Part 5
Publish on : Minggu, 23 Februari 2020 [18.47]
BEAUTIFUL GHOST
***
"Lo bawa hantu ke rumah gue?" tanya Jeno dengan ekspresi keterkejutannya.
Antares hanya mengangguk santai.
Jeno langsung mengacak-acak rambutnya frustasi lalu terduduk lesu di atas kasur king size miliknya.
Ujian apa lagi yang Engkau berikan kepada Jeno si imut ini, Ya Allah?
"Berapa banyak?"
"Satu."
Jeno mengangguk-anggukkan kepalanya. Untung cuman satu hantu. Jeno khawatir Antares akan membawa banyak hantu ke rumahnya. Pasalnya, dulu Antares pernah membawa tiga hantu. Dan yang terjadi?
Jeno menggeleng-gelengkan kepalanya kuat. Sungguh, hari itu adalah hari termenyeramkan yang pernah ia lalui.
"Gimana wujudnya?" tanyanya penasaran pada Antares.
Sekilas, pria jutek itu melirik ke arah Aluna yang tengah berdiri dengan menggendong tangan melihat lukisan-lukisan di dinding kamar Jeno.
"Jelek."
Jeno mengerutkan keningnya. Lalu kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya saat ia berhasil mengartikan kata jelek yang dimaksud oleh sahabatnya itu.
Mungkin menurut Antares, jelek adalah padanan kata dari mengerikan.
"Semengerikan itu?" Jeno bergidik ngeri membayangkan hantu yang dibawa Antares. Mungkinkan genderuwo? atau kuntilanak? jangan-jangan pocong lagi?
Kini giliran Antares yang bingung, "Sejak kapan Aluna mengerikan?"
"Aluna?"
"Namanya Aluna. Menurut gue, mukanya jelek. Gak tau kalau dari sudut pandang lo. Dan ya, dia sama sekali gak mengerikan. Tapi menyebalkan." Aluna yang mendengar kalimat itu hanya memberikan pelototan matanya pada Antares.
"Oh, berarti cantik banget dong." Jeno menyimpulkan demikian. Pasalnya ia pernah memperlihatkan foto seorang artis Korea yang sangat cantik pada Antares. Namun, Antares justru menjawab,
"Biasa aja."
Ya, lumayan.
Antares menggelengkan kepalanya saat tiba-tiba hatinya mengatakan kalimat itu. Ia kembali melihat Aluna yang ternyata sekarang sudah ada di depannya.
"Gak usah ghibahin gue. Gimana sama rencananya? Lo udah nemu?" tanya gadis itu.
Antares kembali menggelengkan kepalanya. Melihat itu, Aluna menghela nafas lelah.
***
Adam membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia memejamkan matanya sejenak, mencoba untuk menghilangkan semua hal yang mengganggu pikirannya.
Bau lavender itu ...
Bagaimana bisa Adam merasakannya? Sungguh, Adam sangat mengenali bau tersebut. Itu mengingatkannya pada seseorang yang ia sayangi.
Adam menghela nafasnya panjang. Ia kemudian bangkit dari posisinya kemudian mengambil ponsel dari atas nakas. Adam menyalakan ponselnya hingga menampilkan foto seorang gadis cantik sedang duduk di atas ayunan sebuah taman.
Adam menuju ikon kontak. Ia menekan dua belas digit yang sudah dihafalnya di luar kepala. Lalu mulai menghubungi nomor itu.
Terdengar bunyi tut ... tut ... tut .... Hingga akhirnya panggilan tersebut dijawab.
"Siapkan mobil untukku sekarang! Aku akan ke rumah sakit."
Adam memutuskan panggilan itu sepihak. Ia melempar ponselnya asal lalu membuka lemari dan memilih kemeja yang akan dikenakannya malam ini.
***
"Lo mau ke rumah sakit?" tanya Aluna di samping Antares.
"Gue ke rumah. Nyokap udah dibolehin pulang kemarin," ujar Antares tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan malam.
Aluna mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tiba langkahnya terhenti di depan sebuah butik. Ia memandang sebuah gaun berwarna merah maroon yang tergantung indah membalut tubuh sebuah patung.
Gaun itu ...
Flash!!!
"Maafin gue." Aluna menangis tersedu-sedu.
Sementara itu, gadis bergaun maroon di depannya tersenyum miris. Ia mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air mata di balik topeng emas yang dikenakannya.
"Terlambat, Lun. Hati gue udah terlanjur sakit karena lo. Kenapa, Lun? Kenapa?!" Makin lama, gadis bergaun maroon itu semakin menjerit.
Aluna menundukkan kepalanya, "Apa yang harus gue lakuin untuk menebus semuanya?"
"Mati. Bisa?"
Antares menoleh ke samping. Ia tak menemukan Aluna. Lalu kemudian pria itu berbalik dan mendapati Aluna tertinggal olehnya. Antares berdecak, ia kemudian menghampiri Aluna yang terlihat melamun di depan sebuah butik dengan tatapan memandang ke arah gaun berwarna merah maroon.
"Aluna?"
"Ah ya?" Aluna terlihat terkejut. Ia lalu memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.
Melihat itu, Antares mengerutkan keningnya lalu melangkah mendekat.
"Kenapa?"
"Gak tau. Tiba-tiba gue ngerasa pusing, aduh!" Aluna mengusap hidungnya. Terdapat setetes darah yang keluar. Ia melotot.
"HUAAA!!! GUE KENAPA?!" Ia menjerit panik sambil mengangkat tangannya ke arah Antares, menunjukkan darah tersebut.
Antares memutar bola matanya, "Gak usah lebay. Lo udah mati juga."
Jleb banget kalo Ares ngomong.
Aluna mengerucutkan bibirnya. Antares berdecak, ia kemudian melepas jas almameter SMA Permata yang berwarna merah lalu menyampirkannya di pundak Aluna.
"Gak usah bawel. Cepetan jalannya," ujar Antares datar.
Aluna berdehem, "Lo kali yang lambat. Gue mah gampang, bisa langsung ngilang."
"Terserah."
Aluna terkikik geli.
***
Pukul 22.00 WIB.
Aluna berjongkok di belakang rumah Antares yang sederhana. Hujan turun dengan derasnya membawa angin malam yang turut mendinginkan suasana. Pun bunyi-bunyi jangkrik yang tak lagi terdengar. Digantikan oleh alunan yang terbentuk dari nada yang hujan berikan.
Aluna tak menyukai situasi ini.
Pasalnya, ia akan menangis di bawah guyuran hujan dengan posisi berjongkok. Menenggelamkan kepalanya hingga rambut coklat kemerahan yang mencapai pinggangnya itu berhasil menutupi wajahnya. Melipat kedua tangan di atas lutut hingga suara isakan tangis meluncur dari mulutnya.
Ya, Aluna menangis. Penyebabnya? Entahlah, bahkan Aluna tak tau alasan mengapa ia sering menangis seorang diri dengan berjongkok di bawah hujan. Jujur, Aluna tak menyukai hal ini. Tubuhnya seakan bergerak sendiri tanpa mau mendengarkan hati dan logikanya yang menolak.
Sementara itu, Antares berdiri di pintu sambil bersidekap dada melihat tingkah aneh Aluna. Apalagi yang hantu aneh itu lakukan?
Sudah hampir satu jam Antares memerhatikan Aluna melakukan hal itu. Menangis di bawah derasnya hujan. Antares tak habis pikir dengan Aluna. Awalnya Aluna memohon padanya untuk tinggal di rumahnya. Tentu saja, Antares menolak permohonan itu dengan keras. Ia tak mau menjadikan rumahnya sebagai tempat berpenghuninya para hantu. Cukup hantu kamar mandi di samping rumahnya yang cukup mengerikan dan tak pernah bisa Antares usir. Biarkan hantu itu menempati kamar mandi tua yang sudah tak terpakai tersebut dan menganggapnya rumah sendiri. Antares ikhlas.
Tapi, penolakan Antares tak membuahkan hasil. Aluna terus memohon padanya sampai memaksa dan mengancam akan membuang gantungan kunci Aurora yang sampai saat ini masih berada di genggaman Aluna. Argh, Antares bisa gila jika ia terus-terusan berurusan dengan Aluna.
Sekilas Antares melirik jam tangan hitamnya.
Sudah cukup! Antares tak perduli lagi dengan hantu itu. Ngapain juga dirinya sedari tadi diam dengan tangan terlipat sambil memerhatikan ulah aneh Aluna?
Antares mendengus, ia lalu memasuki rumah. Meninggalkan Aluna seorang diri, masih menekuni tingkahnya bersama hujan.
Gue kenapa?
Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dalam benak Aluna. Sungguh, Aluna sangat penasaran dengan alasan mengapa dirinya sering menangis seperti ini. Apa di kehidupan yang pernah ia jalani semasa di dunia, Aluna pernah memiliki kenanagan tragis bersama hujan?
Atau jangan-jangan Aluna mati karena hujan?
Ah, tidak mungkin. Aluna kan mati karena dibunuh oleh gadis bergaun maroon itu.
Tiba-tiba Aluna tak lagi merasakan tetesan air hujan mengguyur tubuhnya. Ia mendongak, mendapati Antares yang berdiri di depannya dengan membawa payung berwarna merah muda.
"Masuk rumah," tukas Antares datar.
Aluna semakin menangis, "Gue gak bisa."
"Kenapa?"
"Gak tau, hiks ... Gue gak bisa berdiri," keluh Aluna meratapi dirinya sendiri.
"Semuanya seakan terkontrol. Gue bahkan gak bisa berhenti menangis dan menggerakkan kaki. Pegel banget tau!" curhat Aluna.
Antares memutar bola matanya, "Ya udah."
"Lo gak pergi?"
"Kebetulan gue lagi pengin di luar."
Aluna hanya menganggukkan kepalanya meskipun merasa aneh dengan jawaban Antares. Tapi ia memilih tak perduli dan kembali menangis tanpa sebab.
Keduanya diselimuti dalam hening. Hanya tangisan Aluna dan derasnya hujan yang mengiringi suasana malam itu.
***
To be continued ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top