaha memberikan tanggapannya.

"I know! Tapi kenapa mereka ngelakuin itu?" tanya Naomi, kembali menekankan apa yang ingin ia tanyakan.

"Banyak hal. Finansial, sosial budaya yang masih berpatokan pada patriarki, ketidakpastian mental. Tapi terlepas dari semua itu, tindakan mereka yang melepaskan tanggung jawab atas apa yang mereka perbuat adalah kesalahan besar."

"Odette hamil, Mas." Naomi memejamkan mata. "Dia enggak tau bajingan siapa yang melakukan itu!"

Boas terdiam seribu bahasa. Butuh beberapa saat untuk memahami apa yang Naomi maksud.

"Bilang sama Odette, dia enggak sendiri. Ada kita buat menemani dia."

"Tapi kasian anaknya, Mas. Anaknya bakal menanggung banyak hal." Naomi mengutarakan kegusaran lainya.

"Kita bakal cari jalan tengahnya gimana. Kamu tenang dulu."

Boas menarik Naomi untuk berbaring lebih dekat dengannya. Naomi yang lagi resah dengan kenyataan pahit yang dihadapinya hanya pasrah ketika Boas memeluk sambil tertidur di sampingnya.

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top