01 - bekal


Jam dua belas siang, sesuai perkataan [Name], dirinya yang akan datang ke perusahaan milik sang suami—Halilintar. Ia pergi dengan salah satu kembaran suaminya yang kebetulan juga ingin pergi kesini; Solar.

[Name] datang tidak dengan tangan kosong, dirinya membawa bekal juga parfum untuk Halilintar.

Bawa parfum biar Hali gak bau katanya——bercanda.

"Kak [Name], dia ada di ruangannya, mau pergi kesana sendiri atau Solar anterin?"

Sebenarnya sih mau atau tidak, Solar tetap harus mengantarkannya sampai ke ruangan Halilintar, kecuali kalo dia memang pengen kena gebuk——

"Engga us—"

"—Wah, ada [Name]! Mau ketemu Bang Hali, ya?"

Baru saja [Name] ingin menjawab, namun perkataannya di potong oleh manusia yang tak di undang.

"... Gempa??"

Pemuda itu terkekeh, Ia jalan mendekat kearah mereka berdua agar lebih nyaman untuk berbicara.

"Bukaaan Gempa! Tapi ini Upaaan, [Name]. Masa sampe sekarang masih gak bisa bedain, sih??"

"Oh! Taufan, toh. Maaf, ya hehehe ... Habisnya Taufan kan tau sendiri aku-..."

"Iya iya, Upan tau. Lagian [Name] kan cuma bisa bedain kita dari suara aja kan?"

[Name] mengangguk, selama ini Ia hanya mengandalkan pendengaran nya untuk membedakan si kembar tujuh. Tapi, dirinya selalu ketukar-tukar antara Thorn, Gempa, dan Taufan.

"Pokoknya yang nada suaranya datar itu Halii, yang nada suaranya agak males-males gitu Ice, terus yang heboh banget dan paling gede suaranya itu Blaze, dan yang nadanya agak nyindir-nyindir gitu Solar—" jelas [Name] panjang lebar dan langsung mendapatkan tatapan tak terima dari Solar.

"Kok nyindir-nyindir, sih!? Ga ada yang lebih bagusan dikit gitu, Kak?"

"Lagian nadamu dari dulu kayak nyindir gitu kalo ngomong...."

Ucapan [Name] lantas membuat Taufan berusaha menahan tawanya—hal itu langsung di notis oleh Solar yang berada di depannya.

"Engga papa, yang penting aku bisa dibedain sama Kak [Name]."

Itu sindiran, buat Taufan.

"Tuh kan! Nadanya Solar kayak nyindir!"

Memang nyindir, sih—

"Ish, [Name] kan gak bisa bedain aku sama Thorn dan Gempa karena nada suara kita mirip."

Solar, si pemulai keributan itu menjulurkan lidahnya kearah Taufan, seolah sengaja mengajak Taufan tuk ribut.

"Hei, kau ya!—"

"—Ada keributan apa disini?"

Suara itu,

Suara yang sangat [Name] kenali, suara yang sudah menjadi alarmnya setiap pagi, membuat [Name] reflek menoleh ke asal suara.

"Halii?"

Itu si pemilik perusahaan yang bersuara, alias Halilintar.

Dia merangkul Istrinya, seolah memberi tanda bahwasanya [Name] itu miliknya.

"Nah, suaminya udah datang, kalo gitu aku pergi dulu. Daah~"

"Hei! Jangan kabur kamu Solar!"

Tak sampai situ, Taufan langsung mengejar Solar yang tadi berniat melarikan diri. Alhasil, terjadilah aksi kejar-kejaran di dalam sini.

Aduh, malu diliatin yang lain.

"Lama nunggu?"

Yang ditanya menggeleng, Ia melepaskan tangan Hali yang masih berada di bahunya, lalu menunjukkan sebuah bekal yang sudah susah payah Ia buat—yah, dibantu Solar sih.

Tak mungkin [Name] bisa memasak sendirian, setidaknya harus ditemani satu atau dua orang untuk membantu [Name] mencari dan mengambil bahan-bahan yang Ia butuhkan.

"Aku tadi mau ke ruanganmu, Hali. Tapi gak jadi karena harus dengerin adu mulutnya Taufan sama Solar." jelasnya.

Halilintar hanya mengangguk mengerti. Ia menggandeng tangan kanan wanitanya tuk di bawa ke mobil, bermaksud tuk datang ke rumah sakit lebih awal.

"Aku makan di mobil aja."

[Name] sih tak ada masalah, dirinya hanya mengikuti kearah mana suaminya ini menggandeng dirinya. Mau dibawa kemanapun juga gapapa, asal itu bersama Halilintar, mas suami.

Sesampainya di mobil, Halilintar langsung membuka bekal buatan sang Istri. Jarang-jarang loh, [Name] membuatkan bekal untuk dirinya.

Bukannya apa, tapi Halilintar nya sendiri yang melarang [Name] untuk membawakannya bekal. Karena itu akan menyusahkan [Name].

Tapi—pas dilarang, si Istri malah ngambek. Akhirnya diizinin deh sama Halilintar, dengan syarat boleh bikinin dia bekal kalo ada yang bantuin dan nemenin [Name] masak.

"Gimana Hali? Enak, kan?"

Halilintar hanya mengangguk, makanan di mulutnya belum Ia telan sepenuhnya, membuat dirinya tak bisa berbicara bebas.

"Tapi kenapa saosnya dibikin tulisan kayak gini?" komen Halilintar yang langsung membuat [Name] bingung.

"Yang bikin tulisan dari saos nya itu Solar, emangnya kenapa tulisannya? Aku belum liat."

"Gapapa,"

Setidaknya Halilintar tahu siapa orang yang menulis tulisan "Gledek ♡" dengan saos di atas omuricenya.

Dasar Solar, awas saja, mungkin malam ini Halilintar akan tega membiarkan dia lembur.

"Jangan masak sama Solar lagi."

"Loh, kenapa?"

"Gapapa."

"Ish, Hali ah!"

Halilintar hanya tersenyum tipis, Ia mengacak-acak rambut milik Istrinya itu, lalu menatapnya dengan tatapan lembut.

"Makasih bekalnya,"

"Iya Halii, kapan-kapan aku bikinin ayam geprek deh! Tapi aku butuh Gempa buat ngegeprek ayamnya. Oh! Nanti ayamnya pake ayam punya Blaze aja, kan jadi hemat."

"Terserah, yang penting kamu nanti gak di apa-apain Blaze."

"Gak dong, kan ada Hali! Jadi gabakal kenapa-napa."

"... Kamu mau manfaatin aku?"

______________________________

Haloooo, aku balikk lagi.
Kayaknya tiap update, aku bakal update
dua kali/seminggu deh.

Jadii, nanti malem atau besok, aku bakal update lagi insyaallah.

Kalo aku gak update, dobrak aja dm atau papanku.

See u di next chap!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top