akhir


"HAAAALIIIII!"

Wanita itu berlari menuruni tangga, menuju kearah ruang tamu yang saat ini sedang ada suaminya.

Matanya nampak berbinar, senyumnya terus ia pasangkan, membuat Halilintar bingung dengan tingkah laku istrinya.

"Kenapa, sih? Kok lari-lari."

[Name] hanya menampilkan senyum kuda, tak lama, ia menunjukkan benda panjang mirip seperti termometer.

"TADAAA"

Halilintar menatap benda itu bingung, sebelum akhirnya ia meraihnya dan menatap [Name] dengan tatapan khawatir.

"[Name] ... Kamu serius?"

"Iya, kenapa? Kamu gak suka?"

"[Name], aku harus keluar kota loh minggu depan."

"Hah?? Iya aku tau kok. Terus kenapa?"

"Ini bukan waktunya bercanda,"

Halilintar menatap istrinya serius, dia tetap memegang benda panjang itu sambil terus menatap istrinya.

"Kamu gimana? Gak bakal ada yang jagain kamu, nanti kamu bakal isoman juga."

"Eh, loh, kok-- HALI, KAMU TAU GA SI ITU APAA?"

"Iya! Aku tau ini apa, dan seharusnya kamu ga seneng dong karena kamu positif."

Kepala [Name] rasanya nyut-nyutan, ia sangat bingung dengan respon suaminya ini.

"Bukan gitu, Hali! Oke deh, aku tanya dulu. Kamu tau gak itu apa?"

"Iya aku tau."

"Emang itu apa? Tanda dua garis itu apa?"

"... Kamu positif c0v1d kan?"

Goblo——

"HALILINTAR BIN AMATO ASTAGAAA, ITU TESTPACK! BUAT TES HAMIL ATAU ENGGAAA, KALO DUA GARIS BERARTI HAMILL, LINN."

[Name] melipat kedua tangannya di depan dada, terlihat raut wajahnya sangat kesal dengan Halilintar. Mungkin karena kebodohan Halilintar tadi.

Awalnya, pria itu masih mencerna kata-kata [Name], dia kembali melirik testpack dari [Name] yang sudah di pakai.

"... HAH BENTAR,"

Hingga akhirnya dia ikut terkejut.

"Udah sadar??"

Sang istri terkekeh, ia duduk di samping suaminya yang masih menatap dirinya dengan pandangan tak percaya.

"[Name] serius!?" dari wajahnya saja [Name] bisa lihat Halilintar nampak menahan rasa bahagianya yang berlebihan.

Matanya berbinar terang, pipinya sedikit memerah, mulutnya menganga lebar.

Benar-benar tidak seperti Halilintar.

"Aku udah coba tiga kali, hasilnya tetep sama kayak gitu."

Halilintar menggigit bibir bawahnya, matanya nampak berair--terlalu bahagia mendengar kabar dari sang istri.

Dengan cepat, ia langsung menerjang istrinya, memeluknya erat dengan wajah ditenggelamkan di bahu sang istri.

Gini-gini Halilintar tetep bisa bereaksi kayak bapak-bapak yang lain pas denger istrinya hamil.

Akhirnya Halilintar tahu, apa yang dirasakan saudaranya saat mendengar istrinya tengah mengandung anak mereka.

Seperti Thorn contohnya, ia menangis haru, atau seperti Taufan, langsung membeli banyak bunga dan mengecupinya. Blaze sendiri dia langsung lompat-lompat jingkrak-jingkrak gitu. Solar? Di depan sang istri dia hanya bilang "Oh." karena hubungan mereka yang tak begitu baik saat itu, namun dia langsung mengabarkan kehamilan istrinya ke sosmed serta keluarganya. Seperti—

"GUYS AAAA GUE BAKAL JADI AYAH!! THANKYOUU HONEY BLABLABLA"

Panjang lebar pokoknya, gak lupa alay, lebay.

"[Name], makasih." Dia menggesek-gesekkan kepalanya dibahu sang istri, membuat sang empunya terkikik geli.

"Eciee yang bakal jadi Ayah,"

Halilintar hanya tersenyum tipis, namun [Name] tak melihatnya—karena wajah Halilintar disembunyikan di atas bahu [Name].

"Aku mau kita pake panggilan Ayah Bunda."

"Kalo aku maunya dipanggil Nyonya besar, gak, gak! Bercanda."

Keduanya tertawa kecil, tangan [Name] mengelus rambut suaminya yang harum, membuat Halilintar merasa nyaman dan memberi kode seperti "elus terus!".

"Nanti malem ayo kita undang keluarga, kebetulan juga hari ini istrinya Thorn balik dari Indonesia, Solar sama keluarganya juga udah harmonis. Jadi lengkap, deh."

――― nothing could keep us apart

Usia kehamilan [Name] sudah memasuki bulan keempat. Ngidamnya semakin menjadi-jadi, namun walau begitu tetap dituruti oleh Halilintar.

Saat Halilintar bercerita kepada saudaranya tentang bagaimana dia melewati hari-hari [Name] ngidam, saudaranya hanya menahan tawa dan berkata seperti, "akhirnya kamu ngerasain apa yang kita rasain."

"[Name], mau apa?"

Ini jam tiga malam, namun istrinya itu malah terbangun dengan wajah cemberut. Jadi sekalian aja Halilintar bangun buat sholat tahajud juga.

"Cium!"

Nah, tapi ngidamnya [Name] ini gak separah istri saudara-saudaranya. Paling tiap malam [Name] kebangun hanya minta dicium atau dipeluk erat sama Halilintar.

Mungkin karena sebelum-sebelumnya yang mulai itu selalu [Name], bukan Hali.

Halilintar menangkup wajah sang istri, ia kecup pelan pipi dan bibirnya, lalu beralih kearah perut yang sedang berisi satu nyawa.

Dia kecup perut istrinya.

"Udah, kan? Mau apalagi?"

[Name] menggeleng, ia kembali mengambil posisi tidur yang enak untuknya selama hamil, kembali menutup mata dan tidur.

Iya, seringkali tiap malam [Name] kebangun hanya minta cium, terus tidur lagi. Makanya Halilintar gak begitu kerepotan.

Gak kayak istrinya Thorn--waktu hamil minta Halilintar nginep di rumahnya. Ya, jaman Halilintar belum nikah sih, ya.

"Kamu ini jangan gemesin banget, dong. Yang repotkan nanti aku, gak bisa nahan." Gumamnya pelan. Jujur saja, terkadang Halilintar harus mengambil dan membuang napas berkali-kali ketika istrinya terlihat menggemaskan di matanya.

Setelahnya, Halilintar ikut merebahkan tubuhnya ke ranjang, ia mendekap istrinya pelan dan ikut menutup matanya.

"Nanti kalo si kecil udah lahir, tetep perhatiin aku, ya?"

Halilintar tahu, istrinya ini tak akan dengar karena sudah menuju mimpinya. Lagipula, kalau [Name] dengar, dia pasti akan sangat malu sih.

Jadi ketahuan kalau dia takut tak diperhatikan lagi oleh istrinya karena sudah ada Halilintar kecil.

――― you'll be the one i was meant to find

3 tahun.

"HALII, ANAK KU JANGAN KAMU GANTUNG BEGITU!"

[Name] menatap horor suaminya yang menggantung si kecil di tali jemuran, dirinya langsung mengambil si kecil dan meminta penjelasan pada Halilintar.

Saat ini, Halilintar sedang libur. Namun, karena [Name] tak ingin keluar, akhirnya mereka menghabiskan hari libur di rumah.

Tapi, waktu itu [Name] ingin keluar sebentar untuk ke supermarket membeli jajanan, [Name] memberi amanah kepada Halilintar untuk menjaga si kecil, tak lupa juga ia meminta Halilintar jemur pakaian--

Betul sih, Halilintar jaga si kecil sama jemur pakaian, namun, kenapa si kecil juga ikut di gantung di tali jemuran?

"Kamu tadi nyuruh aku jaga dia ... Aku mau jemur baju masa kutinggal dia di dalem, yasudah aku bawa aja ke jemuran juga."

"Hali .... "

Halilintar mendengus, dia menggaruk pipinya yang tak gatal itu lalu memalingkan wajahnya.

"Iya, maaf. Aku yang salah."

"Lain kali jangan kayak gitu lagi! Coba liat Gempa, dia semenjak jadi Ayah pinter banget jaga anak, jaga istrinya. Masa kamu ga bisa, sih?"

Aish, Halilintar paling gak suka kalo dibandingin sama suami orang, apalagi sama Gempa.

"Gempa terus, kamu suka ya?"

"Hah, kok kamu malah mikir gitu sih?"

"Ya habis, kamu bandingin nya sama Gempa terus, ga ada niatan mau bandingin sama yang lain gitu? Tukang bakso? Tukang seblak?"

"... Stres."

END.

____________________

HALOOOO, MAKASIH BANYAK YANG UDAH IKUTIIIN BUKU INI DARI AWAL SAMPE AKHIR!

Huhu beneran, aku ga nyangka udah selesai aja ini buku.

Beneran makasii banget, see u di book yang lain ya!


Anw, yang minat boleh mampir! Udah ku pub juga. Chap awal rada ada mufrodat b arab si, karena tokoh pak ustadz, tapi selanjutnya engga kok, indo semua inshaAllah ✋

See u!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top