Part 9

Publish on : Minggu, 22 Maret 2020 [21.54]


BEAUTIFUL GHOST

***

"Jenny!"

Seorang gadis cantik dengan tubuh semampai menoleh. Iris matanya berwarna abu-abu, dengan bulu mata lentik yang melebar senang melihat kedatangan kembaran beserta sahabatnya.

Jeno menyikut lengan Antares berulang kali, mengode pria jutek itu untuk bersikap terkejut akan kehadiran Jenny. Sementara Antares mengerutkan keningnya, tak paham mengapa sedari tadi Jeno menyenggol lengannya. Melihat itu Aluna menghela nafasnya panjang. Tidak sadarkah Jeno bahwa sahabatnya itu manusia yang tidak memiliki tingkat kepekaan tinggi? Sampai mengode dengan jungkir balikpun, Antares tak akan paham.

"Lo pura-pura terkejut aja, Res. Si Jeno ngode lo buat kelihatan kaget karena ada Jenny di situ," ujar Aluna menggurui Antares.

Antares mengangguk mengerti. Namun ia kini kembali bingung, bagaimana ekspresi orang yang terkejut?

Sampailah Jenny di hadapan mereka berdua, eh bertiga, "Surprise!" pekiknya senang lalu memeluk Antares. Sementara kembarannya, alias Jeno Aldino diabaikan. Jeno mengelus dadanya sabar, ia sudah kebal diacuhkan.

Jenny melepas pelukannya itu, ia memiringkan wajahnya, "Kamu gak kaget, An?" tanyanya heran. Diam-diam Jeno meringis. Jangan sampai kembarannya tahu bahwa ia membeberkan kejutannya itu kepada Antares.

"Iya, gue kaget." Antares menjawabnya datar, tanpa ekspresi. Aluna menepuk jidatnya pelan.

Dasar manusia talenan!

Jenny tak perduli dengan jawaban Antares, ia merangkul lengan sahabatnya itu dan melangkah meninggalkan Jeno beserta kopernya. Ah ya, jangan lupakan Aluna yang sedang menggerutu kesal.

"Main comot aja! Dikiranya Antares patung manekin apa?" gumamnya dengan wajah tertekuk. Ia pun memutuskan untuk menghilang dari sana, tak perduli pada Jeno yang tengah meratapi nasib malangnya.

***

Sesuai permintaan Jenny, mereka langsung menuju sekolah. Bahkan turun dari bandara Jenny sudah berganti pakaian menjadi seragam SMA Mahatma. Tidak perduli kembarannya melarang untuk masuk sekolah hari ini. Jenny memang keras kepala.

"Jen, mending kita balik aja ya? Lo baru turun dari pesawat loh kalo lupa," ujar Jeno mencoba sabar menghadapi adik 6 menitnya itu.

"Tanggung, Jeno. Lagian gue udah gak sabar buat masuk ke sekolah."

"Emang lo udah tahu masuk kelas apa?"

"Udah dong. Papa udah urus semuanya, dan gue sekelas sama Antares. Mantep gak tuh?" Jenny tertawa. Tawa yang anggun. Mengingatkan Antares pada tawa Aluna yang tidak tahu malu, berbeda sekali. Ngomong-ngomong, dimana hantu narsis itu?

"Kita sampai." Jeno memarkirkan mobilnya. Ia sudah seperti sopir sekarang. Antares dan Jenny duduk di bangku belakang, itu permintaan Jenny dengan alasan ia masih merindukan Antares. Sementara Jeno harus duduk sendirian di depan, menyupir.

Jenny bergegas turun, diikuti oleh Antares dan Jeno.

"Jeno, lo kelas berapa?" tanya Jenny polos. Sedangkan Jeno memasang wajah konyol, merasa tersakiti.

"Lo bahkan gak tahu ruang kelas kembaran lo sendiri, Jen? Sungguh, itu menyakitkan." Jenny menggeplak kepala Jeno pelan, "Muka lo tambah jelek, Bang!"

Jeno mengelus-elus kepalanya, "Gue kelas XI IPA 4. Lain kali kalau mau mukul kira-kira dulu dong. Tubuh lo emang kurus kek kurcaci, tapi tenaga lo itu kuli. Sakit nih pala gue."

Jenny melotot marah, "Mau gue geplak lagi?"

"Ampun, Ndoro!" Jeno menyatukan kedua tangannya, ia lalu bergegas menuju kelas tercinta.

"An, titip kembaran gue! Kalau nakal, tinggalin aja!" ujarnya setengah berteriak pada Antares yang sedari tadi hanya diam. Tanpa menyahut, pria itu mengacungkan jempolnya.

"Dasar kembaran laknat!" gerutu Jenny pelan.

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor, bersama siswa lainnya yang menatap Jenny penasaran. Mungkin karena Jenny adalah anak baru di sini.

"An, kabar Bunda Maryam gimana? Beberapa hari lalu aku denger dari Jeno beliau abis kecelakaan." tanya Jenny, ia tak tahan pada situasi canggung mereka. Biasanya Jenny akan langsung nyerocos pada Antares, tapi kini tidak. Entah kenapa Jenny merasa Antares lebih jutek dari 2 tahun yang lalu.

"Baik."

Tuh kan. Jenny memutar otaknya cepat, memikiran topik apa yang cocok untuk berbincang dengan sahabatnya ini.

"Gimana sama Bang Eros? Kamu sama dia udah baikan?"

Langkah kaki Antares terhenti. Ia memandang Jenny datar. Jenny sampai ngeri melihat rahang tegas pria itu. Sepertinya ia salah mengambil topik. Terlihat dari buku-buku tangan Antares yang mengepal tanpa sadar.

Jenny menatapnya ragu, "An?"

"Berhenti bicara tentang dia."

Jenny merasa atmosfer disekitarnya menipis. Ia sampai menahan nafasnya sedari tadi. Tatapan tajam Antares benar-benar membuat nyalinya menciut, itu mengerikan. Ia tak pernah melihat Antares seperti ini sebelumnya.

"A-aku minta maaf." Jenny menunduk, merutuki dirinya sendiri yang asal ceplos hingga pertanyaan keramat itu keluar.

Antares menghela nafasnya panjang, mencoba mengontrol emosinya. Mendengar nama tadi disebut, entah kenapa amarah langsung menguasai dirinya. Antares benci ini. Ia memilih untuk melanjutkan perjalanannya tanpa memerdulikan Jenny.

Jenny menggigit bibir bawahnya kuat. Lama kelamaan dia bisa beku menghadapi sikap dingin Antares. Oke, itu memang terdengar berlebihan. Tapi dia benar-benar merasakan aura menyeramkan Antares, membuatnya sampai berkeringat dingin.

Mencoba untuk menghilangkan ketegangannya, Jenny memutuskan untuk segera menyusul Antares ke dalam kelas. Ia tidak boleh terlambat di hari pertamanya sekolah.

***

"Lo dari mana?" Pertanyaan itu sukses meluncur dari bibir Antares ketika melihat Aluna sudah duduk anteng di kursi.

"Gue dari tadi di sini. Lo kelamaan, padahal lo pake mobil sementara gue gak pake kendaraan apapun," ucap Aluna sok polos.

"Lo ngilang, bego!" desis Antares pelan. Sepertinya amarahnya terhadap pertanyaan Jenny tadi masih ada. Aluna hanya terkekeh pelan mendengarnya.

Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Jenny yang menuju ke arahnya. Hmmm, sepertinya kursi Aluna akan berpindah kekuasaan. Sebelum Jenny menghempaskan bokongnya di samping Antares, buru-buru Aluna bangkit dari duduknya. Ia mengusap dada, hampir saja tadi ketiban tubuh Jenny.

"Antares, aku duduk di sini ya?" izin gadis itu. Tanpa sadar Aluna memutar bola matanya. Untuk apa izin jika Jenny saja sudah duduk tenang seperti itu?

Sekilas Antares melirik Aluna yang menekuk wajahnya, nampak kesal. Sesekali ia mendapati hantu itu menggerutu pelan, tidak rela kursinya direbut orang.

"Berdiri."

"Hah?" Jenny tidak mengerti maksud ucapan Antares. Salahkan pria itu yang berkata setengah-setengah.

"Berdiri dan duduk di belakang. Kursi lo di situ," ucap Antares memperjelas. Namun Jenny masih tidak paham.

"Tapi bangku ini juga kosong kan?"

"Bangku itu ada penunggunya. Lo yakin tetep duduk di situ?" tanya Antares santai. Sementara Aluna diam-diam menyaksikan perdebatan mereka. Wajah Jenny nampak pucat, gadis itu tidak suka hal-hal berbau mistis.

"Kamu bercanda kan? Aku gak percaya."

"Sejak kapan gue bercanda?" Telak. Jenny langsung meraih tasnya dan berpindah tempat, di belakang Antares. Sedangkan Aluna melongo.

"Hebat banget lo bohongnya," pujinya pada Antares.

"Gue gak bohong," ujar Antares singkat.

"Jangan pura-pura deh. Gue tadi denger lo bilang kursi ini ada penunggunya. Padahal gak ada," sanggah Aluna.

"Itu kenyataan. Lo penunggunya, jangan lupa kalo lo itu hantu." Sesantai itu Antares mengucapkannya.

Sedangkan Aluna menghempaskan bokongnya kasar ke kursi dengan wajah tertekuk, lagi.

***

To be continued ...

[Aluna Putri]

[Antares Dewanggara]

:*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top