Part 16
Publish on : Minggu, 10 Mei 2020 [22.55]
BEAUTIFUL GHOST
.
"Pada tatapanmu yang tajam, yang selalu berhasil merenggut separuh warasku."
.
⬇⬇⬇
Antares dan Jeno sampai di lokasi camping, begitu juga dengan Aluna yang sedari tadi mengekor di belakang kedua pria itu. Di depan sana, nampak Pak Jaka kewalahan menghadapi siswa-siswi yang tengah mengacau. Tidak banyak, ada sekitar 4 orang. Selebihnya sudah disembuhkan oleh seorang kiai yang dipanggil Pak Jaka, ada yang pingsan, ada pula yang merasa pusing dan dibawa ke tenda. Anak-anak lain ketakutan, Pak Jaka menghimbau kepada mereka semua untuk segera masuk ke dalam tenda.
"Ada aura jahat di sini," bisik Aluna. Antares yang mendengarnya mengangguk, dia juga sadar akan hal itu. Matanya menatap awas pada sosok hitam besar yang berdiri di bawah pohon.
"Gimana ini?" Jeno mondar-mandir ketakutan. Dia ingin segera ke tenda. Tapi dia harus melewati anak-anak yang kesurupan itu. Bagimana jika Pak Kiai gagal menyembuhkan lalu mereka justru menyerangnya? Atau yang lebih buruk, bagaimana jika Jeno ikut-ikutan kemasukan?
Membayangkan dirinya kesurupan membuat Jeno bergidik ngeri. Harusnya saat kondisi kacau akibat kesurupan tadi, ia tidak perlu berlarian mencari Antares. Harusnya Jeno langsung mengikuti Adam masuk ke dalam tenda.
"An, ngomong dong!" Jeno menatap kesal sahabatnya yang diam saja. Dia jadi takut jika Antares ikut kerasukan.
"Lo masuk ke tenda aja," ujar Antares. Jeno menepuk jidatnya.
"Niatnya juga gitu. Tapi gimana gue lewatin mereka coba?" Ia menunjuk kerumunan yang kacau di depannya itu. Terlihat Pak Jaka mengusap rambutnya frustasi, kewalahan mengurus anak didiknya yang kesurupan tersebut.
"Ya tinggal lewat aja."
"Tinggal lewat, your head! Kalau gue ikut kesurupan gimana?!" Rasanya Jeno ingin mencakar wajah tampan Antares, dia gregetan sendiri.
"Derita lo."
Golok mana golok?!
Aluna hampir tertawa melihat wajah khawatir Jeno berganti menjadi masam. Pria itu bergumam mengumpati Antares sambil melirik sinis.
"Res, apa kita perlu turun tangan?" Gadis itu bertanya. Ia menatap Antares menunggu jawaban.
"Lo emang bisa?" Aluna mengangguk.
"Hah? Bisa apa?" Jeno bertanya bingung. Aneh ini si Antares, dia 'kan tadi tidak bertanya apa pun.
Antares menghela napas, "Diem. Gue gak lagi ngomong sama lo."
Decihan lolos dari bibir Jeno. Pria itu tiba-tiba menggaruk tengkuknya yang merinding. Udara malam di tengah hutan seperti ini sungguh membuat suasana semakin menyeramkan. Jeno merasa ada yang mengawasinya.
"Udah sana lo balik ke tenda."
"Terus lo?"
"Gue masih harus bantu Pak Jaka." Antares melirik gurunya yang masih kelabakan mengurus mereka. "Kasihan dia."
Jeno berkedip, "Tapi lo harus bantu gue lewatin mereka!"
"Lo lari aja kek, lagian gak ada yang mau masuk ke tubuh lo." Sungguh, Jeno hampir kelabasan menggeplak wajah Antares.
Kekesalannya bertambah saat Antares melangkah pergi mendekati kerumunan itu, bibirnya jadi terus-terusan mengomel tanpa jeda. Niatnya menyusul Antares, tapi saat dia tahu tempat yang akan dituju sahabatnya itu, Jeno lebih memilih berjalan cepat menuju tenda.
Semoga gak kemasukan.
Aluna dan Antares memperhatikan seorang murid bernama Tejo yang tengah berteriak sambil melototkan mata. Sebenarnya nama aslinya adalah Theo Joshua. Entah kenapa bisa dipelesetin jadi Tejo. Terlihat seorang kakek tua berpeci tengah bergumam dengan tangan mengarah pada Tejo.
"Antares, kamu ngapain di sini?!" Pak Jaka memekik melihat pemuda itu, agak lebay emang. Beliau mendorong bahu Antares, "Sana-sana, jangan ke sini. Bapak lagi sibuk! Kepala Bapak pusing, lebih baik kamu ke tenda!"
"Saya mau membantu, Pak."
Pak Jaka tersentak lantas tertawa kecil, "Bantu doa saja ya di tenda. Bapak akan mengurus ini."
"Tidak, Pak. Saya bisa mengeluarkan mereka." Antares tetap bersikukuh untuk membantu gurunya itu.
Pak Jaka terlihat bimbang, "Kamu bisa melakukannya?" Lantas Antares membalasnya dengan anggukan.
"Baiklah baiklah. Pak Kiai masih mengurus si Tejo. Bapak tidak bisa melakukan apa pun. Kamu yakin bisa membantu?" Lagi, Antares mengangguk. Pak Jaka yang paham kebiasaan anak didiknya itu memilih untuk membiarkan Antares menangani salah satu murid yang kini menangis sambil memukul kepalanya sendiri.
"Gue ngurusin yang lainnya," ujar Aluna. Antares mengangguk, ia melirik sekilas gadis itu lantas beralih pada sosok hitam besar yang masih setia berdiri di bawah pohon, sama seperti tadi.
Antares kembali menatap Aluna, "Hati-hati."
***
Kesurupan massal yang terjadi kemarin malam membuat para murid ketakutan. Bahkan tak sedikit siswi yang menangis dan memaksa ingin pulang. Pak Jaka kewalahan, beliau akhirnya memutuskan untuk membatalkan acara pencarian jejak di hutan dan memilih untuk memulangkan anak-anak.
"Gila, ngeri banget sih semalam. Gak lagi-lagi gue mau camping di hutan." Suara berbisik itu tertangkap oleh telinga Aluna. Dia gak nguping loh ya. Emang dua cewek di depannya aja yang berbisik terlalu keras dan tidak menyadari ada Aluna di belakangnya.
Salah mereka sendiri tidak dapat melihat Aluna.
"Anta, semalam kamu kemana aja? Kok gak balik-balik dari toilet?" Pendengaran Aluna semakin menajam saat Jenny bertanya pada Antares.
"Cari angin," jawab Antares singkat.
"Angin kok dicari," celetuk Aluna. Tidak ada yang mendengar kecuali Antares yang meliriknya setelah ia mengatakan kalimat itu. Aluna hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Semalam ada yang kesurupan, terus tiba-tiba tambah banyak. Ngeri banget, An. Aku langsung ke tenda sama Tasya."
"Gak tanya tuh." Itu suara Aluna, bukan Antares.
"Aku takut banget, untungnya Pak Jaka cepet-cepet panggil kiai. Aku gak tahu gimana jadinya kalau gak ada penduduk di sekitar hutan itu."
Aluna memutar bola mata. Ia melirik ke sekitarnya, mereka masih menunggu bus datang. Pak Jaka terlihat tengah menelepon seseorang sambil sesekali mengomel. Di depannya sendiri ada dua gadis yang tadi bergosip. Antares dan Jenny masih mengobrol di sampingnya, meskipun yang terdengar hanya ocehan Jenny. Jeno tak kelihatan, kemungkinan besar lagi modus ke Salsa. Mysha duduk berbincang dengan Tasya, gak tahu ngomongin apa. Hanya Aluna yang berdiri diam tak punya teman.
Ah, ada Adam juga.
Aluna nyengir, "Nanti gue pas di bis nyender ke Adam aja ah, hihi ...." Ia memandangi wajah tampan yang sedang menunduk melihat layar gawai. "Gantengnya."
Antares tak lagi mendengarkan apa yang dibicarakan Jenny, pria itu justru melirik Aluna. "Yang ada lo kejungkal," bisiknya lirih. Untung Jenny gak denger.
Aluna berdecih pelan, "Gak akan."
Satu alis Antares kini terangkat, membuktikan pria itu tidak percaya dengan apa yang dikatakan Aluna.
"Anak-anak, cepat masuk bis!" Interupsi dari Pak Jaka mengakhiri interaksi mereka. Aluna berjalan duluan menembus barisan siswa dengan santai dan memasuki bis, duduk di pojok belakang, sama seperti posisinya saat berangkat kemarin.
Ia tersenyum lebar saat Adam berada di sebelahnya. Lidahnya terjulur keluar, meledek Antares yang duduk bersama Jenny di depan sana. Dan Antares hanya balas menatapnya tanpa minat.
Aluna melirik ke samping, bahu tegap Adam tampak nyata dan menggodanya untuk menyender di sana. Ia meneguk ludah, bibirnya komat-kamit berharap tidak kejungkal saat bersandar di situ.
"Aduh!"
Tapi takdir tidak merestuinya. Aluna harus menelan kenyataan bahwa kini ia menembus tubuh Adam, terjungkal dengan posisi menyamping. Ia meringis memegangi keningnya. Sedangkan di depan sana, Antares tertawa pelan. Sayangnya, Aluna tidak menyadari hal itu.
"Loh, An? Kok ketawa?" Jenny menatap Antares bingung. Padahal dari tadi dia masih terus bercerita tentang kesurupan massal semalam. Perasaan tidak ada yang lucu, deh.
Antares menahan tawanya, "Gak papa. Lucu aja."
Oke, Jenny makin bingung.
***
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top