Bab 1 Serigala Besar
Terlihat seorang gadis berperawakan tinggi bak model, dengan rambut panjang berwarna pirang. Dia tengah berdiri dengan wajah kebingungan di dalam hutan lebat yang menyeramkan.
Mata hijau itu terlihat meneliti segala sisi hutan dengan sorot bingung dan ketakutan. Gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi sebelum dia terdampar di hutan gelap ini.
Berkali-kali gadis itu mengusap-usap lengan putihnya yang sedikit memerah karena kedinginan. Dia masih terus berusaha mencari jalan keluar yang bahkan tidak tahu ke mana tujuannya nanti.
Kini, gadis berambut pirang itu tengah berjalan dengan penuh kebingungan. Siapa yang tidak bingung jika tiba-tiba berada di tengah hutan antah berantah. Menggunakan dres pendek yang lebih cocok untuk gaun tidur dan tanpa alas kaki.
Dia bernama Araya. Araya terus berjalan walau sesekali kaki mulusnya tergores ranting. Namun, semakin dia berjalan justru semakin tersesat. Hingga akhirnya gadis itu memutuskan untuk berhenti sejenak karena dia benar-benar kelelahan.
"Apa ini adalah akhirku?" gumam Araya sambil terduduk di bawah pohon yang cukup rindang.
Matahari kini sudah tepat di atas kepala, membuat tenggorokan yang sudah kering bertambah kering. Gadis itu sangat membutuhkan minum. Araya tidak habis pikir, entah dosa apa yang telah diperbuat di masa lalu, hingga sekarang harus menderita seperti ini.
Dres selutut berwarna putih yang Araya kenakan sudah tidak lagi bersih, karena banyak lumpur yang menempel. Hal itu disebabkan karena gadis itu beberapakali terjatuh saat menelusuri hutan.
Setelah dirasa cukup istirahat, Araya memutuskan untuk kembali melanjutkan mencari jalan keluar. Meski sebenarnya, gadis itu merasa kakinya sangat pegal seperti hendak terlepas.
Araya berdiri, melihat ke depan, kanan, kiri, dan belakangnya, semua sama. Pepohonan tinggi menjulang dan rindang, bahkan semak-semaknya juga setinggi dada.
Mata gadis itu memerah. Bulis-bulir kesedihan perlahan membanjiri pipi. Araya merasa sangat takut dan juga bingung.
Bayang-bayang buruk yang bisa saja terjadi, kini memenuhi pikiran Araya, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Sesekali gadis itu juga mengusap tengkuknya, merasakan bulu kuduk yang meremang.
Suara seperti ranting yang terinjak mengejutkan Araya. Suara itu berasal dari balik semak yang ada di belakang gadis itu. Hal itu membuat Araya semakin ingin mati saja agar tidak merasa takut.
"S-suara apa itu?" gumam Araya sambil berbalik melihat ke arah semak yang bergoyang. "Kalau itu binatang buas, atau ular raksasa bagaimana?"
Dia memutuskan untuk cepat-cepat pergi dari sana, dan memilih melewati pepohonan sebelah kanan. Namun, sepertinya nasib baik belum berpihak pada Araya. Karena, yang dilihatnya masih sama saja, pohon tinggi dan semak belukar.
Araya tidak menyerah, dia terus berjalan, mencari jalan keluar, seraya terus memanjatkan doa, "Semoga nasib baik masih berpihak padaku.”
Embusan napas kasar terdengar. “Jika memang aku ditakdirkan mati di sini, bukan kah itu sangat menyedihkan, Tuhan?”
Sudah tak terhitung berapa jauh gadis itu berjalan. Bahkan kakinya terasa sangat pegal sekarang. Dan hasilnya masih sama, dia masih tersesat, perjalanannya sedari tadi seolah sia-sia. Nyatanya, Araya seperti hanya berputar-putar dan kembali ke tempat awal.
"Huh, sekarang aku pasrah! Jika memang aku harus mati di sini dengan keadaan yang mengenaskan. Aku sudah menyerah, Tuhan. Aku lelah dipermainkan olehmu!" gerutu Araya yang sudah putus asa.
Araya kembali berhenti, dia sudah pasrah dengan nasibnya. Gadis itu sudah menyerah untuk mencari jalan keluar. Dia lebih memilih duduk di bawah pohon. Entah menanti pangeran negeri dongeng untuk menjemputnya, atau sebuah kematian.
Gadis itu mendongak menatap langit, berharap ada seseorang yang datang dari sana untuk menolongnya. Hingga tiba-tiba dia kembali mendengar suara patahan seperti ranting yang terinjak, dari semak-semak.
Araya yakin suara itu berasa dari semak-semak di balik pohon, di mana gadis itu tengah duduk. Araya memberanikan diri untuk berjalan mengitari pohon, guna mencaritahu siapa atau apa yang ada di balik semak.
Mata hijau itu mengamati semak-semak yang terus bergoyang. Hingga tiba-tiba sesosok serigala yang sangat besar melompat dan mendarat tidak jauh dari Araya.
Tubuh Araya membeku seketika. Mata hijaunya menatap tidak percaya dan penuh ketakutan pada hewan buas di hadapannya.
Bulu lebat berwarna cokelat dengan corak hitam dan putih di area leher, membuat serigala tersebut terlihat seperti pimpinan kawanan. Araya ingin lari, tetapi tubuhnya berkata lain.
Serigala itu memiliki ukuran di atas rata-rata, bahkan hewan tersebut lebih tinggi daripada Araya. Serigala itu kini berada di depan Araya. Matanya yang berwarna merah terus menatap gadis itu dengan sorot yang sulit dimengerti.
Hewan tersebut terlihat sangat senang seolah-olah baru menemukan sesuatu yang berharga. Namun, bukankah makanan termasuk hal berharga? Pantas bukan, jika serigala itu senang ketika menemukan Araya?
Saat Araya sadar dari keterkejutannya, dia mulai panik dan mundur beberapa langkah. Namun naas, kakinya tersandung akar pohon yang tumbuh keluar tanah.
Araya jatuh terduduk, dengan napas memburu. Sekarang dia mulai menyesali perkataannya tadi. Dia menyesal telah meminta kematian kepada Tuhan.
"Ya Tuhan, apa kau benar-benar mengirim hewan ini untuk membunuhku? Aku belum ingin mati sekarang," gumam Araya sambil berusaha menyeret tubuhnya mundur.
Sedangkan serigala di depannya terus melihat dengan tatapan yang tidak teralihkan sedetik pun dari Araya. Seolah-olah Araya adalah sosok yang sudah lama dinantikan kehadirannya oleh sang serigala.
Serigala itu mulai melangkah maju. Hal itu sukses membuat Araya semakin ketakutan. Debaran jantung gadis itu bahkan mungkin bisa didengar oleh sang serigala.
Araya berusaha bangkit, tetapi sayang kakinya benar-benar sakit, karena sepertinya dia terkilir. Akhirnya gadis itu kembali jatuh terduduk.
Suara geraman terdengar kala Araya kembali jatuh dan meringis kesakitan. Rasa sakit Araya seolah-olah adalah hal yang tidak disukai oleh hewan pemburu tersebut.
Saat Araya masih kembali berusaha bangkit, tiba-tiba serigala itu melompat, menerjang tubuh ramping gadis itu. Hewan buas tersebut mengurung Araya dengan keempat kaki dan tubuhnya yang besar.
Kini Araya benar-benar pasrah dengan hidupnya. Tuhan, jika memang serigala ini akan membunuhku, tolong buat aku tidak merasakan sakit.
Serigala itu mendekatkan moncongnya kepada Araya. Hal itu membuat sang gadis memejamkan mata begitu erat. Namun, bukan sebuah gigitan yang dirasakan Araya. Serigala tersebut justru mengendus-endus ceruk leher gadis itu.
Araya tidak mengerti dengan apa yang dilakukan sang serigala. Gadis itu tetap memejamkan mata dan tubuhnya bergetar hebat ketakutan. Penampilannya yang memang sudah berantakan terlihat semakin mengenaskan.
Jilatan sang serigala pada pipinya justru membuat Araya semakin ketakutan. Apa begini cara serigala makan? Apa mereka akan membuat mangsanya mati ketakutan baru kemudian melahapnya? Jika, iya, cepat cabut nyawaku, Tuhan.
Suara geraman terdengar dan membuat Araya meneteskan air mata. Kenapa serigala ini tidak langsung menggigitku saja? Bukankah dia berniat memakanku? Kenapa hanya menggeram dan menjilati kulitku?
Lagi dan lagi, hanya suara geraman kembali terdengar. Seolah-olah serigala tersebut merasa marah karena mendengar suara batin dari Araya.
Berada dalam kungkungan serigala besar benar-benar membuat jantungnya bekerja dengan ekstra. Bukan hanya itu, otak Araya bahkan seolah tak berfungsi. Bukan kah seharusnya dia bisa melawan dan melarikan diri?
Namun nyatanya, Araya tetap pasrah berbaring di tanah lembab itu. Dia tak beranjak dari kungkungan sang serigala yang sebenarnya memiliki celah.
Tubuh Araya seolah telah mematung. Hanya diam dan terus menanti sebuah kematian yang tak kunjung menjemputnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top