Extra Part
Dipublikasikan pada: Minggu, 23 Agustus 2020
Beautiful Ghost
Now Playing | Love - LYn ft. HanHae
***
Terdengar bunyi melengking keras dari ruangan bernuansa putih itu. Beberapa perawat terlihat berdatangan dengan tergopoh-gopoh memasuki ruang ICU.
"Pasien terkena serangan jantung!"
Seorang perawat memeriksa monitor yang menampilkan gambar garis seperti gelombang. Lalu tangannya terampil memindahkan bantal di bawah kepala pasien. Seorang dokter datang bersama perawat lainnya.
"Serangan jantung? Periksa vitalnya!" Ia menekan dada pasien, mencoba untuk memberikan dorongan agar jantung pasien kembali berdetak. Namun sia-sia, hingga ia meraih sebuah alat yang terdiri dari kabel pacu lalu menempelkannya ke dada pasien. Alat tersebut tersambung pada komputer kecil yang menerima data sensor dan menunjukkan aktivitas jantung.
"Clear! Shoot!"
Ia terlihat menggosokkan kedua alat pacu jantung itu lalu kembali menempelkannya ke dada pasien. "Clear! Shoot!"
"Shoot!"
Terdengar bunyi melengking yang sangat panjang, memenuhi ruangan penuh alat dan obat-obatan tersebut. Hingga akhirnya suara itu menghilang digantikan oleh bunyi bersahutan yang menandakan detak jantung pasien kembali normal.
Kelopak dengan bulu mata lentik itu mulai terbuka, mengerjap sekali dan menyesuaikan cahaya yang ada di sekitarnya sebelum akhirnya terbuka sempurna.
"Pasien telah sadarkan diri! Selamat!"
***
1 tahun kemudian ....
Gundukan tanah yang tak lagi basah itu kini terhiasi oleh kelopak bunga. Seorang gadis berambut panjang dengan pakaian serba hitam mengelus nisan di hadapannya. Kenangan yang dulu pernah ia lalui bersama sahabatnya tak akan pernah pudar, dia akan selalu mengingat semua meski rasanya sakit.
"Sandra, gue kangen," gumamnya lirih. Matanya sembab, pipinya memerah. Memang selalu begini, ia akan menangis setiap mengunjungi makam sahabatnya.
"Lun, bokap lo nyariin." Suara berat seorang pria dengan kacamata hitam itu terdengar. Gadis bernama Aluna tersebut menatap Adam yang baru saja datang menghampirinya setelah tadinya mengangkat panggilan dari Hanindra.
"Gue masih mau di sini, Dam." Aluna berujar tanpa mengalihkan tatapannya dari nisan bertuliskan 'Sandra' itu.
"Tolong jangan gini lagi, Lun." Adam menghela napasnya. "Sandra udah tenang di sana."
"Gue masih ngerasa bersalah sama dia, Dam. Gue bukan sahabat yang baik buat Sandra." Setetes air mata kembali mengalir membasahi pipi Aluna. Setelah sadar dari koma satu tahun yang lalu, Aluna mendapatkan kabar bahwa Sandra meninggal dunia tepat satu minggu setelah ia sadarkan diri.
"Sandra tahu lo gak pernah punya niat buat nyakitin dia, jadi jangan ngerasa bersalah gitu, justru Sandra gak akan suka." Adam mendekati Aluna, ikut berjongkok di samping makam. "Gue juga kangen sama dia."
Aluna terdiam. Semenjak satu bulan yang lalu kembali ke Indonesia, ia selalu mengunjungi makam Sandra. Tak ada banyak hal yang bisa Aluna lakukan sekarang. Penyembuhan selama hampir satu tahun di Singapura membuatnya merindukan sosok sahabat yang tak lagi bisa ia lihat.
"Ayah bilang apa?" tanyanya pada Adam.
"Kita balik sekarang, ya? Om Hanindra udah nunggu di rumah. Ada yang mau beliau omongin sama lo. Tadinya lo mau dihubungin, tapi nomor lo gak aktif."
"Ah, ya, ponsel gue mati." Aluna menatap Adam, lantas tersenyum. Memang Sandra telah meninggalkan dunia ini, namun ia tak boleh berlarut dalam kesedihan terlalu lama. Ia masih memiliki mimpi untuk kehidupannya yang panjang.
"Ayo." Adam bangkit berdiri. "Kemungkinan besar besok lo udah boleh berangkat sekolah."
Mata Aluna membulat berbinar. "Gue udah boleh sekolah?" Adam mengangguk. "Di mana?"
"Sekolah gue."
***
"Jeno!!!"
"Astaga!" Mendengar suaranya dipanggil dengan begitu lantang, Jeno segera beranjak dari tempat duduknya dan menuju deret belakang. Ia bersembunyi di balik Thomas, sosok pemuda yang tumbuh ke samping.
"Lo ngapain di situ?" Itu suara Dita, memandang Jeno dengan ekspresi bingung. Pasalnya hari ini ia duduk dengan Thomas.
Jeno meletakkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh Dita untuk tutup mulut. "Jangan bilang gue ada di sini." Ia menyatukan kedua telapak tangannya. "Please ...."
Dita menaikkan sebelah alis, bibirnya tersungging misterius. Hal tersebut membuat Jeno meneguk ludahnya kasar, paham bahwa Dita tak akan membantunya.
"Mhysa, Jeno ada di sini, nih!"
"Dita sialan!" gumam Jeno memaki. Ia segera keluar dari tempat persembunyiannya. Ringisan kecil keluar dari bibirnya ketika Mhysa datang lalu memelintir lengannya. "Aduh, ampun!"
"Gue udah bilang ke lo gak usah keluar malam buat balapan! Kenapa lo gak nurut, hah?!"
Jeno memejamkan mata, merutuki kembarannya yang sudah membocorkan kegiatannya kepada Mhysa. Jangan heran, dua bulan yang lalu mereka resmi berpacaran. Jenny bahkan sampai terkejut ketika Jeno mengatakan dirinya sudah move on dari Salsa dan memilih menjalin hubungan dengan gadis tomboy seperti Mhysa.
"Gak ngulang lagi, deh. Ini lepasin dulu, ayang."
Mhysa melotot. "Ayang ayang, pala lo peyang!" Ia melepaskan tangan Jeno, berganti menariknya. "Ikut gue! Lo sekali-kali harus dikasih pelajaran biar gak ngelunjak lagi."
Dita tertawa lepas melihat interaksi kedua pasangan itu. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana cara Mhysa dan Jeno berpacaran. Alih-alih bersikap layaknya pasangan romantis, mereka justru sering terlibat debat satu sama lain. Tapi inilah yang menarik, keduanya bahkan dijuluki sebagai pasangan terunik.
"Dita!" Setelah Jeno pergi, datanglah kembarannya. Jenny menghampiri Dita, menoleh ke kanan dan kiri. "Jeno udah pergi, kan?"
Dita mengangguk, membuat Jenny menghembuskan napasnya lega. "Kenapa lo?"
Jenny menggeleng. "Jeno bisa marah seharian sama gue kalau tahu gue yang bocorin kegiatannya ke Mhysa."
"Kalo gue jadi Jeno, gue bakar lo hidup-hidup," sahut Dita bercanda.
Jenny mengusap dadanya sabar. "Untung lo bukan kembaran gue," gumamnya. Seakan teringat sesuatu ia mendekati Dita. Sebelum itu, Jenny mengusir Thomas agar bisa duduk. "Gimana hubungan lo sama Angga?"
Dita tersedak. "Lo ngomong apaan, dah? Gue sama Angga cuman teman biasa kali."
Jenny mengibaskan tangannya. "Halah! Semua juga tahu kalo mantan Ketua OSIS itu suka sama lo, Dit."
"Terserah lo kalo gak percaya."
Jenny melebarkan matanya. "Jangan bilang kalau lo belum ...."
Mendengar Jenny menggantungkan ucapannya, Dita tertawa. "Iya, gue belum move on dari Bang Eros."
"Astaga!"
Gadis itu menghela napasnya pelan. "Emang susah buat lupain cinta pertama, Jen. Tapi gue nyoba yang terbaik. Eh, gimana sama Antares?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
Jenny menyandarkan punggungnya di kursi. "Gak gimana-gimana. Antares masih gitu aja, malah lebih pendiam dari dulu. Kenapa, ya? Padahal semua masalahnya udah selesai."
Dita menarik napas panjang, menatap ke luar jendela. "Entahlah, mungkin dia cuman lagi rindu ke seseorang."
Dita benar. Selama setahun ini, tak ada yang berubah dari dirinya dan Antares. Ia tahu Aluna telah pergi untuk selama-lamanya.
"Gue tadi lihat Aluna!" Dita langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar nama tersebut dari teman sekelasnya. Ia segera menghampiri Caca, biang gosip di kelas XII IPA 4 yang duduk di baris terdepan.
"Eh, lo mau ke mana?!" Jenny menatap Dita bingung, ia mengikuti langkah sahabatnya itu.
"Lo tadi bilang apa?"
"Astaga!" Caca terkejut melihat kedatangan Dita. "Ngagetin aja lo!"
"Lo tadi bilang 'Aluna', kan?" ulang Dita bertanya.
Dahi Caca terlipat bingung. "Iya, emang kenapa?"
"Lo lihat dia di mana?"
"Barusan, di ruang kepala sekolah." Ia mendekat dan membisikkan sesuatu pada Dita, seolah kalimat yang akan dia ucapkan merupakan rahasia besar. "Dia mau masuk ke sekolah ini, gue tadi nguping pembicaraan Pak Tejo." Ia nyengir kuda.
"Kenapa, Dit?" Jenny bertanya bingung, terlebih lagi ketika Dita langsung pergi keluar kelas, meninggalkannya. "Ish, dia kenapa, sih? Aneh banget."
Dita melihat jam tangannya, lima menit lagi jam istirahat akan berakhir. Ia mempercepat langkahnya menuju ruang kepala sekolah, memutuskan untuk membuktikan ucapan Caca. Memastikan bahwa orang yang Caca maksud memanglah Aluna yang ia kenal.
"Adam!" Langkah Dita terhenti ketika mendengar suara seorang gadis di depannya. Tubuhnya membeku saat melihat tetangga kelasnya, Adam, keluar dari ruang kepala sekolah bersama dengan gadis berambut panjang yang sangat ia kenal.
"Aluna." Meski nyaris tak terdengar, Aluna menoleh ke arah Dita dengan kening terlipat.
"Lo manggil gue?"
Dita masih tak percaya dengan apa yang ia lihat, namun kakinya melangkah mendekati mereka. "Lo benar Aluna?"
Meski bingung, Aluna memutuskan untuk mengangguk dua kali. "Lo ... kenal gue?" tanyanya ragu.
"Lo gak ingat sama gue?"
Aluna mengalihkan tatapan ke Adam bingung. Ia menggelengkan kepala, menandakan bahwa dirinya tak mengenal Dita. "Dia anak kelas sebelah, namanya Dita." Tatapannya beralih pada Dita. "Lo kenal Aluna?"
"Eh?" Dita menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Gak. Maaf, gue mungkin salah ingat tadi, heheh."
Gadis itu segera undur diri, meninggalkan Aluna dan Adam yang masih menatapnya heran. Adam berbalik menatap Aluna. "Lo beneran gak kenal Dita? Dia kayaknya kenal sama lo."
Aluna menggeleng. "Gue gak kenal." Ia mengucapkannya dengan ragu. "Tapi, mukanya familiar."
***
Aluna ada di sekolah ini! Dia masih hidup, Res. Gue tadi lihat dengan mata kepala gue sendiri. Aluna belum meninggal. Tapi, kayaknya dia gak akan ingat semua kejadian yang dialaminya ketika jadi hantu.
Pesan yang dikirimkan oleh Dita dua menit yang lalu baru saja terbaca oleh pemuda itu. Antares bergegas beranjak dari tempat duduknya. Ia sempat mendengar desas-desus dari teman sekelasnya bahwa Aluna Putri telah kembali dan akan bersekolah di sini. Namun, Antares tak mempercayai hal itu.
Lalu ketika Dita mengatakannya sendiri, separuh dari tubuh Antares memaksanya untuk segera keluar kelas dan memastikan bahwa orang yang ditemui Dita memanglah Aluna. Meski tak percaya, dirinya benar-benar berharap bahwa ini merupakan kebenaran.
"Antares, kamu mau ke mana? Cepat masuk! Sebentar lagi ada kelas dari Ibu." Langkah Antares terhenti di depan kelas melihat kedatangan Bu Aya, guru seni.
"Saya mau ke toilet, Bu." Terpaksa Antares harus berbohong.
Bu Aya sepenuhnya percaya pada siswa yang dijuluki murid teladan itu. "Ya sudah. Jangan lama-lama, ya. Ibu tidak suka menunggu, rasanya gak enak."
Antares hanya menganggukkan kepalanya sopan. Ia pamit pergi, meninggalkan Bu Aya yang menatap punggungnya bingung. "Toilet ada di sebelah kanan, kenapa dia ke kiri?" gumamnya.
Pemuda itu berlari menyusuri koridor menuju ruang kepala sekolah. Setibanya di sana, ia tak mendapatkan apapun. Matanya mengintip ke dalam ruangan itu, namun ternyata kosong. Menghela napas panjang, Antares memutuskan untuk mencari di seluruh penjuru Mahatma.
Pertama, ia akan ke perpustakaan. Namun, tak ada siapapun di sana, hanya penjaga perpustakaan dan sosok hitam besar yang setia berdiam diri di pojok ruangan itu.
Kedua, ruang tari. Tempat tersebut terkunci, sedangkan kuncinya pasti dibawa oleh Bu Aya. Antares tak mungkin kembali ke kelas hanya untuk meminta kunci ruang tari kepada Bu Aya.
Ketiga, ia memutuskan untuk mencari di koridor kelas sebelas. Suasana di sana sepi, pembelajaran telah berlangsung. Antares tak menemukan siapapun. Deru napasnya terdengar memburu. Kakinya tergerak untuk melangkah dan terhenti di tikungan koridor. Tatapannya teruju ke bawah, tepat di mana ada seorang gadis berambut panjang dengan kaos putih bertuliskan 'Beautiful Girl' tengah duduk di tribun.
Aluna?
Jantung Antares terasa memompa begitu cepat, menimbulkan debaran aneh yang menggelitik sampai ke perutnya. Sesuatu di dalam sana seperti membuncah, meluap hingga membuat bibirnya tersungging tipis. Ada secercah harapan yang singgah, menginginkan untuk mengungkap kerinduan yang selalu membuatnya resah.
Tanpa melakukan apapun lagi, Antares berlari menuruni tangga. Ia benar-benar menaruh harap bahwa gadis yang dilihatnya tadi memanglah Aluna.
Begitu langkahnya terhenti di lapangan outdoor Mahatma, pandangannya mengedar, mencari seseorang yang sangat ia rindukan selama setahun ini. Namun, tak ada siapapun di sana.
Gue gak salah lihat, kan?
Kakinya melangkah pelan mendekati tribun yang tadi ditempati oleh seorang gadis namun kini telah kosong. Angin berhembus kencang, Antares menatap tempat itu dalam diam. Tatapan matanya meredup, ia sadar dirinya terlalu banyak berharap. Aluna tak mungkin ada di sini. Baru saja bersiap untuk pergi, seseorang menghentikannya.
"Tunggu!"
Tubuhnya terasa membeku mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Perlahan Antares membalikkan badan, menatap seorang gadis berjalan menghampirinya.
Waktu terasa berhenti. Matahari di atas sana benar-benar terik, memancarkan cahaya yang membuat kedatangan gadis itu seperti siluet. Antares masih setia pada tempatnya, meski jantungnya serasa jatuh dari posisi.
Dita benar. Aluna ada di sini.
"Ini punya lo?" Aluna menghentikan langkahnya di depan Antares, menunjukkan sebuah benda kecil pada pria itu.
Antares tak mengalihkan tatapannya pada Aluna. Hal tersebut membuat Aluna mengerutkan keningnya bingung. Ia menatap name-tag bertuliskan 'Antares D.' di tangannya, lalu menoleh pada seragam pria yang ada di hadapannya. Tak ada penunjuk identitas di sana, artinya name-tag yang ia pegang memang milik pria itu.
Melihat Antares yang masih terdiam, Aluna meraih tangan Antares dan menyerahkan name-tag tersebut. Ia kembali menatap Antares, lalu berdecak. "Kenapa hari ini gue merasa familiar sama banyak orang, ya?" gumamnya pada diri sendiri.
Aluna menggeleng-gelengkan kepalanya, mengatakan di dalam hati bahwa mungkin semua ini hanya perasaannya saja. Ia memutuskan untuk tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya pada Antares, sama dengan apa yang pernah ia lakukan pada beberapa murid yang tadi ditemuinya.
"Hai! Gue Aluna, murid baru di sekolah ini."
Antares menatap uluran tangan itu ragu. Ia tidak salah lihat, kan? Atau dia sedang bermimpi?
Tapi, kayaknya dia gak akan ingat semua kejadian yang dialaminya ketika jadi hantu.
Pesan yang tadi dikirim Dita teringat oleh Antares. Pria itu masih menatap uluran tangan Aluna lalu beralih pada wajah ceria gadis itu. Wajah yang selama setahun ini tak pernah ia lihat. Ekspresi gadis itu masih sama dengan Aluna yang ia kenal, bahkan perasaan Antares masih sama seperti ia bersama Aluna dulu.
Perlahan Antares mengangkat tangannya, menyambut uluran dari Aluna.
"Antares."
Aluna melebarkan senyumnya, membuat Antares menyunggingkan senyum tipis. Mungkin benar, Aluna tak akan pernah mengingatnya. Aluna tak akan mengingat apa yang telah mereka lalui bersama ketika gadis itu menjadi hantu. Namun, Antares tak mempermasalahkan hal tersebut.
Kisah ini belum berakhir, Antares tahu itu. Kisahnya bersama Aluna memang pernah berhenti. Namun ia bisa memulainya lagi dengan membuka lembaran baru, mengisi berbagai kenangan bersama yang lebih baik dari sebelumnya.
***
Selesai.
Alhamdulillah, akhirnya selesai sudah cerita Antares dan Aluna😭
Terima kasih untuk teman-teman semua yang telah menemani aku sampai tahap ini. Terima kasih untuk readers yang sangat setia, kalian penyemangat terbaikku dalam menulis❤ Terima kasih juga untuk tim 300days_challenge yang telah membimbing aku hingga berhasil menamatkan Beautiful Ghost. I love you, hiks🧡
Aku harap kalian gak akan protes dengan ending Beautiful Ghost, heheh. Iya, ending-nya memang begitu. Yang penting author senang, ups!
Maaf bila selama ini aku ada kesalahan dalam menulis cerita Aluna. Oh ya, untuk pembuka Extra Part ini hasil dari riset aku. Si Aluna ini koma selama satu bulan. Dia dirawat di Singapura, makanya Adam pernah ditanyain untuk ke sana oleh Ayahnya. Setelah Aluna sadar, dia dapat perawatan khusus di Singapura selama hampir satu tahun. Barulah Aluna pulang ke Indonesia tepat satu bulan sebelum dia mulai sekolah. But, Aluna beneran gak ingat apapun tentang Antares dan kawan-kawan.
Dari cerita ini, aku mengambil referensi dari drama Let's Fight Ghost dan Love of Aurora. Maaf bila ada typo dan kesalahan teknis lainnya. Diriku tak lebih dari penulis amatir yang masih terus belajar dan belajar.
Untuk selanjutnya, aku gak ada niat untuk membuat sequel Beautiful Ghost. Aku memutuskan untuk fokus dulu ke Mission In School 2 dan Rahasia. Kasihan mereka, digantungin mulu.
Jadi, selamat tinggal untuk dunia Antares dan Aluna!
Ah, ya. Aku mau kasih spoiler.
Kemungkinan besar, setelah MIS 2 tamat, aku akan membuat cerita dengan genre HMT yang menggabungkan antara MIS dan Beautiful Ghost. Tokoh akan diambil dari beberapa peran di MIS dan Beautiful Ghost. Konflik yang ada juga mengambil dari kedua cerita ini. Apakah itu?
Ditunggu, ya!
See you next time!
Salam rindu,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top